|
|
|
|
|
|

Wednesday 8 April 2009

Surat Marissa Haque buat Linda Djalil Teman Wartawannya

A special letter for my darest sister Linda Djalil:

Terimakasih banyak mbak Linda Djalil saudariku yangtelah kukenal sejak masa kecilku dulu atas pembelaanmu dari ribuan serangan pembusukan karakter dari – yang diduga keras – dilakukan dan dipantau oleh tim media center Ratu Atut Chosiyah, SE yang selama ini berupaya keras melakukan tindakan pembusukan karakter terhadap saya dan keluarga besarku baik dimedia TV, cetak, dan sekarang melalui internet.

Namun saya haqqul yakin mbakyuku sayang, bahwa Allah SWTtidak pernah tidur. It is a matter of time, bahwa kebenaran yang sedang terus bermarathon selama dua tahun ini saya perjuangkan untuk sebagian besar masyarakat Provinsi Banten yang memakan nasi aking kebenarannya dimata Allah untuk Indonesia yang telah lama terdzolimi segera akan terwujud.

Wallahi, demi Allah bukan untuk kepentingan saya saya pribadi karena saya sudah tidak bersedia menjadi Wagub/Cawagub-nya Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc. Namun jihad Banten yang sedang terus berproses ini adalah persembahan dari seorang anak mantu ‘budak Banten’ yang sangat mencintai almarhumah ibu mertuanya yang berasal dari Kabupaten Lebak beserta seluruh keluarga besar Banten/baraya di Lebak, Banten — bagi rakyat Banten secara keseluruhan dan umum.

Masyarakat di Provinsi Banten dan Indonesia seluruhnya saya pikir sangat faham bahwa sampai hari ini selama dua tahun berturut-turut saya berjuang sendirian tanpa partisipasi aktif sama sekali dari Dr. Zulkieflimasyah, SE, MSc calon Gubernur Banten mantan runningmate-ku disaat Pilkada Banten 2006 lalu yang dipenuhi oleh kejahatan sistemik dan by design oleh ‘oknum Orba Status Quo’ yang kita semua sudah tahu siapa-siapa saja mereka itu semuanya.

Tak puas mendapatkan posisi semu Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, SE dan keluarganya memang sedang sangat berusaha agar saya ‘habis dan mati‘ didalam langkah berpolitik. Hal ini secara sistemik telah mereka lakukan sampai dengan saya dipecat oleh PDIP saat lalu. Mbak Linda juga pasti tahu bahwa saya tidak pernah meninggalkan PDIP ya mbak? Saya mencintai para kader binaan saya diakar rumput – baik di Kabupaten Bandung maupun 6 wilayah administrasi Provinsi Banten. Sampai hari ini sebagian hati saya masih bersama mereka.

Insya Allah, alhamdulillah… semangat saya didalam menjujurkan keadilan insya Allah tidak akan pernah luntur sampai kapanpun, walaupun secara sistemik ‘oknum tim media Ratu Atut Chosiyah’ berusaha menggiring saya dan kita semua untuk mem’basi’kan seluruh jihad Banten ini. Kita saling mendoakan ya mbakyuku yang disayang Allah…

Salam kasih,

Marissa Grace Haque Fawzi di Majesty Apartement, Kota Bandung (Dapilku di Jabar 1: Kota Bandung dan Kota Cimahi).



***


Foward: The copy of Linda Djalil’s Letter/a beautiful support comment for Marissa Haque on http://agushermawan.kompasiana.com:

Saya setuju dengan Taufik. Kasih kesempatan Atut bicara. Saya juga penasaran seperti apa tulisannya, yang menjadi cerminan perjuangannya. Mau itu Marissa, Atut, Megawati, asal memang setia kepada nurani yang bersih, pemikiran yang jernih, monggo-monggo saja menjadi pemimpin.

