|
|
|
|
|
|

Sunday 26 April 2009

Semangat Kuliah Sinyo Sarundayang: Marissa Haque

Terakhir jumpa Bapak Sinyo Sarundayang Gubernur Sulawesi Utara terpilih adalah saat saya berada dikota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Disaat mana saya dan beberapa kader PPP termasuk juga Gerindra (walau sudah di PPP saat itu saya masih dirayu habis-habisan untuk pindah partai ke Gerindra oleh salah atu ketuanya di Kalsel dengan ‘mas kawin’ yang menurut ukuran saya saat itu ‘maut’) – sedang dinner di Coffe Shop Hotel Rattan Inn bersama Bapak Rudi Arifin Gubernur Kalimantan Selatan. Saat itu seingat saya kami habis melakukan kegiatan partai PPP untuk sosialisasi dan konsolidasi menuju Pileg 2009 – sekitar kurang lebih diakhir tahun 2008 lalulah. Tak banyak yang berubah dari Bapak Gubernur yang satu ini, dengan suara sopan bariton selalu menyapa siapapun juga yang dikenalnya walau itu ditempat umum seperti pagi tadi.

Jumpa di Bapenas

Merasa suprise atas kehadiran seorang Gubernur diranah akademik formal Bapenas, saya mencoba menegur beliau dengan sapaan akrab karena menang secara personal saya mengenalnya baik saat di PDIP dulu: “Hi… Pak Sinyo mau sekolah lagi nih seperti Pak Fadel Mohammad?” sapaku berakrab ria – Gubernur Gorontalo salah seorang kawan baik Ikang dan saya tersebut adalah tetangganya di Provinsi sebelah kanan Sulut pasca pemekaran wilayah diera Presiden Megawati saat lalu. Jawaban Pak Sinyo sudah dapat ditebak bahwa beliau memang ingin melanjutkan kuliah lagi, karea hanya mempunyai bidang keilmuan administrasi pemerintahan daerah jenjang S2 semata tidak dirasakan cukup/mumpuni. Dengan kesadaran penuh yang bersangkutan merasa perlu kembali kejenjang bangku sekolah untuk menambah kualitas kognisinya melalui program S3 di Kebijakan Publik UGM (Universitas Gajah Mada) salah satu respectable university yang menelurkan kedoktoran Dr. Akbar Tanjung (Golkar) dan Dr. Fadel Mohammad (Golkar). Memang agak jarang kader elit partai lain semacam PDIP partai lamaku dan PPP partaiku kini yang berpikiran bahwa wajib para kader semuanya tanpa terkecuali bilamana luas rezeki, waktu, dan usia untuk memiliki keinginan menambah kapasitas diri melalui bangku pendidikan formal.

Yah, inilah tantangan partai untuk dapat bertahan dimasa yang akan datang – investasi kader bekualitas yang memiliki standar kelulusan kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Allahu Akbar! Terharu hati ini mendengar pengakuan jujur dari seorang Gubernur asal PDIP dengan track record positif ini. Ada catatan dalam kepalaku terkait obrolan ringan pagi hari tadi yaitu ketika beliau dengan serius menanyakan persoalan gugatan ‘dugaan’ ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 lalu dan urusan Keppres yang dibuat Presiden atas pelantikan Atut dan Masduki awal tahun 2007 lalu, saya hanya menjawabnya dengan sepotong senyum penuh arti!

Masya Allaaaah… pagi-pagi di Bapenas sudah ngomongin si Atut, duh! Atut lagiii… Atut lagiii… ndak ada habis-habisnya memang perempuan cantik yang namanya Ratu Atut Chosiyah itu. Lihatlah wajahnya yang ayu didalam gambar-gambar dibawah ini. Atut memang cantik, namun sayaaaang… Yah, sayang ijazah SE (Sarjana Ekonomi)-nya diduga hanya diselesaikan dalam 8 (delapan) bulan semata. Yaitu masuk di FE Universitas Borobudur, Jakarta Timur pada Jurursan Menejemen pada September 2003 dan lulus mendapatkan sarjana penuh SE pada bulan Mei 2004! Sehingga jelas, dugaan kami-kami di Provinsi Banten bahwa proses Atut mendapatkan Sarjana Ekonominya dari FE Unbor diduga merupakan upaya kriminal/delik pidana pendidikan! Innalillahi wa innailahi rojiuuunn…

