|
|
|
|
|
|

Sunday 14 December 2008

Fathu Makkah untuk Kasus Banten

(Bercermin Cara Rasulullah Muhammad SAW)
Bahagia rasanya berkawan akrab dengan para penggiat masjid Salman di ITB dan sebagian besar keluarga besar Parmusi (Persatuan Muslimin Indonesia)/PPP di Jawa Barat.


***


Saya sebagai seorang muslimah yang lahir sebagai Islam namun tidak pernah dibesarkan dipesantren, walau secara keturunan dari pihak ibu berdarah NU tulen, dan cicit dari Kyai Kholil Bangkalan, Madura dan Pangeran Benowo, sebagai sosok produk metropolitan saya merasa masih ada ruang ’kosong keislaman’ yang harus segera diisi dalam tempo singkat sebelum ajal datang mendahului. Beberapa saat yang lalu malam hari sembari minum es moccacino distasiun/pangkalan Travel Cipaganti kota Bandung bersama Menik asistenku dan Pak Suwardi Bapak PPP-ku, adalah Mas Harry Maksoem saudara Islam-ku seorang wartawan ekonomi syariah sebuah koran Islam di Jakarta-Bandung bercerita mengenai periode Fathu Makkah Rasulullah Muhammad SAW. Sebuah periode dimana Rasulullah berdiplomasi dengan approach dan metodologi yang sangat khas terkait dengan kondisi diri beliau dan kelompoknya yang teraliansi serta termajinlaisasikan diantara dominasi masyarakat Mekkah jahiliyah saat itu. Periode tersebut adalah periode sebelum kisah gemilang Rasulullah di Madinah al Munawaroh belum tiba.

Mas Harry merasa concern dengan perjuangan/jihad saya di Banten terkait dengan ditemukannya 112 (seratus dua belas) alat bukti (NOVUMs) dugaan ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, namun saya justru yang mendapat tekanan dari sana sini – baik dari pihak oknum POLRI sampai dengan keputussan Hakim PN Tangerang yang sangat aneh bin ajaib dimana pidana dijadikan perdata — terjadi pemutarbalikan fakta lapangan didalamnya oleh tangan-tangan pengikut aliran ’Keuangan yang Maha Kuasa.’

***


Yaumul Marhamah dari kisah saya kali ini adalah bagaimana kita mampu bersikap tidak memusuhi walaupun dimusuhi. Kemenangan untuk tidak membenci orang yang memerangi kita dengan jalan dzolim dan munkar. Bila terpaksa membela diri karena kita memiliki argumen kebenaran, dan terpaksa meladeni peperangan-bela diri-atau persaingan, namun menurut Cak Nun (2008) didalam bukunya ”Jejak Tinju Pak Kyai” memang dilakukan karena ’dipaksa’ oleh sebab TIDAK DIBERI FORMULA DIALEKTIKA YANG LAIN. Sehingga ketika kita melakukannya kita menyadari sepenuhnya bahwa segalanya dilaksanakan dalam koridor kasih sayang kemanusiaan dan kemakhlukan belaka. Tidak lebih! Kalau perjuangan belum berhasil, kita harus menyadari baru berapa lama kita memulai upaya perjuangan tersebut. Karena Rasulullah Muhammad SAW melakukannya di Mekkah selama masa 13 (tiga belas) tahun. Tiga belas tahun masa ’injury time’ dimana ketidakfahaman publik, sinisme massal, fitnah serta pemutarbalikan fakta, dan lain sebagainya. Namun, berkat keimanan serta kesabaran yang tawadlu dimasa-masa sulit itu, didapatkan bonus dari masa perjuangan lama tersebut. yaitu 180 (seratus delapan puluh) sahabat sejati dalam iman Islam berkualitas mumpuni. Mereka adalah para pecinta Allah sejati yang maju mempertaruhkan segalanya untuk kebenaran Allah SWT – God’s Law. Nah saya kan baru berjuang selama 2 (dua) tahun belaka? Namun bila menghitung lama masa setelah periode reformasi, maka tinggal ditambah 9 (sembilan) tahun saja lagi. Itulah perjuangan menegakkan harga diri negara Indonesia berbasis Hukum Positif yang konstitusional yang sampai dengan hari ini belum sempurna kita capai kecuali hukum semu prosedural belaka.

***


Ketika Rasulullah pada akhirnya menang dalam perjuangannya, terkait dengan konteks kekinian Indonesia (exizting condition,) kita kaum beriman diajarkan oleh Rasulullah untuk tidak menikmati secara berlebihan apalagi merayakannya. Karena sejatinya, didalam Islam kemenangan adalah mengalahkan diri sendiri. Maka ia tak disebut Yaumul Fath, atau hari kemenangan namun hari kasih sayang karena bukan kemenangan atas kekalahan musuh atau kelompok musuh. Peristiwa Fathu Makkah diabadikan Allah SWT didalam QS Al-Fath, perkenan dan proklamasi kemenangan fathan mubina, kemenangan sangat nyata. Didalam proklamasi disana dipaparkanka usulan pemaafan atas dosa-dosa para pejuang murni, dosa lalu maupun pada masa kiki, klausula penyempurnaan ni’mat, termasuk klausula pertolongan besar allah SWT atas masalah mereka semua saat itu.

***

Saya Marissa Haque Fawzi bukan siapa-siapa, dan tidak ingin menjadi yang lain kecuali menjadi Kekasih-Nya semata. Sembari menjalankan peran sebagai istri dari Ikang Fawzi dan Ibu dari Bella dan Kiki yang semakin beranjak dewasa, saya mensyukuri setiap jengkal titipan Allah didalam kehidupan sementara saya didunia ini. Batas usia Rasulullah adalah 63 tahun. Ibuku asal Madura, Jawa Timur (almarhumah) meninggal diusia 53 tahun, Ibu Ikang asal Lebak, Banten (almarhumah) meninggal diusia 54 tahun. Hari ini saya sudah berusia 46 tahun. Apabila memakai ratio usia hidup para perempuan didalam keluar Ikang-saya, maka jejak langkah saya didunia tinggal 7 – 8 tahunan lagi. Sebagai manusia yang mempunyai kebiasaan menghitung-hitung, maka dalam sisa usia yang seperti itu berapa banyak lagi pahala yang dapat kita kumpulkan untuk membasuh seluruh dosa-dosa yang telah kita perbuat dimasa lalu baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja? Mampukah disisa hidup kita tersebut kita tetap hidup dengan keihklasan tinggi agar siklus keberkahan selalu ada bersama kita? Walau sebaik-baik kita berupaya tidak perlu kita pikirkan apakah kita akan mendapatkan pahala besar-kecil-atau bahkan tidak berpahala sama sekali. Asalkan Allah SWT ridho kepada kita, langkah kanan kita insya Allah akan terkayuh selamat menuju ujung jembatan sirotholmustaqin. Amiiin….

***

No comments:

Post a Comment