|
|
|
|
|
|

Friday 2 January 2009

Indonesia’s Cinematic Art Stumble and Surge

Indonesia’s Cinematic Art Stumble and Surge

World Paper, New York, USA
June, 2001


By. Marissa Haque Fawzi
An Indonesia Actress, is in Residence at Ohio University


Indonesia as a country among many countries in the world, cannot escape of the effect of globalization. More specially, the Indonesia film industry is influenced and shaped by the cultures and trends of many other nations. This assimilation necessary and positive for progress and increased quality as long as an individual maintains his/ her own touch, so to speak. This process is guaranteed by the fact that our world grows smaller everyday and the boundaries that once existed are no more.

The father of Indonesia film, Mr. Haji Usmar Ismail, was the first Indonesia artist to graduate from the School of Film at the University of California Los Angles as early as the 1940s. Generations to follow in the 1970’s were strongly predisposed to Russian production style and technique with Indonesian graduate from Moscow University such as Syumandjaja and Amy Priono.

Many artists to follow, Producers and Directors are products of Indonesia education and training. Their work, also distinguished, is colored by local wit and wisdom. A result of their efforts has been “Edutainment” or educational entertainment for the Indonesian citizen.

The only trouble with this is seen in the extremely small ratio of these artists in relation to the population of Indonesia, which far exceeds 200 million. If the love of money is the root of all evil it has also been the demise of the film industry in Indonesia. Many Directors viewed the production of movies as a monetary printing press.

The typical Indonesian film left nothing for the viewing public; there was no moral message and no real meaning. By the end of 1980s the film industry has stagnated and come to screeching halt. The Indonesia government further stifled the industry’s creativity and quality, and the differences from one film to the next became almost impossible to discern. It was a frustrating time for the movie-going public and even exasperating for those production teams that sought to create.

In 1990s gave us Garin Nugroho. As a young man, he graduated from University of Indonesia with a degree in Law and attended Indonesia’s Institut Kesenian Jakarta (Indonesian Art Institute). Garin Nugroho was determined to create new standard, and in the mid-1990s he began work. Nugroho presented an Eastern European style of production. Many Indonesian viewers did not understand this style of production and found the storylines difficult to follow, but his works have been honored (and have placed) at almost every international film festivals in which those have appeared.

Toward the end of 1999, a group of young Indonesian film graduates that, to date, do not wish to be identified with other movie production teams, came together to produce. They represent the new techno generation, seeking something new and different from all who came before them, and it is known to Indonesians today as the movie Kuldesak. This independent production team used a grassroots style marketing strategy throughout production. The film smacks of Quentin Tarantino. The theme song from thia movie was also honored by MTV at the MTV awards 2000 in New York.

The year 2000 was phenomenon for Rivai Riza (Film Director), Mira Lesmana and Triawan Munaf (Co Producers) with their award-winning production Petualangan Sherina or the Adventures of Sherina. The British honored this production with the presentation of the British Chavening Award Scholarship to Riza. This is only logical because Riza finished his Master of Arts in screenwriting at a British Institution in 1999. Riza ia rich with British style.

What do we see in the future of the Indonesian film industry? What style do we hope will prevail? There are so many possibilities, but that which cannot be denied and is clear to even those who would close their eyes is that American films are shown on every channel of Indonesian television and fill Indonesian theatres. In this lies an undeniable answer.

We are also aware that American film is a collection of assimilations from across the world. Thus we come full circle of globalization and interdependent world in which we live. We will, each and every one of us, learn from all of those around us without exception, if we hope to progress. This is a continual process that will go on for as long as we breathe.

Read more!

