|
|
|
|
|
|

Tuesday 26 August 2008

Selebriti Menjawab Tantangan Zaman

Dalam kisah saya ini walau mungkin sedikit sudah agak ‘basi’,

saya ingin berbagi dengan saudara-saudariku setanah air sebuah tulisanku yang dimuat oleh

sahabatku Achmad Subechi yang kini menjadi Pemred di grup Kompas-Gramedia di Balikpapan, Kaltim, pada

rubrik Kolom Marissa tertanggal: Selasa, 26 Agustus 2008 | 14:38 WIB

Selebriti Menjawab Tantangan Zaman

BERBAGAI media masa Indonesia belakangan ini dipenuhsesaki oleh hiruk-pikuk sejumlah besar pesohor Indonesia memasuki pencalegan menuju kursi Wakil Rakyat 2009 di DPR RI maupun DPRD tingkat satu atau dua. Sikap pro maupun kontra mewarnai aktivitas ini, dari yang setuju sampai dengan yang sama sekali benar-benar tidak setuju. Atas kejadian tersebut, kelihatannya sebagai anak bangsa dari sebuah negeri yang dikatakan sebagai negara demokrasi prosedural, hendaknya kita semua tanpa terkecuali berendah hati dengan kepala dingin saling introspeksi diri dengan melakukan muhasabah, murakobah, serta ber-tabbayun satu dengan lainnya.

***

Tulisan sederhana yang merupakan wakil dari sebagian ekspresi masyarakat umum ini, semoga dapat menjadi pencerahan bagi kita semua tanpa terkecuali. Karena menari tango selalunya terdiri dari dua orang. Cover both side stories, demikianlah kira-kira. Sebuah wawancara secara random (acak) yang saya umpankan, memberikan beragam ekspresi jujur tanpa beban yang mengemuka secara spontan. Diharapkan hasil yang muncul ini dapatlah mewakili kepedihan hati sebagian dari kami para selebriti film dan televisi yang telah secara serius mempersiapkan diri dengan menyempurnakan kapasitas diri melalui pendidikan formal dan informal, mengasah diri dalam berbagai organisasi sosial-politik, serta uji identitas diri lainnya.Keinginan untuk di-wongke secara adil dan setara dengan para politisi senior lainnya menjadi keprihatinan sebagian besar dari kami. Karena sejujurnya sebagian oknum politisi senior telah terbukti terlibat didalam beberapa kasus besar korupsi ditanah air.

Bahkan gambar meraka bermunculan silih berganti diberagam media Indonesia. Sementara para aktor-aktris yang telah terlebih dulu masuk di Senayan, alhamdulillah bersih dari aktivitas korupsi yang memalukan bangsa. Kalaupun ada yang sempat satu-dua muncul dimedia, itu karena para suami mereka yang melakukan korupsi. Bukanlah sang artis yang bersangkutan yang melakukannya.

Karenanya tak heran saat pertanyaan balik diekspresikan para responden kepada saya. Antara lain sebagai berikut: ”Apa yang salah dengan para artis menjadi politisi?”, “Wong selama ini juga banyak politisi mendadak jadi artis.” Atau mengartiskan diri. “Lihatlah bagaimana teknik para politisi senior tersebut mulai Menjadi penyanyi dadakanlah, pembaca puisi dadakanlah, photo model dadakanlah, pembaca berita dadakanlah, penyiar radio dadakanlah, dan lain sebagainya.” “Katanya Indonesia negara demokrasi, kok diskriminatif sekali ya?” “Memangnya para pengamat politik itu sudah berbuat karya nyata apa sih buat Indonesia selain menjadi pengamat semata?” Bahkan: “Lha, wong Presiden-ne juga mendadak rekaman lagu, jadi yo podo ngartise.” Demikianlah kurang-lebih kalimat-kalimat yang muncul dalam wawancara sederhana yang saya umpankan kepada mereka.Sejujurnya, sebenarnya sudah sangat lama saya merasa terganggu disaat media tv, radio, internet bahkan cetak menyebutkan sepotong kata ‘artis’ yang merujuk kepada kami para aktor-aktris film serta sintron. Padahal menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan ejaan yang baik dan benar yang telah disempurnakan oleh Prof. Yus Badudu dan Prof. Anton Moeliono – para Guru Besar Bahasa Indonesia – kata artis merupakan sepengal kata serapan dari bahasa Inggris atas artist (pekerja seni). Kata ini merujuk kepada para pekerja seni dari seluruh bidang kesenian. Antara lain; pelukis, penari, pemahat, penyair, pemain teater, penyayi, dan pemain film serta pemain sinetron. Maka kesalahkapahaman kita selama ini, yang didalam Ilmu Keberbahasaan / Linguistics disebut hiper-corrections.

