|
|
|
|
|
|

Thursday 30 July 2009

Indikator Kecurangan Pilpres Dimulai Sejak Pilkada Banten 2006 atas Dugaan Ijazah Palsu Ratu Atut Chosiyah dari FE-Universitas Borobudur, Jaktim

Apakah Indonesia negara hukum?

Jelas tercantum didalam UUD 45 Pasal 1 ayat 3. Apakah hukum positif Indonesia mampu ditegakkan dengan adil, setara, serta tidak tebang pilih selama masa 6 kali Indonesia ganti Presiden? Masih menjadi tanda tanya besar untuk menjawabnya dengan baik dan benar. Apakah hukum di Indonesia mampu berdiri tegak tanpa campur tangan politik tingkat tinggi demi kepentingan politik jangka pendek semata selama ini? Hmmmm… agak sulit menjawab dengan Jujur tanpa merasa takut ditangkap Polisi karena dianggap telah melakukan delik pidana Pasal 310 dan 311 KUHP terkait dengan perlakukan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik.

Photo diatas ini adalah saksi sejarah disaat saya pertama kali pada tahun 2007 disaat melaporkan kasus pemakaian ijazah aspal (asli tapi palsu) yang diduga digunakan oleh Ratu Atut Chosiyah disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 lalu. Bambang Hendarso yang ketika itu menjabat sebagai Kabareskrim dan berpangkat Irjenpol menerima saya dan rekan pengacara saya bernama Khairil Poloan, SH, MH dan Yulita, SH, MH, termasuk mbak RA. Menik Haryani Kodrat sekretarisku yang setia selama 16 tahun masa pengabdian ini.

Bertempat dikantor Kabareskrim diruang kerjanya, Bambang Hendarso beserta tim intelnya yang sangat lengkap tersebut mendengarkan paparan investigasi yang telah saya lakukan selama masa hampir dua tahun terkait dengan kejahatan pidana Pilkada dari Kertas Suara Palsu yang diduga dilakukan terkait dengan Inkopol di Banten (Induk Koperasi Polisi), intimidasi, dan… ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE yang ‘diduga’ diterbitkan oleh Universitas Borobudur, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Kalimalang, Jakarta Timur.

Jajaran perwira tinggi Polri yang mendengarkan laporan saya tersebut diatas menjadi sebuah kemungkinkan atas jasa baik salah seorang ‘Guru’ Spiritual Bapak Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, MA bernama Habib Alkaff yang juga menjadi konsultas spiritual beberapa Pati (Perwira Tinggi) Polri lainnya. Habib Alkaff adalah yang memakai gamis putih dengan sorban hitam namun senang bersepatu boots ala militer, adalah seorang yang sangat ramah dan very helpful. Dia menganggap anak terhadap saya. Katanya anak perempuan Habib ada yang mirip dengan wajahku, sehingga rasa iba dan sayangnya muncul begitu melihat saya dan menyaksikan dari dekat bagaimana saya berjuang menjujurkan keadilan serta membingkai politik dengan hukum yang selama ini sangat liar di Indonesia. Dan menurut Habib katanya saya punya bakat menjadi Rabiah Al Adawiyah, yang ketika mendengar ungkapan tersebut saya malah menjadi tergelak lama tak dapat berhenti. Entah karena tiba-tiba saya menjadi ge’er atau entah karena merasa terharu atas sanjungan tersebut karena selama ini jarang sekali ada pihak yang berempati atau bahkan sekedar bersimpati terhadap apa yang sedang saya upayakan untuk dijujurkan demi Indonesia yang lebih baik dimasa depan.

Selain menemui Kabareskrim yang sekarang menjadi Kapolri, Habib Alkaff juga berbaik hati menemani saya dan tim lawyeruntuk melaporkan kasus Polisi Gadungan yang diduga dikirim oleh tim Atut didalam melakukan kontra intelijen didalam penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu yang dipakainya pada saat mengikuti Pilkada Banten 2006 yang lalu itu kepada Kadiv Propam (Provost dan Keamanan). Yaitu Kepala Divisi yang dianggap sebagai Hakimnya para perwira Polri, atau biasa mereka sebut sendiri sebagai ‘malaikat pencabut nyawa’ ditubuh Polri. Nama kadiv Propam tersebut adalah Irjenpol Gordon Mogoot. Tampak didalam gambar diatas duduk disamping kanan Habib Alkaff dan diapit disebelah kirinya Kapolda Maluku Utara Bapak Brigjen Pol Mustafa (orang Madura) yang sedang beranjangsana dikantor Pak Gordon Mogoot.

Setelah beberapa kali melakukan pelaporan atas delik pidana dugaan ijazah palsu tersebut, kami para penjujur keadilan masih menaruh harapan tinggi kepada Polri untuk meletakkan Hak Citizen Law Suit kepada relnya yang benar sesuai dengan apa yang dijanjikan didalam UUD 45. Melaporkan hal-hal pidana yang seharusnya segera ditindaklanjuti. Karena para anggota Polri yang bekerja sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat seharusnya faham bahwa mereka digaji oleh pajak masyarakat yang dipotong dari penghasilan mereka. Nah, respon oknum petinggi Polri atas laporan dugaan ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE apakah secepat apa yang diharapkan oleh rakyat selama ini?

Allahu Akbar! Dari sana saya sudah mulai dapat mencium gelagat akan sulitnya investigasi/penyelidikan yang akan saya lakukan kedepannya. Karena, bagaimana mungkin saya akan mudah menginteli intel polisi yang melakukan kejahatan pendidikan kalau yang saya invenstigasi justru termasuk salah satu pelaku aktif delik pidana tersebut?

Sampai hari ini saya belum pernah menyatakan menyerah atas konsprirasi dari kejahatan delik pidana pendidikan yang ‘diduga’ dilakukan Ratu Atut Chosiyah, SE dan Universitas Borobudur, Kalimalang, Jakarta Timur. Saya yakin, demi mendapatkan simpati yang lebih besar dari rakyat yang sebagian sudah mulai merasa lelah dengan kekurangtegasan Presiden SBY didalam 5 tahun masa pemerintahannya dan terkesan ‘takut’ terhadap partai yang membesarkan Rt Atut Chosiyah, SE, akan melakukan juklak dan juknis kepada Mendiknas dan Kapolri (yang dahulunya adalah Kabareskrim yang pertama kali menerima laporan saya atas citizen law suit terhadap pidana pendidikan ijazah palsu yang ‘diduga’ dilakukan oleh Rt Atut Chosiyah, SE disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 lalu) sebagai delik pidana kebohongan publik untuk mendapatkan posisi birokrasi yang terncam oleh Pasal KUHP dan UU Sisdiknas.

Allahu Akbar! Allah tidak tidur… saya yakini cepat atau lambat ‘dugaan’ kasus pidana ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE dari Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Kalimalang, Jakarta Timur akan terungkap dan seluruh stakeholders delik pidana yang terkait akan dimintakan pertangungjawabannya didepan publik. Bila Presiden SBY ingin terpilih lagi oleh rakyat pada Pipres 2009 didepan, saya yakini hati bersih beliau tentunya akan digerakkan oleh Kebenaran-Nya dan bersegera mengeluarkan Keppres baru dan membatalkan Keppres lama terkait dengan pembereskan kasus delik pidana Ratu Atut Chosiyah, SE yang diduga telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia.

Saya kasihan pada pendidikan Indonesia kita, saya kasihan pada rakyat Banten, dan saya sejujurkan saya juga kasihan kepada Ratu Atut Chosiyah, SE yang semakin lama semakin bertambah besar kebohongannya demi untuk menutupi delik pidana yang ‘diduga’selama ini telah dilakukannya bersama-sama dengan Universitas Borobudur yang telah mengeluarkan ijazah SE untuknya. Innalillahi wa innailaihi rojiuuunnnn… semoga Allah SWT terus melindungi kita semua dari murka-Nya.


Read more!

Saturday 25 July 2009

Hipotesa Mozaik Harus Bisa!

Rencana tulisanku besok; setiap sub-bab akan kutulis tersendiri agar lebih holistik dan integrated.

(Kisruh DPT, Kisruh Tabulasi KPU, Kampanye Hanya 1 Putaran, MK yang Berkah, Lumpuh-layunya Bawaslu, Polri yang Memihak, KPK yang Diduga Sengaja’Dilumpuhkan’, Pipres dengan KTP, Penghentian Hitungan Manual KPU, Ucapan Selamat untuk Capres SBY dari Presiden AS Obama, Ledakan Bom Jakarta 2, Pernyataan Resmi Capres SBY Mengutuk ‘Drakula’, Keputusan Terbaik dari MK dan MA untuk Pileg Putaran ke 3, Pernyataan Resmi Andi Nurpati Atas Nama KPU, Dugaan Pasukan Marinir AS Masuk ke Perairan Indonesia, Rencana Kedatangan Presiden AS Obama ke Indonesia/Setelah APEC)

1. Kisruh DPT;

2. Kisruh Tabulasi KPU;

3. Kampanye Hanya 1 Putaran;

4. MK yang Berkah;

5. Lumpuh-layunya Bawaslu;

6. Polri yang Memihak;

7. KPK yang Diduga Sengaja’Dilumpuhkan’;

8. Pipres dengan KTP;

9. Penghentian Hitungan Manual KPU;

10. Ucapan Selamat untuk Capres SBY dari Presiden AS Obama;

11. Ledakan Bom Jakarta 2;

12. Pernyataan Resmi Capres SBY Mengutuk ‘Drakula’;

13. Keputusan Terbaik dari MK dan MA untuk Pileg Putaran ke 3;

14. Pernyataan Resmi Andi Nurpati Atas Nama KPU;

15. Dugaan Pasukan Marinir AS Masuk ke Perairan Indonesia;

16. Rencana Kedatangan Presiden AS Obama ke Indonesia (Setelah APEC).

Read more!