Thursday 1 January 2009

Selamat dengan Ekonomi Syariah di Indonesia

Marissa Haque-Ekonomi Syariah Dukung Sektor Riil

.Saudara dan saudariku terkasih setanah air, berikut ini saya sekedar memforwardkan berita posistif dari perkembangan ekonomi syariah ditanah air. Semoga dapat sedikit mencerahkan bagi kita semua ya? Salam kasih, Marissa.

http://www.pkesinteraktif.com/content/view/3289/68/lang,id/

Rabu, 05 November 2008

Jakarta (4/11). Marissa Grace Haque (lahir di Balikpapan, 15 Oktober 1962; umur 46 tahun) adalah seorang aktris, sutradara, produser film dan politikus Indonesia. Menikah dengan Ahmad Zulfikar Fawzi (Ikang Fawzi) dan dianugerahi dua orang putri, yaitu Isabella Muliawati Fawzi (Bella) dan Marsha Chikita Fawzi (Kiki). Ia adalah kakak kandung dari Soraya Haque dan Shahnaz Haque.

Ia juga aktif menulis di media dan sebagai pengacara non-ligitasi, Direktur Utama PT SAI (Saya Anak Indonesia) Films, Direktur Eksekutif e-Gov Institute di Jakarta dan Surabaya, juru bicara dari Ristra Beauty Clinic and Cosmetics, Duta Lingkungan Hidup dari KLH, Duta WWF untuk Badak Cula Satu, dan Duta Masyarakat Ekonomi Syariah (MES).

Marissa telah menyelesaikan berbagai disiplin ilmu yaitu, Doktor S3 dari Institut Pertanian Bogor, jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam & Lingkungan Hidup dan kini ia akan menjalani studi S2 Hukum Pidana Universitas padjadjaran.

Motto hidup duta Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini yaitu menjalani hidup dengan mengalir seperti air (go with the flow) dan ikhlas menjalani ketentuan Allah Swt. Manusia berusia, namun tuhan yang menentukan hasilnya sesuai usaha tersebut.

Filosofi kehidupan bermasyarakat Marrissa yaitu jujurkan keadilan dan adilkan kejujuran. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ia berharap pemerintah tidak hanya menjalankan trilogi pembangunan yang terdiri dari stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Namun juga, ekonomi yang berpihak pada sektor Usaha Kecil dan Mikro (UKM).

Ekonomi syariah berpihak pada sektor riil yang mayoritas ada pada masyarakat Indonesia. UKM tersebut menjadi penolong di saat krisis global, yang muncul akibat runtuhnya pasar modal.

Ia berharap ekonomi syariah dapat maju menjawab tantangan jaman. Apalagi krisis global yang melanda beberapa negara saat ini dapat diatasi dengan sistem ekonomi yang berkeadilan seperti ekonomi syariah. Ekonomi syariah berada di pertengahan sistem ekonomi kapitalis dan ekonomi komunis. (Nola, www.pkesinteraktif.com)

Read more!

En Kleine Kadotje van Oom Fanny Habibie

Kalau Allah SWT sudah ingin bersegera menjawab ‘doa rintihan’ kita, maka jarak lintas laut dan benua bukan hal yang mustahil bagi-Nya.

Seucap Nyata

Adalah seorang hamba Allah orang Indonesia nomor wahid di Negeri Belanda yang menelpon di cellphone-ku menjelang tengah malam buta waktu Indonesia bagian barat 3 (tiga) hari yang lalu.
Setengah hati kuangkat telpon yang deringnya mengganggu konsentrasi gelombang alpha dzikir panjangku diatas sajadah empuk sederhana dikamar tidur.

Ah! Private number lagi… cobaan apa lagi ini yang datang tak henti-henti menerorku sejak dua hari berselang? Kenapa justru ditengah malam buta disaat saya sedang ‘senang-senangnya’ bersenandung lirih untuk-Nya?
“Marissa… apa khabarnya?,” kata suara laki-laki diseberang sana dengan nada semangat. “Masya Allah… saya senang sekali dengan tulisan kamu,” sambungnya lagi.

