|
|
|
|
|
|

Wednesday 10 June 2009

Mengingat Kematian: Marissa Haque

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Meninggal dunia adalah takdir setiap manusia tanpa terkecuali. Termasuk saya, Papa dan Mamaku tercinta, Oma dan Opaku terkasih, serta Ibu Mertuaku tersayang… juga kelak Suamiku, serta anak-anakku, calon mantu-mantuku, calon cucu-cucuku, dan seterusnya. Terpekur aku didepan makam keluarga di Pemakaman Karet, Jakarta pusat. Betapa semakin kusadari hidup yang kita jalani ini sangatlah singkat adanya. Bagaimana kita membuatnya terisi penuh dengan hidup bertanggung jawab dengan kualitas tinggi dimata-Nya semata. Mamaku R.Ay. Mieke Soeharijah meninggal pada usia 54 tahun, Ibu (Ratu) Setia Nurul Muliawati meninggal dunia pada usia 53 tahun, dan hari ini saya telah berusia 46 tahun… menjelang 47 tahun. Bila diasumsikan ambang batas usiaku didunia seperti Mama dan Ibu Yuya, maka sisa hidupku tinggalah sekitar 6-7 tahun lagi. Maka sudah cukup berbuat banyakkah diri ini kepada hidup dan kehidupan yang telah dititipkan-Nya untukku selama ini? Cukupkan iman dan Islamku selama ini? Sudahkan aku masuk kedalam jajaran Kekasih-Nya serta termasuk golongan ummat yang paling bertaqwa? Menyadari puluhan bahkan mungkin ratusan dosa-dosa yang telah secara sadar maupun tidak sadar aku lakukan selama ini, betapa takutnya menghadapi ujung hari kita didunia menuju kehidupan sesungguhnya kelak di’sana’? Ya Rob… ya Allah… fabbi ayyi ala’I Robbi kumma tukazzibaan… ni’mat mana lagi yang hendak engkau dustakan hai manusia?


Mama dan Papaku tercinta dimakamkan pada satu lubang yang sama. Cinta mereka abadi selamanya, itulah sumpah setia mereka untuk sehidup dan semati dalam suka dan duka, didunia serta diakhirat. Keabadian cinta mereka rupanya menurun dari Opa dan Omaku dari pihak Papa. Oma Charlotte Louis Poittier adalah Ibu dari Ayahku, terlahir sebagai seorang perempuan Belanda-Perancis dari garis penginjil soleh Kristen Katolik - menjadi seorang Catholic Nun sebelum di tahbis (di-bai’at). Sehingga masih memungkinkan ‘boleh’ jatuh cinta pada pria India tampan yang kebetulan beragama Islam. Omaku saat itu mendapat tugas/misi dari kelompok penginjilnya untuk wilayah Jawa Timur dengan basis di kota Surabaya.

Kakek India-ku bernama Siraj Ul Haque, seorang politisi sekaligus akuntan dari Konjen India untuk Surabaya, Jawa Timur yang berasal dari kota Lucknow, Provinsi Uttar Pradesh, India (utara). Sebuah provinsi didominasi masyarakat Muslim India dari kerajaan Mughal - Taj Mahal. Omaku berusia sangat panjang, dan meninggal diusia 82 tahun. Saat mudanya sangat cantik, dalam fotonya berwajah khas Belanda-Perancis dengan kecenderungan bundar bening dilengkapi warna kornea mata biru muda. Kakekku berwajah ganteng seperti bintang film India Syahrukh Khan - aktor film box office ‘’Kuch Kuch Hotahei” - yang memiliki nazar untuk mengawini perempuan Nasaroh dan menjadi penyebar Islam di Indonesia. Konon khabarnya, Omaku memang sering menanyakan konsep Trinitas dan ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan Allah Yang Ahad. Rupanya ‘witing trisno jalaran soko kulino’, Omaku mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sekaligus mendapatkan suami bagi kehidupan baru Islamnya. Sebagai seorang mu’alaf Omaku mendapatkan bimbingan langsung dari suaminya. Sampai meninggalnya diusia 82 tahun - Oma Lotte panggilan sayang kami para cucunya - merupakan contoh nyata kami terkait seorang Muslimah mencari keimanan sampai ujung dunia. Hobinya menyulam, menjahit, berkebun, dan membaca buku berbahasa Belanda dan Perancis menurun secara sporadis kepada anak-cucunya. Ada yang hanya menyukai salah satunya saja, ada yang memiliki bakat dan minat gabungan diantara beberapa kemampuan diatas. Ada yang paling kusenangi adalah cerita bagaimana masyarakat Belanda sejak 1602 VOC datang ke Indonesia, mereka ‘keep coming’ ke Hindia Belanda karena kekayaan alam negeri ini. Oma juga pernah satu saat menyatakan bahwa Indonesia saat belau hidup dulu itu sudah mulai menjelma menjadi VIC (Verenige Indische Company), jadi bukan semata Verenige Oost Indische Company atau VOC. Karena beliau merasakan sangat dominasi para ‘Londo Blangkon‘ terhadap bangsanya sendiri diduga tidak lebih baik dari orang-orang Belanda dimasa lalu kepada golongan Bumi Putera (de inlander)!