Sunday 19 July 2009

Sedikit Oleh-oleh Cerita Dibalik Layar Shooting Iklan Oil of Olay 2009

Bersama dengan enam figur publik yang terpilih — pada tanggal 10 Juni 2009 — seharian ini saya menyelesaikan shooting iklan versi baru Oil of Olay. AB-Three (Nola, Chyntia, Widi), kakak beradik keluarga Haque (Marissa, Soraya, dan Shahnaz), plus Ira Wibowo. Tujuh perempuan berkeluarga yang berpenampilan terjaga serta mampu tampil cerdas luar dalam, berbagi pengalaman dalam hal tujuh masalah perempuan usia matang untuk seluruh perempuan cerdas Indonesia. Alhamdulillah, kami bertujuh mendapat kepercayaan dari salah satu perusahaan consumer good multinasional P & G (Procter and Gambler) yang kantor Asia Tenggara-nya berpusat di Singapura. Kontrak saya pribadi dengan P & G ini telah diperpanjang sebanyak tiga kali, sekali lagi alhamdulillaaaah… dengan jilbab yang bertengger dikepalaku dan menjadi satu-satunya model ‘berusia terbanyak’ diantara ketujuh dari kami, saya diperbolehkan untuk ‘bersuara’ mewakili produk perawatan kecantikan terkenal didunia ini mewakili kelompok muslimah.

Ada cerita menarik dari Ira wibowo saat bersama ngonbrol pasca jeda di-make up. Once upon a time, Isabella Fawzi (Bella) pada suatu saat distudio Indosiar, Jakarta pernah salah nggelendot pada Katon Bagaskara suaminya karena disangka Bella Katon itu adalah ayahnya – Ikang Fawzi. Secara sepintas sejak sebelum Katon bagaskara dikenal publik dan masih sebagai penyanyi pendatang baru yang sekaligus pramugara Garuda Indonesia memang sering dianggap sepintas memiliki ‘look’ seperti Ikang suamiku. Mantan istri Katon yang dulupun juga pernah saya baca komentarnya disalah satu majalah wanita Indonesia saat lalu. Singkat kata disaat Bella sadar bahwa dia salah nggelendot dan salah memeluk, tak lama kemudian Bella yang saat itu masih duduk dibangku SMP menangis karena malu takut dianggap ‘lancang,’ padahal saat itu Bella tidak sengaja melakukannya. Bella takut diketawakan oleh orang-orang diruang tunggu studio Indosiar tersebut. Nah, Ira Wibowo rupanya tidak pernah lupa dengan kejadian yang ‘lucu’ tersebut. Dan ketika kami saling bertukar cerita mengenai kondisi keluarga kami masing-masing dan Ira merasa bahagia bahwa Bella ternyata sudah lulus dari Fakultas Sastra Inggris, Universitas Indonesia dan berencana meneruskan pendidikan ditempat Ira dulu kulaih yaitu FISIP-UI jurusan Komunikasi, maka cerita salah ‘nggelendot’ tadi meluncur ringan-santai begitu saja.

Setiap orang tua pasti akan bangga dengan darah dagingnya sendiri, tak terkecuali termasuk Ira Wibowo dan saya Marissa Haque. Kemampuan prima Isabella Fawzi didalam pronunciation, grammar, dan writing dalam Bahasa Inggrisnya, jauh diatas kemampuan saya sang ibu ketika berada diusia yang sama.

Bella semakin besar dan menjadi perempuan muda dewasa. Do’a kami ayah dan ibu untuknya – Ikang Fawzi dan Marissa Haque – bagi keselamatan hidup, karir, rezeki, jodoh, didalam kehidupan dunia dan akhirat. Amiiinnn… Semoga Allah SWT meng-ijabah doa kami semua ini. Allahu Akbar!



Read more!

Saturday 18 July 2009

Terbuka Menyerang Mantan Lawan Politik dalam Pilpres 2009?

Menurut saya kurang proporsional seorang Presiden Pak SBY TERBUKA dan ternilai sangat ringan menuduh para pesaingnya dalam Pilpres kemarin bahwa akan membunuh dirinya melalui tembakan. Didalam sebuah teori intelijen kita tahu juga ada yang dinamakan pendekatan kontra intelijen. Masih sangat terang didalam benak kita bagaimana Amerika Serikat mengelabui / menipu warga dunia dengan tujuan agar Rusia juga menciptakan astronot agar mampu bersaing untuk dapat menjejakkan kaki dibulan. Belakangan baru kita semua sadari bahwa tahun 1960-an Amerika menciptakan sebuah DUSTA yang SANGAT CANGGIH melalui sebuah pendekatan keterus-terangan yang sangat ’telanjang’ yang dilempar kepublik dunia saat itu. Dengan menunujukkan gambar pada foto dan rekaman video yang diduga dibuat disebuah studio di AS.

Catatan sejarah kebohongan cerita Amerika Serikat telah sampai ke bulan memberikan pelajaran besar kepada kita semua — terkait dengan cara berkomunikasi Pak SBY dengan memperlihatkan foto dengan pipi bolong terkena tembakan. Dimana bagi para peneliti ilmu komunikasi, kita kemudian menjadi tahu bahwa gambar yang ada ditangan beliau bisa jadi — bahkan diduga sangat mungkin — justru dibuat oleh staf intel internal pihak Kepresidenan sendiri bukan?

Didalam dunia politik tidak ada yang linier!

Saran saya sebagai rakyat biasa yang sangat bodoh ini… Mari kita “lanjutkan” langkah yang sudah tegas ini dengan makin memperjelas siapa sebenarnya pelaku atau para pelaku pemboman tersebut.

Bukankah kemarin telah disiarkan indikasinya? Jadinya ya… Ya wis-lah! ditangkap dong! Apalagi bilamana secara terbuka dan terang walaupun disayangkan masih sangat dini Pak SBY mengaitkan peristiwa bom ini dengan Pilpres 2009 yang baru saja berlalu. Saya malah mulai merasakan paranoia Pak SBY menjadi mulai seperti gaya Bu Mega kalau sedang komplain (marah-marah). Benar nggak sih? Coba deh kita analisa lagi!
Maaf sejutaaaa…

Read more!

Innalillahi wa Innailaihi Rojiuuun… Selamat Bertugas Pak Kapolri…

Innalillahi wa innailaihi rojiuun…, Selamat Bertugas Pak Kapolri!

Selamat bertugas dan berjuang Pak Kapolri Bambang Hendarso, kami yakin anda dan pasukan Polri akan mampu dan mudah untuk menangkap pelaku bom di dua lokasi yang terjadi pagi ini di Jakarta!

Karena instruksi Pak Presiden SBY kan sudah jelas, semoga tidak akan terulang lagi kejadian di Provinsi Banten dimana urusan dugaan ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE sampai dengan hari ini tidak terlihat ingin diungkap, malahan berkecenderungan terlihat tebang pilihnya dan sangat terasa keberpihakan/pembelaan dari oknum kepercayaan Bapak yang pernah menjadi Kapolda Metro Jaya lalu kepada yang kami duga sebagai delik pidana itu!

Kalau memang sudah ada petunjuk awalnya dari Pak Presiden SBY, ya sudahlah… langsung saja ditangkap pelaku pemboman yang ditelevisi sudah dinyatakan secara terbuka oleh Pak Presiden SBY sebagai pihak yang dicurigai. Jangan menunda atau ragu-ragu lagi untuk ekssekusinya! Seluruh dunia sekarang sedang diarahkan kepada Indonesia lho… khususnya kepada jajaran Polri.

Doa keluarga kami,

Marissa Haque & Ikang Fawzi



Read more!

Friday 17 July 2009

Komitmen Ikang Fawzi Suamiku pada Banten Tanah Kelahiran Ibundanya

By Republika Newsroom
LEBAK — Jika sebelumnya dikenal pendukung kuat isterinya sebagai Cagub Banten dari PDIP, Rocker Ikang Fauzi kini mencalonkan legislatif (caleg) DPR-RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) mewakili daerah pemilihan Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Provinsi Banten. “Insyallah, jika saya terpilih nanti menjadi anggota DPR-RI diprioritaskan pembangunan infrastuktur di wilayah Banten,” kata Ikang Fauzi di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Selasa.