Besar harapan saya, dengan segala kerendahan hati melalui tulisan sederhana ini semoga menjadi pencerahan bagi kita semua adanya. Khususnya dikala rasa keadilan anda terganggu atas berbondong-bondongnya kehadiran para selebriti-politisi dadakan didalam upaya pencalegkan diri menuju kursi Wakil Rakyat 2009. Mari kita periksa apa-siapa para aktor-aktris DPR RI pada periode 2004-9. Tercatat ada lima pesohor yang berhasil masuk di Senayan. Kenapa pesohor saya pakai? Karena ada yang bukan aktor-aktris yang sebenarnya, namun karena kisah percintaannya dengan sang aktor, maka ia didaulat media infotainment sebagai ’artis.’ Lima pesohor yang masuk terdiri dari tiga pria dan dua perempuan: Adjie Massaid, Dede Yusuf, Qomar, Angelina Sondakh, dan saya Marissa Haque.Sejujurnya juga, hanya empat dari kami berlima yang sesungguhnya aktor-aktris. Angelina Sondakh adalah Putri Indonesia. Tiga artis kondang Nurul Arifin, Puput Novel (keduanya dari Partai Golkar) dan Rieke Pitaloka (Wasekjen PKB versi Gus Dur) belum beruntung memasuki Senayan. Ketiganya terpental bukan karena sekedar nomor urut yang tidak strategis, namun juga karena kesalahan membaca wilayah basis masa pendukung partainya (konstituen) di wilayah Dapil (daerah Pemilihan) masing-masing. Karena Rieke Pitaloka dari PKB berada dalam nomor urut 1 di Dapilnya yang lalu. Seorang Qomar yang pelawak (dari Partai Demokrat) lebih sering dianggap sedang melawak pada saat ia ingin serius menunjukkan dedikasinya. Sebagai contoh disaat ia dengan keihklasan luar biasa memberikan tiga bulan penuh gajinya kepada seorang guru SMP didaerah Melawai, Kebayoran Baru saat sang guru didzolimi penguasa lokal. Kejadian tersebut membubuhkan kesan positif terdalam dihati saya.

Dan saya yakini juga masyarakat penonton infotainment diseluruh Indonesia. Begitu juga dengan Dede Yusuf dan Adjie Massaid, berbagai aktivitas sosial mereka lakukan baik secara diam-diam maupun dengan publikasi media. Angelina Sondakh sendiri dengan seluruh energi luar biasanya melakukan belasan langkah signifikan dalam pelestarian lingkungan hidup Indonesia. Saya pribadi, telah melakukan kerja plus-plus atas kerja pengawasan dengan memakai media audio-visual tanpa gaji tambahan dari negara.Semoga pembaca masih yang ingat bagaimana ditahun pertama saya sebagai anggota Komisi VIII yang membawahi bidang Perempuan, Agama, dan Sosial, termasuk salah seorang anggota dewan yang terpilih untuk dikirim ke Saudi Arabia guna mengungkap Kejahatan Mafia Perhajian

Pengawasan Haji 2005 yang saya lakukan bersama tim pemantau Haji 2005, berdampak atas digiringnya mantan Menteri Agama Prof. Dr. KH. Said Agil kepenjara atas tuduhan penyalahgunaan Dana Abadi Ummat. Tahun kedua saya dipindah Fraksi PDI Perjuangan ke Komisi 4 yang membawahi bidang Kehutanan, Perikanan, Pertanian & Bulog sesuai kopetensi saya yang mahasiswi Program Doktor Jurusan PSL-IPB (Pengelolaan Sumberdaya Alam & Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor).