Ibuku sendiri mama Mieke - R.Ay. Mieke Soeharijah berasal dari Jawa Timur - tepatnya dari Madura. Memiliki trah bangsawan Tjakraningrat, dan cucu dari seorang Kyai karismatik salah satu pendiri Nahdatul Ulama bernama Kyai Cholil - konon diceritakan sebagai salah seorang ‘guru’ Ayahanda dari mantan Presiden Gus Dur, KH Hasyim Ashari.

Papa dan Mamaku bertemu di Jawa Timur… yah, mereka berdua besar dan berakar dari Jawa Timur. Keduanya memiliki karakter terbuka dan mudah bergaul, sehingga memiliki banyak kawan. Insya Allah amal ibadah mereka para nenek moyangku dapat menurun kepada semangat berjuang bagi hidup dan kehidupanku didunia sekarang ini dalam melakukan banyak hal kebaikan membela agama Allah. Saya yakini sepenuh hati, kalau kita membela agama Allah, maka dunia akan menyertai kita. Namun kalau kita hanya mengejar dunia, maka kita hanya sekedar mendapatkan dunia semata namun minus akhirat.

Islam memang telah menjadi agama pilihan keluarga kami, dan seluruh dari kami-kami ini masih terus sedang berproses menjadi ummat yang lebih baik lagi dari generasi sebelum kami. Saya pribadi tengah terus mempelajari apa makna dari bersabar didalam berjihad didalam Jalan-Nya. Gugatan kami melalui Mahkamah Konsitusi (MK) akan diputus minggu depan. Senin kemarin ini telah ada putusan bagi dispute (sengketa) suara DPD. Banyak yang meramalkan bahwa gugatan kami akan dikabulkan MK. Namun sebagai warga Negara Indonesia yang telah merasakan ratusan bahkan ribuan kekecewaan atas penegakan hukum dinegeri ini, tidak ingin berharap banyak! Demi Allah saya Marissa Grace Haque dan suamiku Ikang Fawzi tidak ingin berharap banyak, karena tidak ingin kecewa. Insya Allah kalau toh berhasil akan kami anggap sebagai bonus kehidupan atas segala upaya sosial-politik yang telah kami jalankan selama ini. Bahkan Ikang dan saya telah memaafkan puluhan kampanye gelap via internet yang kami duga telah lama dilakukan oleh yang ‘diduga’ tim media Ratu Atut Chosiyah yang bermarkas di kantor RBB (Rakyat Banten Bersatu) di Tangerang yang dipimpin oleh salah seorang adik ipar Atut yang kemarin gagal bertarung melawan Rano Karno dan pasangannya. Biarlah mereka semua tertawa lebar hari ini, namun kami yakini dunia tidak pernah berhenti berputar. Hukum Allah melalui ‘ion-ion’ alam semesta ini merekam semua dugaan tindak kejahatan mereka. Hari ini kami memang sedang dibawah, namun terasa sekali bahwa secara perlahan roda sedang merangkak naik… Bismillaaaah… insya Allah memang benar demikian adanya.

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

No comments:

Post a Comment