Menurut dia, saat ini sarana infrastuktur di Provinsi Banten sangat memprihatinkan, sehingga perlu adanya percepatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Misalnya, pembangunan infrastuktur jaringan air minum, sarana jalan desa hingga nasional, pemukiman, perkotaan, transportasi angkutan massal, pendidikan dan lainya.

Selain itu, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat pihaknya akan memperjuangkan membuka jalan Kereta Api dengan rel ganda (double track) antara Serpong-Merak.”Saat ini jaringan transportasi KA masih menggunakan satu rel sehingga banyak warga Jakarta enggan tinggal di daerah Banten,” ujarnya.

Ia mengatakan, dirinya apabila duduk di DPR-RI akan menangani bagian Komisi V yakni bidang sarana infrastuktur. Ikang Fauzi kelahiran Jakarta, 49 tahun lalu, itu mengaku sudah menyiapkan kiat-kita program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten.

Apalagi, dirinya asli keturunan Rangkasbitung, tentu memiliki tanggungjawab moral untuk mengangkat kehidupan masyarakat Banten. Lelaki yang ngetop membawakan lagu Preman bergabung PAN sejak tahun 1997 bersama Amin Rais.

Namun pemilihan tahun lalu dirinya tidak masuk duduk di DPR-RI. “Saat itu kami sama-sama mencalonkan legislatif DPR-RI dengan artis Dede Yusuf,” katanya.

Ahmad Zulfikar Fawzi sebagai rocker tahun 1980-an — begitu nama panjangnya — yang alumni FISIP -UI jurusan Administrasi Niaga, yang kini melanjutkan pada program MBA di UGM Jogyakarta pada Fakultas Ekonomi Bisnis yang dipimpin oleh Prof. Dr. Boediono Wapres RI kita 2009-2014 ini. Ikang FAwzi tercatat juga sebagai pengusaha Properti dan Wakil Kamar Dagang Industri (Kadin) Bidang Pemukiman. ant/kp



Read more!

Nostalgia Bandung: Lewat “Will Rock You” Ikang Fawzi Ajak Warga Pilih Dada & Ayi

Bandung - Kampanye pertama pasangan nomor 1 Dada-Ayi yang dimulai sejak pagi tadi masih berlangsung hingga saat ini, pukul 11.30 WIB. Artis Ikang Fawzi yang sekaligus juga adalah kader PAN dari Banten, ikut berorasi mengampanyekan pasangan nomor urut satu ini.

Dalam orasinya singkatnya, Ikang mengatakan bahwa pasangan Dada-Ayi adalah pasangan yang cocok. “Ini pasangan yang cocok. Yang satu berpengalaman dan yang satu masih muda,” kata Ikang di atas panggung, Kamis (24/7/2008).

Hanya 5 menit Ikang berorasi. Dia langsung menyanyikan lagi ‘Will Rock You’ yang dia plesetkan menjadi Dada… Dada… Ayi! Ajakan bernyanyi Ikang ke simpatisan langsung disambut. Ribuan simpatisan yang sejak pagi telah datang langsung mengikuti ritme lagu yang Ikang nyanyikan. Ikang Fawzi membawakan empat lagu dengan sangat antusiastik serta energik.

Tak ketinggalan pasangan calon juga menyampaikan orasi politiknya. Menurutnya pasangan Dada Rosada dan Ayi dalam orasinya dikatakan bahwa jika orang lain masih memberikan janji maka Dada-Ayi sudah memberikan bukti dan bukan mimpi. Dada melanjut: “Saya akan lanjutkan apa yang sudah dan sedang terlaksana. Tujuh program prioritas harus tetap diteruskan. Mudah-mudahan warga memilih Dada-Ayi dengan mencoblos kan dadanya,” kata Dada Rosada. Senada dengan pasangannya, Ayi mengajak warga Bandung untuk mencoblos nomor satu. “Kalau ada nomor nomor satu buat apa nomor dua dan tiga. Warga Bandung tidak ‘Trendi’ dan ‘Independen’ kalau tidak memilih Dada-Ayi,” kata Ayi disambut tepuk tangan dan elu-elu simpatisan yang datang dalam kampanye.

Tampak di atas panggung para pengisi acara mulai dari kyai-kyai Persis, NU dan FPI hingga komedian seperti Aom Kusman serta biduan dangdut dari grup Bungsu Bandung. Sementara jadwal Marissa Haque sang istri akan dipanggungkan minggu depan karena sedang berumroh dengan beberapa anggota timsesnya dari PPP kota Bandung dan Kota Cimahi. (afz/ern)

Fotografer - Andri Haryanto


Read more!

Thursday 16 July 2009

Mas Akhmad Guntar Saudaraku dari ITS-Surabaya, Jatim

Sumber: http://akhmadguntar.com/
Shift Happen, Hidup di Zaman yang Mencengangkan (ITS, Surabaya)
Hari sabtu 9 Februari 2008 kemarin saya mendapat kehormatan untuk memberikan seminar di hadapan lebih dari 200 orang dalam acara seminar Character Building. Seminar ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro yg juga menghadirkan Ibu Marissa Haque, yg serius bener2 keliatan masih berumur 30an. Dalam seminar itu saya mempresentasikan materi Menjadi Diri Sendiri, Globalisasi 3.0: Tantangan di Depan Mata + Shift Happen, dan Pengembangan Karakter di Zaman Global. Saya akan paparkan beberapa bagian dari presentasi saya di blog ini.

Kita seringkali dilatih untuk meyakini bahwa diri ini unik, bahwa setiap kita ini ibaratnya satu di antara seribu. Keyakinan semacam ini biasa ditanamkan untuk membentuk rasa percaya diri. Tapi klo kita mau serius menelaah pengibaratan ini, kita harus berani mengkoreksi batas2 percaya diri kita.

Jika Anda di Cina, lalu mengatakan bahwa Anda adalah satu di antara seribu, maka sesungguhnya masih terdapat 1,3 juta orang yang sama spt Anda. Penduduk Cina adalah 1,3 milyar, maka satu di antara seribu berarti… Got it? Jika Anda mengatakan perihal yg sama di India, maka sesungguhnya masih ada 1,1 juta orang yg sama spt Anda. Sehingga jika Anda di Indonesia ini mengatakan bahwa Anda adalah satu di antara seribu, …you do the math.

Apakah Anda sudah merasa unik mentang2 jago web programming, jago bahasa inggris, pinter basket dan memasak? Merasa unik karena Anda adalah seorang melankolis koleris yang pandai berbicara di depan umum? Well, sadly, masih banyak orang yg berpeluang sama spt Anda. Anda tidaklah benar2 unik. Kecuali jika Anda bukan berbicara tentang karakter & kompetensi, melainkan retina & sidik jari.

Masalahnya ini bukan cuma perkara hitung berhitung satu banding seribu. Saya gunakan contoh Cina dan India karena mereka adl negara dg jumlah populasi orang pintar yg mengerikan. Bayangkan saja, seperempat dari seluruh penduduk di Cina-dan kita ambil dari tingkat IQ tertinggi darinya-itu jumlahnya masih jauh lebih banyak ketimbang seluruh populasi Amerika Utara. Sama juga, sepertiga dari total populasi di India itu juga masih lebih banyak ketimbang seluruh populasi Amerika Utara.

Lantas?

Mereka berdua punya lebih banyak anak-anak berprestasi jauh melebihi Amerika Kanada dan apalagi kita. Cina dalam waktu dekat ini akan menjadi negara dengan jumlah penduduk mampu berbahasa inggris terbesar di dunia. Bila kita mengambil seluruh jenis pekerjaan yang ada di Amerika dan memboyongnya ke Cina, maka sesungguhnya Cina masih akan mengalami surplus tenaga kerja.

Bicara lebih jauh lagi tentang pekerjaan, mantan sekretaris pendidikan Amerika Serikat Richard Riley mengatakan bahwa sepuluh pekerjaan yg paling diminati pada 2010 nanti itu belum pernah ada di 2004. Kita saat ini sesungguhnya sedang mempersiapkan para pelajar kita untuk pekerjaan2 yang belum ada, yang mana menggunakan teknologi2 yang sekarang ini belum diciptakan, untuk memecahkan masalah2 yang kita bahkan belum tau bahwa itu masalah.

We are currently preparing students for jobs that don’t yet exist…using technologies that haven’t been invented…in order to solve problems we don’t even know are problems yet.

Kita sekarang hidup di jaman eksponensial. Ada lebih dari 2,7 milyar pencarian yang dilakukan melalui google setiap bulannya. Sebelum google ada, Anda dulu nanya ke sapa coba? Kebayang ngga? Jumlah informasi yang beredar saat ini amat sangat berlimpah. Bayangkan saja, diestimasikan bahwa jumlah informasi yang terkandung di edisi selama satu minggu New York Times itu masih lebih banyak ketimbang jumlah informasi yang ditemui oleh seseorang yang hidup di abad 18, mulai dari lahir hingga meninggalnya.

Jumlah technical information yang beredar saat ini tu berlipat dua setiap dua tahun. Sehingga untuk para mahasiswa yang mengambil pendidikan teknik empat tahun, ini artinya separuh dari apa yang mereka pelajari pada tahun pertama akan menjadi usang pada tahun ketiga perkuliahan mereka. Pada 2010, diperkirakan berlipat duanya informasi ini terjadi setiap 72 jam sekali.