Saya terkesiap: “Ups, tulisan yang mana dan dimana, dan dengan siapa ini?” Saya memang perlu meyakinkan diri ini bahwa saya memang menulis bagus dan mendapatkan apresiasi. Karena pemberitaan diberbagai media terkait dengan langkah jihadku belakangan ini malah lebih banyak yang kontra produktif terhadap perjuangan itu daripada positifnya sendiri.

“Tapi,… maaf, dengan siapa ini saya bicara Pak?,” tanyaku ulang.“Masya Allah, tidak ingat suara saya? Ini lho saya yang suka duduk disamping kamu kalau di BKSAP-DPR RI (Badan Kerjasana Antar Parlemen), dan yang paling sering memarahi kamu kalau langkah dan ucapanmu di DPR RI kemarin kurang pada tempatnya. Kalau kamu kerja bagus saya selalu katakan bagus, namun kalau tidak bagus saya juga selalu mengatakan apa adanya ke kamu. Masih belum ingat?” sambung suara tersebut kembali.Saya malah menjawab dengan lirih: ”Maafkan saya Pak…saya tidak ingat, karena selama saya bekerja di DPR RI sebagai wakil rakyat saya sering kali dimarahi orang,” jawabku jujur apa adanya. Terdengar tawa renyah diseberang lautan sana sebagai respon atas jawabanku.

Ah, saya masih terus menerka-nerka siapa gerangan sang Bapak ini. Namun beliau langsung menyebut namanya dan saya merasa sangat surprise! “Saya Oom Fanny… Fanny Habibie, ayahnya Ade. Saya telpon dari Amsterdam, Belanda” jelas sang pemilik suara. Dan Bapak Fanny Habibie adalah Duta Besar Indonesia untuk negeri Belanda pada periode Presiden SBY ini.“Allahu Akbar! Saya sangat senang masih diingat oleh Oom Fanny,” jawabku. Sejak di DPR RI dulu, saya memang selalu memanggilnya Oom bukan Bapak. Karena anak beliau yang lulusan Fakultas Film dari Chicago School of Film adalah teman diskusi saya didalam pembuatan film beberapa saat sepulang saya dari Amerika Serikat. Istri beliau baru saja meniggal dunia dan dimakamkan dekat dengan mertua Shahnaz adikku – Bapak Ramadhan KH – di Pemakaman Tanah Kusir, Jaksel. Ibu Miriam binti Supardi yang dikasihi Allah yang telah lebih dahulu kembali kepangkuan-Nya, yang malam ini sengaja kukirimkan doa khusus untuknya.

***

Sejujurnya sebelum telpon tadi berdering, saya baru saja mengadukan kepada-Nya perihal ‘nasib’ ujian terbuka Doktorku dari IPB Bogor yang terus menerus molor karena masalah biaya. Dari 11 (sebelas) langkah menuju seorang PhD. Alhamdulillah saya telah melalui 10 (sepuluh) langkah. Satu langkah yang selama tiga bulan terakhir tidak maju-maju karena berbagai kendala ini dan itu.

Jarang ada yang percaya bahwa orang seperti saya lebih sering berkendala dengan dana terkait dengan pendidikan, karena tanggung jawab menuju akhirat kami terkait dengan pendidikan anak-anak asuh kami juga memakan biaya tidak kecil.

Singkat kata, pada akhirnya Oom Fanny menyatakan sangat senang dengan tulisanku terakhir di blogdetik.com ini yang berjudul “Tak Ada Dendam dan Tak Perlu Membalas.” Saya sangat surprise bahwa beliau begitu perhatiannya kepada tulisan sederhana ungkapan hati dicatatan harian terbuka ini. Namun saya juga sadar bahwa keluarga besar Habibie adalah keluarga intelektual yang dari dulu sudah sangat melek dunia ICT (Information Communication and technology) disaat sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum menyentuhnya.

Saya bercerita bahwa telpon Oom Fanny sebagai jawaban langsung dari Allah SWT ketika saya meminta jawaban ‘bantuan’ atas nasib ujian terbuka Doktorku yang sudah 4 (empat) bulan ini terkatung-katung. Sudah Doktor sih secara ‘ijab-kabul’, namun belum resmi karena belum ada muawiyah-nya (ramai-ramainya).