Saya senang semakin banyak wanita berkiprah di berbagai bidang khususnya politik semacam ini, semakin bagus kan? Hanya saja, ya itu. Bergantung lah pada nurani. Dan rauplah wawasan selebar-lebarnya. Jadilan pemimpin atau pimpinan yang matang, bijak dan tidak emosional.
Jangan pula gampang terjebak oleh pertanyaan wartawan, di media cetak maupun media layar kaca. Body language akan terekam secara rinci lho. Cara menjawab, isi jawaban, semua menjadi sasaran empuk bagi ‘tim penilai’ yang sedang menonton di rumah masing-masing sembari ngemil kacang goreng.

Jangan sampai pula, para perempuan yang telah memimpin ( apapun), apabila menjawab pertanyaan masyarakat atau wartawan, memberikan kesan kepada dunia luas, “Lho? Yang ngomong ini calon pemimpin kita atawa ibu rumpi rumah tangga biasa yang nyinyir?”

Sekejap tentang Marissa. Ini tak ada kaitannya dengan politik lho. Mungkin nyaris 25 tahun silam, anak tertua dari tiga bersaudara ini memang jelita sejak kecil. Saya pernah datang pagi-pagi untuk bertemu Soraya yang baru menjadi foto model, Marissa muncul dari kamar tidurnya dengan rambut agak awut-awutan. Tapi wajahnya itu rek… menurut saya cuantik buanget. Kan kata orang, wanita baru bangun tidur di pagi hari adalah kecantikan alami yang asli. Nah mungkin dia seperti itu.

Saat itu ia sudah populer. Hampir segala iklan dibintanginya, sampai-sampai wajahnya yang cantik juga ada di atas knalpot bis umum. Saya juga ingat, tiap suara azan terdengar, ibunya selalu mengingatkan dia. “Ayo, waktunya sembahyang!”. Sementara Shahnaz masih SD, pulang sekolah dengan seragam bau keringat, tomboy, legam, waahh kini menjelma menjadi wanita jelita dan elok laku. Balik ke Marissa. Ia menjadi wanita matang ketika saya menjenguk dia usai melahirkan anak pertamanya. Selanjutnya, saya hanya tahu dari media, dan baru-baru saja setelah zaman SMS, saya beberapa kali berkomunikasi dengannya.
Ternyata Marissa doyan belajar. Sekolah dan sekolah melulu. Dan berpolitik, dan ikut partai, dan hari-hari pertamanya di gedung DPR membuat orang jengah. Dan akhirnya ribut dengan partai, dan pindah, dan ada cerita Atut.

Saya hanya terkesima. Betapa beraninya Marissa. Entah yang ia perjuangkan benar adanya, atau dari ‘pihak sebelah’ yang benar, saya tidak tahu. Saya benar-benar tidak tahu. Sebab saya sudah kehilangan enerji. Melihat orang ribut, melihat televisi yang sebelumnya tenang-tenang karena ada ‘mamah dedeh’ tau-tau berita demo, cakar-cakaran, timpuk batu, belum lagi infotaiment yang berkisah pasangan-pasangan muda bercerai berai dengan begitu mudahnya, waduh..duh..betul-betul puyeng rasanya.

Kapan kita bisa damai. Dan berdamai. Paling sulit memang mengakui kesalahan. Tapi lebih sulit lagi memaafkan kesalahan orang. Saya pun masih belajar untuk hal yang satu ini. Marissa, teruskan apa yang kamu anggap benar. Begitu pula Atut. Buktikan kepada rakyat, bahwa Anda memang bekerja-berjuang, berkeringat, memang murni untuk rakyat. Dan Tuhan lah yang menyaksikannya dengan leluasa dan amat perkasa….

agushermawan: Halo, mbak Linda. Saya suka kutipannya: “Lho? Yang ngomong ini calon pemimpin kita atawa ibu rumpi rumah tangga biasa yang nyinyir?” He..he.. saya langsung terbayang orang dimaksud

***


Ps: Mbak Linda Djalil my sister … jaga kesehatan njenengan ya mbak? Doaku untukmu selalu. Kapan ya kita ngariung bersama Soraya dan Shahnaz dirumah cantikmu itu?

Love, Marissa Haque.

No comments:

Post a Comment