Itu semua adalah fakta yang mengerikan. Lantas kita bisa apa?

Kita bisa saja memilih untuk menyalahkan pemerintah. Jika pada 2002 Nintendo Games telah berani menginvestasikan sebesar 140 juta dollar untuk riset dan pengembangan, maka berapa juta dollar kah yang telah pemerintah kita habiskan untuk riset dan inovasi di bidang pendidikan?

Kita bisa juga berdalih bahwa kita ini emang nasibnya apes, dasar pemerintahnya lamban segala macem. Global Competitive Index kita saja masih jauh di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Sementara Growth Competitive Index kita ada di peringkat 50 dunia. To make things worse, dalam Economic Outlook 2008, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Martin Panggabean berkata, “Boro-boro menambah lapangan kerja, enggak berkurang saja sudah untung. Kami perkirakan lapangan kerja menciut 1,6%, atau akan ada penciutan jumlah lapangan kerja hingga lebih satu juta.”

Kita tentu bisa memilih yang lain.

Kita bisa memilih untuk berubah dan segera mengambil tindakan. Menurut saya, salah satu bentuk awalannya adalah dengan melakukan bedah diri; menemukan titik kuat dan bakat, serta menggunakannya sebagai instrumen untuk mengembangkan kompetensi dan pengalaman pembelajaran.



Read more!

Wednesday 15 July 2009

Bersama MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) ke Beijing: Kiriman Harry Maksum dari China

Keindahan Beijing pertama kali saya dengar dari Mbak Marissa Haque. Ia sering bercerita tentang pengalaman indahnya saat shooting sinetron Kembang SetamanThe Great Wall of China) yang sangat monumental, menawan, dan bersejarah. 13 tahun lalu. Sinetron yang dibintangi Ferry Salim dan Ida Iasha tersebut memang mengambil setting di China, khususnya Beijing. Saat itu Mbak Icha menjadi produser di bawah bendera PT. Rana Artha Mulia perusahan miliknya. Sutradanya Enison Sinaro. Di tengah asyiknya bercerita, tiba-tiba ia berniat mengajak saya ke Beijing satu saat nanti. Mbak Icha ingin mengenang kembali saat-saat indah pembuatan sinetron tersebut. Tentu saja saya pun agak berbunga-bunga menerima ajakan tersebut. Yang langsung terbersit di dalam benak adalah saya harus menginjakkan kaki di Tembok Besar China ( Keingingan menginjakkan kaki di Tembok Raksasa yang dibangun semasa Dinasti Qin hingga Dinasti Ming ini semakin menggebu setelah mendengar cerita Mbak Menik, sekretaris pribadi Mbak Icha. Apalagi bumbu cerita Mbak Menik cukup heboh dengan kenangan saat dirinya kesengsem sama pedagang buah di Beijing yang wajahnya mirip Chow Yun Fat, aktor China yang ngganteng.

Mbak Icha memang belum sempat mewujudkan niatnya. Beliau masih sibuk dengan urusan disertasi doktor di IPB, sibuk kuliah di Magister Manajemen UGM, dan pencalegan di DPR-RI yang melelahkan karena harus masuk ke penghitungan tahap III. Akan tetapi, karena keinginan ke Beijing cukup menggebu, Allah memberi jalan lain. Program Tadabur Alam tahunan Asbisindo Jawa Barat ternyata ke Beijing, China. Kota bersejarah yang sedang maju pesat ini dipilih setelah mengalahkan Hongkong, Filipina, dan Brunei Darussalam dalam polling intern. China dipilih bisa jadi karena para pengurus asosiasi bank syariah ini ingin mengamalkan anjuran Rasulullah untuk menuntut ilmu ke negeri China.

Saat menginjakkan kaki di Tembok Besar China, saya merasa bersyukur karena diberi kesempatan melihat satu dari 7 Keajaiban Dunia. Great Wall memang memesona. Bangunan dengan ketinggian 8 meter dengan lebar 5 meter tersebut terbentang sepanjang 6.400 km atau enam kali lebih panjang dari Pulau Jawa, dan melewati 9 provinsi di China mulai dari Provinsi sampai Provinsi di China Utara. Usianya pun cukup fantastis. Dibuat sejak tahun 221 sebelum Masehi saat dinasi Qin pada 221 sampai Dinasti Ming.

Arsitektur tembok yang sempat ditembus oleh ilusionis David Coperfield ini memang mirip naga raksasa yang memeluk pegunungan China utara. Hampir di setiap sudut ada sebuah benteng atau menara api. Tempat ini menurut cerita berfungsi sebagai menara pengintai musuh. Sehingga apabila musuh datang bisa dengan cepat diketahui dan dikabarkan kepada penduduk negeri dengan mengepulkan asap dari menara pengintai.

Diwisuda
Tour Leader kami, Henny memberi tahu bahwa bisa mencapai salah satu pos, akan diberi sertifikat sebagai bukti sudah melewati salah satu pos. Tentu saja mendengar hal tersebut saya penasara. Apalagi Pak Masduki. Dirut PT. BPRS Baiturridha menantang harus mendapat sertifikat tersebut. Saya, Pak Masduki dan Henny pun melenggang bertiga. Namun sampai menara pengintai keempat Henny menyerah. Ia tidak bisa melanjutkan ke pos pertama. Akhirnya saya dan Pak Masduki meneruskan perjalanan hingga ke pos pertama. Memang benar, di sebuah kedai dijual souvenir I Have Climbed The Great Wall yang bisa menuliskan grafir nama kita. Harganya murah hanya 30 Yuan. Saya dan Pak Masduki pun langsung membeli dengan bangga. Karena dari 19 orang rombongan, hanya saya berdua dan Pak Masduki yang mencapai pos pertama tersebut. Ketika asyik berfoto ria, Henny mengirim SMS bahwa David, guide local kami sudah menunggu. Akhirnya saya dan Pak Masduki mempercepat turun.

Ketika sampai di menara keempat, Henny ternyata ditemani oleh Pak Denny, suami Bu Megawati (pimpinan Bank Niaga Syariah Bandung), ketika diceritakan kita mendapat sertifikat, Pak Denny sangat berminat. Apalagi Pak Masduki memprovokasi terus. Pak Denny akhirnya naik lagi. Dan pulang membawa sertifikat (souvenir) untuk dikenang anak cucu. Sekalipun David sudah marah-marah menunggu kami yang lewat 1 jam, kami tidak peduli, yang penting kami sudah mendapat sertifikat. Apalagi ternyata yang paling terlambat bukan hanya kami, masih ada tiga orang lagi. Saya yakin yang tiga orang itu adalah Pak Ade Salmon (Pemimpin Cabang Bank BTPN Syariah Bandung), Pak Rois (Pemimpin Cabang Bank BRI Syariah Bandung0 dan ternyata ikut juga Pak Alex Sulaiman (Komisaris Utama PT BPRS Islahul Ummah).

Mereka ternyata mengambil jalan kiri gerbang Great Wall Badaling yang agak curam. Namun, mereka tidak mendapatkan sertifikat (souvenir) lulus menaiki Great Wall. Prestasi puncak mereka adalah difoto di sebuah WC di menara api keempat. Rupanya yang menjadi provokator adalah Pak Ade Salmon yang terus memprovokasi Pak Rois dan Pak Alex. Padahal saat pulang Pak Rois sudah tidak berdaya. Dia mengaku lututnya gemetaran saat turun. Tapi dia merasa gengsi untuk berhenti menapaki Great Wall, karena selain Pak Ade Salmon yang memprovokasi, ada ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai bernama Valentino yang membuat mereka tidak bisa berhenti.

Sebagai cowok maco (bukan macho) karena artinya cowok mawa cocooan (bahasa Sunda - yang artinya cowok yang membawa mainan anak-anak, karena Pak Rois paling rajin membeli mainan anak-anak), Pak Rois merasa gengsi harus kalah sama Valentino mahasiswi cantik asal Shanghai. Tapi akibatnya, selain tuur nyorodcod (lutut gemetaran) sampai di hotel, bahkan sampai di Tanah Air, pegal-pegal Pak Rois yang belakangan diberi gelar Kaisar Yun Yi masih terasa.

Ada kisah menarik seputar pemberian gelar Kaisar Yun Yi. Begini ceritanya. Di Bandung, selain tahu Bungkeng yang terkenal adalah toko tahu Yun Yi. Pak Rois yang bermata agak sipit dan tubuhnya kekar, mirip orang China berkulit hitam. Di pesawat pun setiap pramugari menyapa ramah dengan bahasa China. Di dalam bahasa Arab, arti pemimpin adalah Rois. Seperti Rois Am (ketua umum) NU. Bisa jadi Kaisar juga diberi gelar Rois kalau main ke Arab. Jadilah Pak Rois yang sipit ini diberi gelar Kaisar Yun Yi (mudah-mudahan toko tahu Yun Yi tidak keberatan.