Ketika saya didesak untuk menjawab pertanyaan tadi dan beliau tahu saya malas untuk menjawabnya, maka pada pertanyaan dengan isi sama pada kali keduanya kemudian saya jawab: “Bapakku Gubernur Sulut yang baik hati…, sejauh Pak JK (Wapres) ‘diduga’ masih ada didepan-belakang-atas-dan bawah Atut sekeluarga dan melindungi kroni mereka dengan dalih demi nama besar partai mereka, maka saya harus sabar menunggu untuk terus menuntut Atut selama 20 (dua puluh) tahun lamanya – delik pidana baru akan nafi/selesai/kadaluwarsa setelah melewati dua puluh tahun! Dugaan delik pidana ini seperti yang pernah kita sepakati disaat dinner bersama di Banjarmasin terakhir kali adalah jenis ABUSE OF POWER atau DETOURMENT DE POUVIER alias korupsi birokrasi dengan penyalahgunaan jabatan. Sepuluh tahun reformasi mereka-mereka yang diduga pro status quo/Rezim Orba (Orde Baru) masih sangat berkuasa walau dengan dalih sebagian dari mereka sudah ‘berganti warna baju’ seolah-olah ikutan dalam arus reformasi dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir ini. “Hapunten Pak Sinyo Bapakku… mohon diingat-ingat cerita-cerita kita kemarin itu ‘yang ringan dan lucu’ tentang Nicollo Machiavelli dalam Il Principe.

Kok ya sama ya? Rentang waktunya sama 10 (sepuluh) tahun, dan kondisi reformasi seolah-olahnya juga mirip. Hanya di Italia saat itu benturan terjadi diantara kaum borjuis dan proletar, kita di Indonesia benturan terjadi antara kaum Orba dan kroninya versus kami-kami kaum reformis.”

Keluarga kami – Ikang Fawzi dan saya Marissa Haque – belakangan ini terus berada dalam tekanan keluarga Atut. ‘Diduga’ tekanan dikirim dari Bapaknya yang bernama Tb. Chasan Sochib sampai dengan anaknya Andika Hazrumy calon DPD maupun salah seorang istri kroni inti Atut di Kabupaten Pandeglang, Banten Irna Dimyati (istri Bupati Pandeglang, Banten).
  • Pengalaman Marissa Haque:
    Masih ingat dalam benakku disaat saya baru bergabung dengan PPP dan mengisi formulir pendaftaran wlayah adminsitratif/lokasi untuk pemilihan legislatif 2009. Setiap kader boleh mengajukan 3 (tiga) lokasi dan wilayah. Maka dengan spontan saya menuliskan pada urutan pertama tempat dimana rumah asli saya berada yaitu di Kota Tangerang Selatan (Bintaro), menyusul kedua di Kota Surabaya karena kampung asal Ibu saya dan masih banyak baraya/dulur saya di Jawa Timur khususnya yang menjadi korban lumpur Lapindo!, dan baru wilauyah terakhir di Jawa Barat/Kota Bandung ataut Kabupaten Bandung. Pilihan terakhir ini dengan pertimbangan bahwa saya cukup mengenal baik wilayah dan masyarakat Jabar 1 tersebut. Namun bagaimana saya dapat memperoleh posisi pada wilayah Jabar 1 padahal justru itu menjadi pilihan ketiga? Disinilah kunci rahasianya:
    1. Penolakan pertama dari Dapil Banten 2, karena ‘DIDUGA’ telah ada kesepakatan dari Atut dan keluarganya agar apapun yang terjadi Marissa Haque dilarang ‘mengacak-acak’ Provinsi Banten – walau sekalipun rumahnya terletak di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Alasan diplomatis mereka adalah bahwa dapil tersebut merupakan wilayah binaan Pak Sekjen PPP sehingga sebagai pendatang baru saya dianggap TIDAK ETIS bila memaksakan kehendak untuk berjuang diwilayah yang sama! Saya dapat menerima alasan diplomatis tersebut, dan mengalah;
    2. Penolakan untuk Dapil Jatim 1, karena dianggap wilayah tersebut adalah wilayah garapan para Kyai, Sesepuh, dan tokoh alim serta ulama. Sehingga saya dianggap mengkooptasi wilayah captive market mereka. Walaupun pada akhirnya saya baru tahu belakangan bahwa Dapil Jatim 1 tersebut ternyata jauh-jauh hari oleh PPP sudah dijanjikan kepada Ratih Sanggarwaty kawan baikku mantan super model Indonesia. Saya dapat menerima alasan ini, dan mengalah;
    3. Nah,… setelah pilihan terakhir ini Dapil Jabar 1 diberikan kepada saya, menurut info dari ‘orang dalam PPP’ yang pro kepada saya bahwa ada yang luar biasa ‘panik’/kelabakan, dan berupaya terus agar kehadiran saya di PPP menjadi nafi dan menghasilkan KEGAGALAN! Barangkali para pembaca blog-ku yang setia masih ingat bagaimana saya berupaya mati-matian agar memperoleh kembali pada posisi nomor satu yang telah dijanjikan oleh Ketum PPP pada saya disaat saya masuk menjadi kader PPP. Kenapa reaksi saya seperti itu? Barangkali inilah jawaban resmi dari saya, karena saya telah mengalami ratusan bahkan ribuan ‘dugaan’ pendzoliman kroni Atut agar saya terus-menerus gagal dalam berpolitik. Karena disaat masih berlaku sistem nomor urut, dengan posisi saya dinomor 2 untuk Dapil Jabar 1 kemungkinan besar pasti akan gagal, karena PPP tidak laku untuk wilayah perkotaan besar berisi kampus-kampus. Namun diujung kepasrahan total melalui puluhan doa rintihanku setiap 2/3 malam saat itu, Allah SWT mengatakan lain bagi perjuanganku. Kekasih Allah Prof. Dr. Mahfud MD, SH Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru memberikan harapan dan pencerahan bagi berlakunya sistem suara terbanyak. Masalah nanti saya akan berhasil atau tidak didalam Pileg 2009 ini, saya pikir itu perjalanan takdir lainnya lagi bagi dalam jihad melalui politik di DPR RI saya kedepannya. Dengan catatan, tentuuuu… kalauuuu… berhasil lolos ditengah centang-perenang kisruh pidana pemilu Pileg 2009 yang teramat-sangat-kelewat kotor ini!
  • Pengalaman Ikang Fawzi:
    Tentu agak beda kalau saya harus bercerita mengatasnamakan Ikang Fawzi suamiku. Namun saya hanya sekedar memberikan gambaran terkait apa yang dialaminya didapil Banten 1 yang meliputi Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Banten. Karena suamiku adalah penyanyi rock yang dikenal dikampung halamannya, maka agak mudah serta murah-meriah upaya sosialisasi yang dilakukannya. Hal ini mengkhawatirkan ‘yang diduga’ kroni dari Atut dan keluarg besarnya. Karena keluarga kami bukan koruptor dan dana halal kami – walau kami tidak miskin – hanya sekedarnya saja, setiap selesai Ikang sosialisasi kesuatu daerah langsung serombongan ‘yang diduga’ orang-orang Atut dari Lebak dan Pandeglang yang ‘MENGHAPUS’ jejak sosialisasi suamiku disana. Caranya dengan saweran dana yang ‘diduga’ dari BLT nya Depsos melalui Dinas Sosial dari kedua kabupaten tersebut diatas. Termasuk mengancam Ikang Fawzi suamiku dengan golok segala di Kabupaten Pandeglang karena suamiku bukan NU, dan orang tersebut mengaku seorang Kyai yang disuruh oleh Ibu Bupati Pandeglang! Benar-benar tidak masuk diakal, bayangkan diazaman seperti sekarang ini masih ada tindakan kriminal uncivilized seperti itu! Saya sempat panik begitu mendengar berita tersebut dari supir pribadi Ikang, dan bersegera melaporkannya kepada Ketua NU Jabar untuk meminta pertolongan. Juga meng-sms asisten Gus Dur di PB NU agar menegur ‘orang gila’ tersebut yang mengaku sebagai seorang Kyai NU asal Pandeglang! Alhamdulillah-nya, saya masih keponakan jauh Gus Dur dari pihak Ibu.