Kita semua tahu bahwa disaat tersebut mantan Menteri Perikanan dan Ketua Bulog tergiring pula kepenjara. Bahkan ketika saya bersikukuh tidak bersedia mendukung seorang kader partai lain yang didukung PDIP dengan alasan dugaan ijazah aspal (asli tapi palsu) dan terdapatnya laporan BPK selama 2 semester berturut-turut (2005-2006) diduga korupsi, untuk menjadi Cagub Banten dalam Pilkada Banten 2006. Bahkan sayapun tidak bersedia mengundurkan diri ketika diancam pecat sebagai anggota dewan. Alasan saya kepada oknum elit PDIP saat itu karena tidak ada dalam filosofi hidup saya mengundurkan diri dari tanggung jawab yang disumpah dibawah Al Quran. Kalau mau silahkan pecat jawab saya saat itu.

Karena kedepannya dengan saya dipecat partai akan menjadi jelas bagi saya untuk menjelaskannya kembali kepada konstituen saya dari Dapil Jabar 2 (Kabupaten Bandung, Jabar). Dan bukanlah semata karena ingin menjadi Wakil Gubernur Banten niatan saya kemarin ikut dalam Pilkada 2006 itu. Melainkan, semata berjihad di Propinsi Banten untuk menjujurkan keadilan serta membingkai politik disana dengan hukum. Oleh karenanya saya tidak berkecil hati saat kehilangan kursi empuk DPR RI pada Januari 2007.

Sedihkah saya disaat kehilangan jabatan dan kursi empuk DPR RI? Sejujurnya ya, saat itu saya memang sedikit terluka. Terluka karena saya sangat mencintai Ibu Politik pertama saya Megawati Soekarnoputri dan PDIP sebagai partai. Namun kesadaran cepat datang. Menyadari bahwa dengan segala kelebihan sekaligus kelemahannya, Ketua Umum PDIP hanyalah manusia biasa seperti kita semua. Keikhlasan memaafkan Megawati, membuat luka dihati saya cepat sembuhnya. Namun bukan berarti saya berhenti untuk terus berjuang di Banten untuk menjujurkan keadilan serta membingkai politik dengan hukum.

Bahkan alhamdulilllah, hari ini saya dapat tersenyum lepas ketika menyadari bahwa Allah SWT adalah Maha ’Bercanda.’ Allah SWT telah menyelamatkan saya dari bencana dipermalukan pada Komisi 4 DPR RI. Karena kita semua faham bahwa hari ini mantan Ketua Komisi 4 dan 2 orang mantan anggota Komisi 4 berada didalam penjara KPK.Termasuk juga beberapa oknum anggota Komisi 4 dari berbagai macam latar belakang partai yang masih aktif, mereka masah terus bermasalah dengan KPK. Tentulah, sisa dari anggota komisi 4 yang tadinya berjumlah 50 orang tentu hari-harinya belakangan ini sedang tidak nyaman berada dikursi empuk DPR RI. Karena boleh dikatakan bahwa seluruh langkah kegiatan politik mereka sedang dalam pengawasan KPK. Bahkan termasuk seluruh pembicaraan melalui telpon genggam mereka. Beruntung saya sebagai selebriti sudah tidak berada disana. Dapat dibayangkan bagaimana media infotainment akan membuat sang selebriti menjadi bulan-bulanan mereka?

Selepas dari DPR RI dan selama kurang-lebih setahun tidak berpartai, saya masih tetap dengan perjuangan menjujurkan keadilan serta membingkai politik dengan hukum. Gugatan Penyelundupan Hukum Pilkada Banten terus saya kerjakan di 2 peradilan – umum dan TUN (Tata Usaha Negara).

Sekali lagi tentunya dengan segala kerendahan hati, saya sang ’artis’ yang bukan siapa-siapa serta belum berhasil menjadi seorang negarawati ini, paling tidak mau dan mampu berjanji kepada rakyat pemilih / konstituen baik di Dapil saya maupun diseluruh Indonesia untuk tetap hanif dan istiqomah didalam perjuangan menjujurkan keadilan serta membingkai politik dengan hukum. Insya Allah selama hayat dikandung badan.

Semoga semangat ini dapat menular kepada teman-teman selebriti yunior lain kedepannya. Bismillah, dimulai dengan langkah kanan, positive thinking!

Salam kasih…

Read more!