Akan tetapi rombongan Pak Ade Salmon dan Pak Rois ini tidak mendapatkan sertifikat, sertifikat yang membanggakan mereka adalah difoto di WC tertinggi dan difoto bareng Valentino ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai.



Read more!

Pencopotan Kajati Banten Ternyata Bukan karena Kasus Prita: Pidana Suap Bupati Pandeglang Rp 200 Milyar,-

Pencopotan Kajati Banten Ternyata Bukan karena Kasus Prita:
Pidana Suap Bupati Pandeglang Rp 200 Milyar,-

vs

(Pencopotan Kajati Banten dalam Kasus Prita

&
Fathia Pengelola Forgos Detik.com)

Terinspirasi oleh tulisan lama Kang Pepih Nugraha salah seorang ‘guru’ e-marketing-ku dari grup Kompas Cyber Media tertanggal 12 Juni 2009, bahwa Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Dondy K Sudirman dicopot dari jabatannya. Dan layaknya gaya sisa rezim Orde Baru yang sangat represif dan otoritatif – seperti biasa pihak Kejaksaan Agung membantah perhal terkait isu dicopotnya Dondy terkait kasus Prita seorang ibu rumah tangga yang menyebar ketidakpuasan atas layanan RS Omni melalui surat elektronik (email).

Argument dari Kejaksaan Agung dinyatakan bahwa hal mutasi semacam itu merupakan hal umum yang besifat biasa serta sama sekali tidak terkait dengan kasus penanganan Prita Mulyasari oleh kejaksaan. Hhhmmm… Sementara menurut hipotesa saya justru sebaiknya! Kelihatannya insya Allah Kang Pepih setuju dengan dugaan sementara saya bahwa dicopotnya Kejati Banten pak Dondy itu justru karena ‘diduga’ dianggap memiliki ‘andil’ pendzoliman atas Prita Mulyasari oleh kejaksaan sehingga terpaksa harus meringkuk di tahanan!

Ketika dinayatakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan bahwa mutasi tersebut diatas dianggap biasa seperti yang juga sering terjadi pada jaksa-jaksa lain dari institusi hukum ini, justru kecurigaan masyarakat termasuk saya didalamnya semakin meningkat. Bahwa telah terjadi ‘dugaan’ money politics terkait dengan masih sangatnya ‘dugaan’ MAFIA PERADILAN yang melakukan praktek tersebut dari seluruh jajaran institusi hukum terkait dinegeri ini… sampai hari ini! Pak Kejati Dondy kini menjadi staf ahli Jaksa Agung, sementara posisi Kajati Banten yang ditinggalkannya lalu sekarang ini diisi oleh Abdul Wahab Hasibuan yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kajati Sumatera Selatan. Terkait dengan RS Omni Internasional tersebut sendiri, Jaksa Agung Muda Pengawasan Hamzah Tadja menyatakan, bahwa RS Omni insya Allah kemungkinan besar akan diperiksa terkait kasus Prita itu. Saya pribadi sebagai pengamat hukum cukup aktif dinegeri ini, berharap bahwa kita semua mampu menjadi watch-dog terhadap pemeriksaan Kejakssan Tinggi Banten terkait dengan kasus Prita. Karena tidak tertutup kemungkinan bahwa rencana menuntut RS Omni hanya ‘hangat-hangat tahi ayam’ seperti yang sudah-sudah!

Tiba-tiba saya jadi teringat dengan beberapa upaya bulliying yang cukup kejam yang ditujukan kepada saya Marissa Haque Fawzi dan Ikang Fawzi suami saya didalam koridor dunia maya ini. Isu selingkuh yang diduga dengan sengaja dilemparkan oleh sekelompok timses pasangan Calon gagal Bupati dari Kabupaten Tangerang – keluarga Ratu Atut Chosiyah / RBB (Relawan Banten Bersatu) pimpinan Airin Rachmi Diany yang bekerjasama dengan kader partai tertentu yang ‘diduga’ dendam karena saya dan suami tidak berada dipihak mereka sementara disaat Pilkada Cagub Provinsi Banten kami bersama-sama – mengganggu hampir pada seluruh aktivitas kami didunia blogging kami (baik saya, suami, dan anak-anak). Beberapa diantaranya masih dapat dilihat hari ini bila mencarinya via google.com atas nama wong pamulang dan atau cah pamulang, melalui jalur multiply.com atau blogspot.com, kami ‘menduga’ bahwa kelompok ini adalah para intellectual dader (pelaku utama delik pidana dalam Pasal 310 dan 311 KUHP) terhadap intangible asset saya sekeluarga.

Bahkan termasuk komentar pada kolom tulisan-tulisanku di kompasiana.com. Tentulah tanpa identias alias menggunakan nama abal-abal (tidak beridentitas jelas). Barangkali ‘diduga’ agar terhindar dari tuntutan pidana, namun tetap dapat melakukan serangkaian tembakan kampanye hitam dengan keluarga kami sebagai sasaran utama dan pertama. Termasuk kejadian lumayan ‘unik’ pada rubrik pribadi saya pada blog kompasiana.com. Dimana ‘komentar-komentar miring’ seringkali ‘nyelonong-boy’ sendirian tanpa izin dari saya (konfirmasi bukan saya yang melakukannya) pada (smile). Siapa ya ‘orang dalam di KCM’ yang melakukannya, dan atas keuntungan pribadi apa rupanya? (smile again). Khusus kejadian terkait dengan alamat blog pribadiku pada kompasiana.com tersebut diatas, Alhamdulillah saya merasa cukup beruntung karena Kang Pepih Nugraha dan Mas Kandar sangat kooperatif didalam menanggapi complain saya. Dan secara positif serta cepat kemudian merespon pengaduan saya. Hatur nuhun yah Kang Pepih Nugraha dan jazakumullah khoir Akhi Kandar yang disayang Allah…

Kembali kepada kampanye hitam yang aneh-aneh ditimpakan kepada kami sekeluarga, awalnya memang kami rencanakan untuk mendiamkan. Namun karena negative campaign tersebut semakin berkelanjutan/menjadi-jadi – mungkin juga karena saya dan suami adalah figur publik – dalam kasus yang sama juga terjadi pada rubrik saya di detik.com. Masih ‘kami duga’ dilakukan oleh sekelompok/individu dari entitas yang sama. Pada lokasi kedua ini, telah ada seorang pengelola yang ditunjuk pihak menejemen detik.com yang bertanggung jawab atas kolom Forum Gosip (forgos) detik.com bernama Fathia. Perempuan manis ini yang dihadapkan kepada saya disaat complain pertama saya utarakan disekitar setahunan yang lalu.

Saya menanyakan hipotesa kami atas semua isu sampah yang ‘diduga’ memang disengaja ‘meminjam’ popularitas public figure tertentu agar kolom dapat dianggap teraktif, dengan jumlah pengunjung tinggi, sehingga menaikkan omset pemasangan iklan. Oleh karena memang terbukti iklan mereka saat itu melaju, sementara on the other hand reputasi kami terhitamkan yang ‘diduga’ atas kehendak kelompok tertentu tersebut. Tentu saja kami merasa hal tersebut jauh dari fairness play! Menjadikan pihak lain sebagai korban, padahal pihak korban tersebut adalah bagian dari marketshare – dalam konteks ini saya, suami, dan anak-anak.

Pihak korban dijadikan sasaran empuk kampanye hitam adalah dalam posisi sebagai objek penderita jadi bukan lagi sebagai subjeksebagaimana layaknya spirit pembentukan e-marketing dalam era New Wave Marketing (Kottler, 2009) dalam dunia modern sekarang ini. Yaitu dimana era consumer satisfaction melalui market driven malah kemudian menjelma menjadi contradictory, bila dikaitkan dengan kampanye hitam yang ‘diduga’ dengan sengaja dibiarkan berkelanjutan semacam kejadian black campaign pada Forgos detik.com tersebut diatas.

Nah, saat ini dalam kapasitas sebagai salah seorang blogger yang lumayan aktif dan memiliki beberapa situs blogs, saya sangat memahami kapasitas pesan yang dianggap secara terbatas namun mampu terbaca oleh peminat dunia “e” dari seluruh dunia. Sehingga ketika pihak kami berkeberatan atas kasus pendiaman fitnah berkelanjutan (sustainable black campaign) pada Forgos detik.com kami mempunyai hak untuk turut mengingatkan akan bahaya yang dapat ditimbulkan serta akibat/dampak dari upaya pembiaran kampanye hitam itu.

Kami telah mencoba/berupaya melakukan pendekatan dengan menempuh “hak jawab” melalui media yang sama, namun ternyata tidak berjalan. Bahkan terlihat ‘diduga’ malah dengan sengaja dibiarkan menjadi lagi untuk kedua kalinya. Maka saya menilai pendiaman Forgos detik.com yang dikelola oleh Fathia sebagai hal yang keliru besar!