    Beberapa pelanggara pemilu yang telah disemprit oleh Panwaslu di Provinsi Banten dapat di-browsing melalui google.com pada internet dengan cara mengetik nama-nama mereka yang telah disebut dalam cerita blog-ku kali ini. Namun apakah pemerintah kita yang dipimpin Pak SBY menindaklanjuti semua delik pidana pelanggaran pemilu ini? Saya tidak berselera menceritakannya kali ini karena disetiap koran, internet, maupun radio dan televisi telah ‘mengenyangkan’ kita semua dengan ratusan berita pelanggaran pidana berkelanjutan dari seluruh wilauah Indonesia yang ’diduga’ DIBIARKAN oleh pemerintah sekarang ini DEMI MENJAGA STABILITAS dan PENGAMAN para STATUS QUO semata!
Masya Allah, saya tadi sampai lupa menanyakan apakah Pak Sinyo Sarundayang tadi ujian mampu/berhasil baik dan percaya dirikah untuk dapat langsung menembus UGM pada program S3 nya? Semoga saja ya kita doakan bersama. Karena seorang Gubernur baik seperti beliau dengan semangat tinggi untuk kembali kuliah melalui proses berkuliah yang baik dan benar wajib kita dukung adanya. Yang jelas adalah bahwa Gubernur Sulut is the best, karena beliau menghargai sebuah PROSES pendidikan yang seharusnya, beliau tidak bersedia melakukan upaya short cut dengan menggunakan jasa calo ijazah aspal (asli tapi palsu) hanya sekedar demi gengsi mengikuti Pilkada. Yah, semacam Pilkada di Banten 2006 yang lalu lah!

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

***

No comments:

Post a Comment