Saya bertanya terus kepada Oom Fanny, apa yang membuat beliau ter’ketuk hati’ untuk menelpon saya setelah saya tahu bahwa ketika beliau menelpon kenomor lama HP-ku tidak nyambung-nyambung. Lalu beliau secara berputar mencari nomor kontak saya melalui adik ibunya Gilang Ramadhan Bi’ Herna yang sesama Deplu dan pernah tinggal dan kerja di Belanda. Bi’ Herna kemudian bertanya ke Shahnaz. Setelah dapat, lalu kembali lagi menelpon balik Oom Fanny. Dan baru setelahnya tersambung kesaya. Oom Fanny mengatakan, kalau Allah sudah ingin menggerakkan hati seseorang walau jarah setengah perjalanan bumi dan terpisah ribuan mil samudra luas, kebaikan itu pasti akan bersegera datang.

Ya, Allahu Akbar! Saya teringat cerita The Al Chemist oleh Pablo Coelho, diceritakan bila kita meminta dengan hati bening kepada-Nya, maka seluruh isi dunia akan membantu sang peminta untuk mendapatkan apa yang didoakannya.

Oom Fanny spontan menyatakan ada dana halalnya yang harus dikeluarkan, dan itu akan diberikan langsung kerekening saya di BRI Senin besok ini. Dan masya Allah… jumlahnya persis seperti yang saya butuhkan yang saya pintakan kepada-Nya sampai dengan diwisuda bulan February 2009 nanti. Beliau hanya meminta jaminan kelulusan saya menjadi Doktor resmi sebelum tahun baru 2009.

Allahu Akbar! Jazakumullah khoir… Oom Fanny Habibie Kekasih Allah. Beliau yang juga sedang berduka karena kehilangan istri tercintanya, masih sempat memikirkan orang lain yang bukan siapa-siapanya ini dan mendoakan kesuksesan studi saya. Saya lalu meminta nama lengkap almarhumah istri beliau. Nama Ibu Miriam binti Supardi kemudian kukirimi doa paling dalam untuk ketenangan, kesejukan dialam kuburnya, dan menunggu saat tepat suatu masa nanti bersama-sama suaminya menuju Sang Kekasih Abadi dalam kondisi segalanya hanya yang terbaik dimata-Nya.

Didalam QS Ali Imran ayat 31 Allah SWT berfirman, dikatakan: “ Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikuti Aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyang.”

Allahu Akbar Oom Fanny… njenengan datang dikirim Allah untuk menjawab doa panjang saya kepada-Nya… Salam kasih saya buat Mas Ade dan istri manisnya yang pernah main di filmnya Mbak Nia Dinata, dan cium sayangku buat sang cucu mungil dirumah KBRI di Wassenar, Amsterdam sana. Sudah masuk musim dingin kelihatannya ya? Jaga kesehatan Oom, jangan lupa ’mencuri’ waktu untuk tetap cukup beristirahat. Indonesia membutuhkan anda, juga keluarga besar Habibie yang lain para Kekasih Allah. Mas Adrie Subono sedang sering bersama Ikang dirumahnya, dari pengajian bareng Aa’ Gym dan lainnya sampai bicara soal konsert musik bareng.Kami bangga dengan keluarga besar Habibie. Sesuai dengan makna nama tersebut didalam Bahasa Arab yang artinya Kekasih. Ya, Kekasih Allah… insya Allah demikian ya Oom Fanny.

Jazakumullah khoir sekali lagi atas kebaikan hatinya. Sukses selalu ditempat kerja di KBRI Kerajaan Belanda ya Oom? Dan insya Allah membawa nama bangsa kita kearah kerjasama bilateral yang lebih harum lagi.

We trust you…

God bless you!

Read more!