Saya hanya masih besar berharap, bahwa semoga Forgos detik.com yang dikelola oleh Fathia tidak memakai cara-cara ‘kekuasaan’ dan ‘kekuatan kapital.’ Sehingga silaturahim saya sekeluarga dengan media dimana Fathia bekerja masih dapat diselamatkan. Karena dalam minggu depan sepulang dari Yogyakarta ini, saya akan melakukan kunjungan kedua kekantor detik.com untuk menyatakan nawaitu saya. Yaitu, bilamana Forgos bersama tim yang dikelola oleh Fathia mengabaikan/tidak mengindahkan keberatan kami – karena nama baik kami sekeluarga adalah intangible asset yang sangat tinggi – maka kami akan meneruskannya resmi menjadi langkah hokum. Caranya dengan melakukan: (1) upaya awal somasi; lalu bila masih tidak dihiraukan akan ditindaklanjutkan dengan (2) tuntutan pidana; serta (3) laporan polisi atas pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 310 jo Pasal 311 KUH Pidana yang akan terus lanjut pada siding dipengadilan. Besar harapan saya bahwa hikmah kejadian Bunda Prita Mulyasari dan pencopotan Kejati Banten Dondy. K. Sudirman, sekaligus juga dapat membawa angin segar bagi bertumbuhnya alertness/kewaspadaan bagi kita semua didalam langkah kebebasan berekspresi dinegeri ini. Walau kita semua faham bahwa UU ITE sampai dengan bulan September 2010 tahun depan, karenanya sekarang ini belum mungkin sah untuk diimplementasikan dikarenakan: (1) dinyatakan dalam UU baru belaku efektif pada awal bulan Oktober 2010; (2) PP atau Peraturan Pemerintahnya belum lagi dibuat. Untuk keterangan lebih lengkap, bahwa sebuah UU yang dilahirkan dan berlaku sebagai juklak (petunjuk untuk dilaksanakan) tidak dapat diimplementasikan karena seluruh juknis (petunjuk teknis) ada dalam perumusan PP (Peraturan Pemerintah).

Sekaligus sebagai penutup tulisan saya kali ini, ingin juga saya sampaikan bahwa bilamana kita hendak mengatakan dan menyatakan suatu pendapat, seharusnya juga sekaligus mampu bersikap kesatria serta bijaksana memakai cara argumen dasar yang disertai alat bukti jelas, baik dan akurat/benar. Sehingga kedepannya dapat mampu menghindar dari tuntutan pidana Pasal 310 jo Pasal 311 KUH Pidana. Karena sejelasnya didalam pasal pidana tersebut dinyatakan: “… barang siapa…” Yang artinya dapat menjerat pribadi maupun institusi, siapapun dia tanpa terkecuali – dalam bentuk/wujud/entitas/entity/thing tertentu itu. Karena kebebasan berekspresi bukan bermakna tanpa bingkai hukum. Disukai atau tidak, disetujui atau tidak, Indonesia tetap adalah Negara Hukum yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 45. Sehingga walau sampai kini ‘diduga’ masih dipenuhi oleh praktek mafia peradilan, dan para pelaku penjujur keadilan dinegeri ini masih melakukan Espirit de Corps (saling melindungi pelaku kejahatan/delik pidana birokrasi dalam institusi tertentu), namun hukum harus tetap kita junjung tinggi. Fereat Mundus!

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!


Read more!

Friday 10 July 2009

Kiriman Harry Maksum: Membongkar Kasus Suap di Poso Bersama Komisi 8 DPR RI

Sumber:
Di Poso, Marissa Haque Soroti Upeti Dan Penyaluran Jadup
Dari Perjalanan Tim Komisi VIII DPR RI


Kamis, 23 Desember 2004

Setelah melakukan dialog dengan jajaran pemerintah Kabupaten Parimo, tim Komisi VIII DPR RI melanjutkan kunjungan ke Kabupaten Poso. Apa saja yang menjadi sorotan anggota Komisi VIII ini di Poso? Berikut laporannya.

Jika di Parimo tim komisi VIII lebih banyak memberi masukan seputar telknologi informasi (TI) bagi pemerintah kabupaten Parimo, diluar dugaan, pungutan di pos-pos pengamanan ternyata menjadi sorotan tajam oleh tim Komisi VIII DPR RI ketika melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Poso, rabu 22/12 kemarin.

Sorotan terhadap pemberian ‘upeti’, oleh sopir kendaraan besar kepada aparat keamanan yang bertugas di pos pengamanan tersebut diungkapkan anggota tim komisi saat acara tatap muka dengan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda di Baruga Toru Lembah pada Selasa malam.

Menariknya, yang menyoroti pemberian upeti kepada aparat keamanan adalah Marissa Haque, SH. Politisi baru dari PDI Perjuangan ini menyoroti pemberian upeti (duit) oleh supir kepada anggota di pos pengamanan karena Ia melihat dengan mata kepala sendiri sewaktu dalam perjalanan masuk ke Wilayah kabupaten Poso. Katanya, dirinya bersama teman-teman anggota Komisi lainnya sangat menyayangkan kejadian ini. Kapolres Poso, AKBP Drs Abdi Dharma yang juga turut hadir pada malam itu langsung dimintai penjelasannya oleh Istri Ikang Fawzi itu. Termasuk juga yang ditanyakan adalah penanganan dan proses hukum terhadap pelaku kasus Jadup, Bedup dan masih banyak lagi kasus lain yang ditanyakan.

Kapolres Poso AKBP Abdi Dharma yang diberi kesempatan memberu penjelasan, mengakui adanya anggota di pos pengamanan menerima pemberian uang di pos pengamanan dari sopir. Olehnya Ia berjanji akan berusaha untuk menertibkan hal itu. Sementera soal penanganan Jadup dan Bedup, katanya, sekarang ini sudah enam orang yang dijadikan tersangka dan saat ini telah menjalani proses hukum di Polda Sulteng. Menjawab pertanyaan Komisi VIII berkaitan dengan mekanisme penyaluran dana Jadup dan Bedup, Bupati Poso, Azikin Suyuti yang kebetulan saat itu masih menjabat sebagai Kadis Kessos Sulteng mengatakan, bahwa warga yang diberikan dana Jadup dan Bedup ini berdasarkan data dari RT. Diakuinya, bhwa setelah dilakukan klarifikasi, ada satu KK menerima dana sampai tiga kali. Menyangkut adanya penyelewengan dana itu, kata Bupati, Ia mempersilakan penegak hukum untuk memprosesnya. Dalam pemaparan itu, Bupati Andi Azikin membuat satu rekomendasi untuk diperjuangkan oleh Komisi VIII yakni agar Poso dibuatkan Inpres. Kemudian juga mengupayakan agar 300 KK yang belum menerima dana Jadup dan Bedup, dapat diperjuangkan agar dana itu turun ke Poso.

Agenda lain Tim Komisi VIII DPR RI pada Rabu (22/12) pagi, bersama dengan Bupati dan DPRD Poso, mengunjungi tempat pengungsian yang ada di Kota Poso. Diantaranya mengunjungi kamp pengungsi dari Kilo sembilan yang ditampung di penginapan Anugerah, selanjutnya menuju Tentena. Dalam tatap muka itu, turut hadir, Bupati Poso Andi Azikin Suyuti, ketua DPRD Poso S Pelima, Sekkab Awad Al Amri SH, Para muspida, Kepala-kepala Dinas serta pejabat di lingkungan Pemkab Poso. Tim Komisi VIII yang beranggotakan enam orang itu dipimpin oleh Ny Aisyah Baidowi adik kandung mantan Presiden Gus Dur yang sekaligus juga merupakan Bibi (Tante) dari Marissa Haque. (wan)

Read more!

Thursday 9 July 2009

Kemenangan Pak SBY dan Hutang Kapolri Bambang Hendarso pada Banten

Apakah Indonesia negara hukum?

Jelas tercantum didalam UUD 45 Pasal 1 ayat 3. Apakah hukum positif Indonesia mampu ditegakkan dengan adil, setara, serta tidak tebang pilih selama masa 6 kali Indonesia ganti Presiden? Masih menjadi tanda tanya besar untuk menjawabnya dengan baik dan benar. Apakah hukum di Indonesia mampu berdiri tegak tanpa campur tangan politik tingkat tinggi demi kepentingan politik jangka pendek semata selama ini? Hmmmm… agak sulit menjawab dengan Jujur tanpa merasa takut ditangkap Polisi karena dianggap telah melakukan delik pidana Pasal 310 dan 311 KUHP terkait dengan perlakukan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik.

Photo diatas ini adalah saksi sejarah disaat saya pertama kali pada tahun 2007 disaat melaporkan kasus pemakaian ijazah aspal (asli tapi palsu) yang diduga digunakan oleh Ratu Atut Chosiyah disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 lalu. Bambang Hendarso yang ketika itu menjabat sebagai Kabareskrim dan berpangkat Irjenpol menerima saya dan rekan pengacara saya bernama Khairil Poloan, SH, MH dan Yulita, SH, MH, termasuk mbak RA. Menik Haryani Kodrat sekretarisku yang setia selama 16 tahun masa pengabdian ini.

Bertempat dikantor Kabareskrim diruang kerjanya, Bambang Hendarso beserta tim intelnya yang sangat lengkap tersebut mendengarkan paparan investigasi yang telah saya lakukan selama masa hampir dua tahun terkait dengan kejahatan pidana Pilkada dari Kertas Suara Palsu yang diduga dilakukan terkait dengan Inkopol di Banten (Induk Koperasi Polisi), intimidasi, dan… ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE yang ‘diduga’ diterbitkan oleh Universitas Borobudur, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Kalimalang, Jakarta Timur.

Jajaran perwira tinggi Polri yang mendengarkan laporan saya tersebut diatas menjadi sebuah kemungkinkan atas jasa baik salah seorang ‘Guru’ Spiritual Bapak Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, MA bernama Habib Alkaff yang juga menjadi konsultas spiritual beberapa Pati (Perwira Tinggi) Polri lainnya. Habib Alkaff adalah yang memakai gamis putih dengan sorban hitam namun senang bersepatu boots ala militer, adalah seorang yang sangat ramah dan very helpful. Dia menganggap anak terhadap saya. Katanya anak perempuan Habib ada yang mirip dengan wajahku, sehingga rasa iba dan sayangnya muncul begitu melihat saya dan menyaksikan dari dekat bagaimana saya berjuang menjujurkan keadilan serta membingkai politik dengan hukum yang selama ini sangat liar di Indonesia. Dan menurut Habib katanya saya punya bakat menjadi Rabiah Al Adawiyah, yang ketika mendengar ungkapan tersebut saya malah menjadi tergelak lama tak dapat berhenti. Entah karena tiba-tiba saya menjadi ge’er atau entah karena merasa terharu atas sanjungan tersebut karena selama ini jarang sekali ada pihak yang berempati atau bahkan sekedar bersimpati terhadap apa yang sedang saya upayakan untuk dijujurkan demi Indonesia yang lebih baik dimasa depan.

Selain menemui Kabareskrim yang sekarang menjadi Kapolri, Habib Alkaff juga berbaik hati menemani saya dan tim lawyeruntuk melaporkan kasus Polisi Gadungan yang diduga dikirim oleh tim Atut didalam melakukan kontra intelijen didalam penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu yang dipakainya pada saat mengikuti Pilkada Banten 2006 yang lalu itu kepada Kadiv Propam (Provost dan Keamanan). Yaitu Kepala Divisi yang dianggap sebagai Hakimnya para perwira Polri, atau biasa mereka sebut sendiri sebagai ‘malaikat pencabut nyawa’ ditubuh Polri. Nama kadiv Propam tersebut adalah Irjenpol Gordon Mogoot. Tampak didalam gambar diatas duduk disamping kanan Habib Alkaff dan diapit disebelah kirinya Kapolda Maluku Utara Bapak Brigjen Pol Mustafa (orang Madura) yang sedang beranjangsana dikantor Pak Gordon Mogoot.

Setelah beberapa kali melakukan pelaporan atas delik pidana dugaan ijazah palsu tersebut, kami para penjujur keadilan masih menaruh harapan tinggi kepada Polri untuk meletakkan Hak Citizen Law Suit kepada relnya yang benar sesuai dengan apa yang dijanjikan didalam UUD 45. Melaporkan hal-hal pidana yang seharusnya segera ditindaklanjuti. Karena para anggota Polri yang bekerja sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat seharusnya faham bahwa mereka digaji oleh pajak masyarakat yang dipotong dari penghasilan mereka. Nah, respon oknum petinggi Polri atas laporan dugaan ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE apakah secepat apa yang diharapkan oleh rakyat selama ini?

Allahu Akbar! Dari sana saya sudah mulai dapat mencium gelagat akan sulitnya investigasi/penyelidikan yang akan saya lakukan kedepannya. Karena, bagaimana mungkin saya akan mudah menginteli intel polisi yang melakukan kejahatan pendidikan kalau yang saya invenstigasi justru termasuk salah satu pelaku aktif delik pidana tersebut?

Sampai hari ini saya belum pernah menyatakan menyerah atas konsprirasi dari kejahatan delik pidana pendidikan yang ‘diduga’ dilakukan Ratu Atut Chosiyah, SE dan Universitas Borobudur, Kalimalang, Jakarta Timur. Saya yakin, demi mendapatkan simpati yang lebih besar dari rakyat yang sebagian sudah mulai merasa lelah dengan kekurangtegasan Presiden SBY didalam 5 tahun masa pemerintahannya dan terkesan ‘takut’ terhadap partai yang membesarkan Rt Atut Chosiyah, SE, akan melakukan juklak dan juknis kepada Mendiknas dan Kapolri (yang dahulunya adalah Kabareskrim yang pertama kali menerima laporan saya atas citizen law suit terhadap pidana pendidikan ijazah palsu yang ‘diduga’ dilakukan oleh Rt Atut Chosiyah, SE disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 lalu) sebagai delik pidana kebohongan publik untuk mendapatkan posisi birokrasi yang terncam oleh Pasal KUHP dan UU Sisdiknas.

Allahu Akbar! Allah tidak tidur… saya yakini cepat atau lambat ‘dugaan’ kasus pidana ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, SE dari Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Kalimalang, Jakarta Timur akan terungkap dan seluruh stakeholders delik pidana yang terkait akan dimintakan pertangungjawabannya didepan publik. Bila Presiden SBY ingin terpilih lagi oleh rakyat pada Pipres 2009 didepan, saya yakini hati bersih beliau tentunya akan digerakkan oleh Kebenaran-Nya dan bersegera mengeluarkan Keppres baru dan membatalkan Keppres lama terkait dengan pembereskan kasus delik pidana Ratu Atut Chosiyah, SE yang diduga telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia.

Saya kasihan pada pendidikan Indonesia kita, saya kasihan pada rakyat Banten, dan saya sejujurkan saya juga kasihan kepada Ratu Atut Chosiyah, SE yang semakin lama semakin bertambah besar kebohongannya demi untuk menutupi delik pidana yang ‘diduga’selama ini telah dilakukannya bersama-sama dengan Universitas Borobudur yang telah mengeluarkan ijazah SE untuknya. Innalillahi wa innailaihi rojiuuunnnn… semoga Allah SWT terus melindungi kita semua dari murka-Nya.


Read more!

Wednesday 8 July 2009

Kopi dan Kenangan: Tulisan Marissa Haque 2003

Tulisan untuk Majalah Noor, Desember 2003
Marissa’s Story


Photography by Fernandez Hutagalung

Jakarta, 1 Desember 2003.
Hari ini, hari Minggu. Masih suasana liburan Lebaran. Hari-hari terakhir sebelum aku akan kembali ditenggelamkan oleh segudang target kehidupan dan masa depan. Termenung aku duduk di Musholaku. Semilir bau tanah basah bekas hujan semalam. Bunga Kembang Sepatu merah tua seakan menyapa selamat pagi untukku yang sedang enggan mandi pagi. Kupandangi kursi tua yang kududuki, warisan ibuku. Kuraba sarung jok dibawah kimono katun yang kupakai. Rasanya baru saja kuganti seminggu sebelum lebaran, tapi entah kenapa getaran kuno dari kursi tua ini selalu melambungkanku pada suatu masa kebersamaan yang hangat. Masa-masa yang terekam kuat dibawah sadarku. Orang-orang yang dekat dihati, yang telah pergi sebanyak satu generasi. Ayah Ibuku, dan keluarga besar Ibuku yang aku kasihi. Masih teringat dibenak saat kecil kami berempat—Shahnaz adikku yang terkecil belum lagi lahir—Mama, Papa, Soraya, dan aku berlibur dari pelosok kabupaten kecil di Plaju-Baguskuning, Palembang tempat ayahku bekerja sebagai karyawan Pertamina, menuju kota Bondowoso, Jawa Timur kampung masa kecil almarhumah Ibuku.

Sepanjang perjalanan dengan memakai pesawat Fokker F28, yang sudah sangat terasa mewah saat itu, kami pergi terlebih dahulu menuju Jakarta, kemudian transit melalui Surabaya diteruskan perjalanan melalui darat melewati daerah Pasir Putih, baru setelah itu tiba di Bondowoso, Jawa Timur. Kami menginap dirumah besar orang Belanda istri kedua sepupu Eyang Putriku. Karena tak memiliki anak dari perkawinannya, beliau menganggap Ibuku dan semua sepupunya sebagai anaknya sendiri. Perjalanan ini menjadi istimewa, karena tak lama setelah liburan kami, Oma Belanda itu meninggal dunia.

Ada benang merah yang membuat aku flash back kepada masa lalu. Tekstur kursi tua yang aku duduki warisan almarhumah ibuku dari rumah Belanda di Bondowoso dan aroma kopi tubruk dari cangkir yang aku gengam. Aroma ini sangat mirip dengan rekaman masa lalu bawah sadarku. Aroma yang memanggil-manggil. Ah,…wangi kopi! Bagaimana mungkin aku mengacuhkan keberadaan kopi, karena sejak diperkenalkannya di Bondowoso saat aku kecil, aku selalu ingin tahu lebih jauh. Bukan hanya karena suka akan rasa dan aromanya, akan tetapi kepada hikayat cerita yang melengkapinya. Membawa aku berkelana jauh dimasa ratusan tahun dibelakang. Oma Belanda ini sangat faham sejarah dunia, beliau juga sangat tahu nama-nama jenis kopi yang ditanam serta dibudidayakan disekitar rumah besarnya. Ya, beliau dan suaminya yang orang Jawa Timur adalah pemilik lahan luas perkebunan kopi Bondowoso saat itu.

Masih teringat bagaimana aku sambil terkantuk duduk bersandar dibahunya, mendengar dengan seksama cerita-cerita memikat. Diceritakan bahwa biji kopi yang terbaik dari Bondowoso adalah yang sudah dimakan Musang, yang keluar bersama kotorannya. Saat itu biji kopi juga bisa didapatkan dari berbagai perkebunan lain ditanah air. Antara lain dari Aceh, Medan, Toraja, Timor, juga daerah tetangganya di Jawa Timur, Jember. Biji-biji kopi yang merah tua itu disimpan dalam karung goni digudang selama lima sampai tujuh tahunan. Biji- biji tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahai selama minimal tujuh jam. Setelah itu ditumbuk, disangrai, setelahnya digiling. Wah, bahagianya aku dapat membayangkan seluruh proses produksinya. Bahan informasi awal inilah yang membuat aku hari ini bersiap- siap “pulang kampung” ke Bondowoso, bernostalgia tentang keberadaan lingkungan perkebunan kopi tersebut terutama melihat kondisinya setelah terkena landreform beberapa belas tahun yang lalu, serta melihat kemungkinan membuat film dokumenter tentang Kopi Arabika asal Jawa Timur.

Cerita sang Oma semakin memikatku, apalagi setelah diperkaya oleh hikayat perdagangan yang dilakukan orang-orang Belanda di Nusantara sebelum sang Oma lahir, kerjasama yang didasarkan secara berat sebelah oleh Kompeni, orang-orang bumi putra yang merebut kembali kekuasaan tanah ulayat milik adat, serta percintaan “terlarang” nya dengan Eyang Kakung yang tidak utuh kuserap karena faktor usia. Kuingat Soraya sudah asyik terlelap dikasur lebar, dikaki Oma Belanda bersama para sepupu yang lain.

Sang Oma juga membagi resep, beliau mengatakan bahwa baginya usaha kopi sangat kaya seni. Seluruh proses produksi—diluar pembudidayaan kebun—dipegangnya sendiri. Ia berprinsip menjual kopi yang harus fresh. “Cara” baginya adalah sangat penting, jumlah bukan bidikan pertama. Setiap kesalahan berproses adalah proses belajar itu sendiri, kata beliau. Kata-kata ini juga yang selalu terekam dibawah sadarku, bahwa sebuah proses belajar tidak ada yang instant. Hasil akhir biarkan menjadi misteri, yang penting adalah menikmati proses belajarnya. Karena belajar itu asyik. Harus proaktif mendatangi beberapa pakar, tidak malu untuk bertanya, serta menjalin silaturahmi berkala kepada siapa saja yang bermurah hati untuk membagi ilmunya—karena menurut beliau didunia ini tidak banyak orang ikhlas yang tulus mau berbagi ilmu pada sesama.

Dan detik ini, aku lupa bahwa aku belum menyiapkan sarapan apapun untuk keluargaku. Bik Inah pembantu yang sudah ikut puluhan tahun di dalam keluargaku masih pulang kampung, belum balik lagi. Jadi sebenarnya inilah saat yang paling tepat bagiku untuk mengekspresikan rasa cinta pada keluarga melalui perut. Salah satunya adalah dengan menuangkan kopi dalam cangkir-cangkir keramik biru kesayangan. Yang sedikit besar untuk Ikang suamiku, sementara ukuran sedang untuk Mertuaku. Anak-anakku menyukai rasa kopi didalam campuran Mocca Cream dalam mug besar. Aku ingin meneruskan kebiasaan berdiskusi ringan dengan mereka semua dimeja makan. Tentang apa saja. Tentang headline dikoran hari ini, tentang Politik, Ekonomi, atau Sosial dan Budaya. Bila diskusi tidak nyambung, tidak mengapa. Aku ingin menciptakan suasana cerdas dimeja makan. Juga penting membina kebiasaan mengutarakan pendapat dengan cara yang santun dan terasah. Mertuaku yang mantan Diplomat Karir biasanya menjadi mentor informal. Sehingga Kopi bagiku bukan sekedar minuman belaka, tetapi juga adalah perekat tali emosi didalam keluarga.

Sementara itu diluar rumah, aku sering sekali memilih Coffee House atau Coffee Lounge sebagai meeting point walau sekedar social chat demi menyambung silaturahmi. Lebih serius lagi sering pula menjadi tempat membina relationship dengan relasi bisnis.

Kopi memang selalu menarik. Semenarik harumnya yang selalu membuat orang mau tidak mau—walau sekedar hanya untuk menghirup aroma— menyita minimal satu atau dua detik untuk menikmatinya.

Aroma Kopi, bagiku adalah aroma cerdas dan elegant.

Read more!

Jilbab dalam Isu Pilpres 2009: Belajar Banyak dari Dr. Zulkieflimansyah

Sebagai salah seorang Muslimah Indonesia yang berjilbab (berkerudung), tentu saya akan merasa sangat berbahagia bilamana banyak perempuan Islam Indonesia lainnya yang kemudian turut berkerudung. Namun ketika kerudung kemudian menjadi ajang cemooh dan olok oleh karena salah seorang kader dari salah satu partai menengah Indonesia yang menjadi corong salah satu kandidat Capres namun kemudian arah afiliasi politiknya justru berseberangan dengan yang seharusnya dia dukung – dalam koridor etika berpolitik – maka dampak yang dihasilkan justru menjadi kontra produktif dalam image bidang keilmuan komunikasi imagology. Khususnya berdampak buruk bagi para ‘pekerja penyebar informasi kebaikan’ dan penganut sikap toleransi. Ketika hal yang sangat esensial yang sesungguhnya memiliki tempat tertinggi dimata Sang Pencipta serta melekat pada semangat identitas keislaman menjadi bernilai rendah. Ketika justru sekedar digunakan untuk tujuan jangka pendek dan kepentingan posisi duniawi oleh ‘kelompok tertentu’ semata.

Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku, mantan runingmate pada saat Pilkada Banten 2006 lalu tentu sedang belajar banyak dari ‘keseleo lidah’ yang dilakukannya yang mungkin ‘diduga’ tidak sadar dilakukannya – karena kedekatan emosional pada salah satu pasangan Capres yang justru bukan di-endorse oleh partainya. Saya dapat memakluminya, karena saya pikir saya cukup mengenal pria genius dibidang ekonomi dan pemasaran lulusan Stratclyde University, Scottland dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini dengan nilai kelulusan IPK 4 bulat seperti Presiden Dr. H. SBY kakak kelasku di IPB lalu. Dia sangat mencintai Islam serta menjadikan Islam sebagai nafas kehidupan diri, karir, serta keluarganya – tentulah terkait diluar ideologi Islam dalam konsep berkeluarga yang dianutnya! Ketika sayapun dimasa lalu pernah dianggap memilih langkah politik yang ‘salah’ karena faktor kemudaan usia berpolitik, lalu kemudian dipaksa oleh kelompok masyarakat tertentu agar “wajib” menyatakan/mengaku “kalah” dalam perjuangan – padahal situasi serta kondisi sebenarnya adalah sebaliknya. Maka apa yang terjadi pada aksi statement Dr. Zulkieflimansyah, SE, MSc saudaraku terkait jilbab yang kemudian dianggap kontra produktif oleh sebagian besar masyarakat Indonesia baik yang Islam maupun nasionalis, lalu juga dianggap sebagai sebuah ‘kecelakaan’ politik yang sebenarnya adalah proses pematangan karir politik dalam koridor memetik optimal lesson learn dari kejadian tersebut diatas. Bukan sekedar ingin membela Dr. Zulkieflimansyah karena pernah menjadi runningmate-nya semata, namun didalam berpolitik – bahkan seorang yang paling pakar dibidang keilmuan ini sekalipun – diyakini tidak ada satupun yang benar-benar paling betul 100%. Jadi depends on who’s point of view- lah! Demikian kurang dan lebihnya.

Membahas ukuran etika dalam berpolitik, sebenarnya sangat rapat dengan unsur nilai dan persepsi – dimana unsur-unsur ini berada dalam ‘in the same wave length.’ Sebagai manusia biasa, intelegensia kita terkait kompetensi yang walaupun sering kita anggap remain stabil namun sebenarnya tidak pernah berdiri diruang hampa. Seringkali kita terbuai, ketika sedang berada didalam aura zona nyaman kelompok elit politik tertentu. Sehingga seringkali pula kita lupa bahwa didalam balutan batas populasi tertentu, semua orang berlomba menuju tempat tertinggi, dimana pada posisi elitis tinggi banyak yang diduga pencapaian dilakukan dengan cara mengahalalkan semua cara (Machiavelli dalam Il Pricipe). Agak mengerikan memang bilamana menjadikannya sebagai ‘kebenaran keillahiahian’, namun diduga ‘dijual dengan harga murah’ bila dikaitkan dengan wilayah dimana populasi dimana kita tinggal dan hidup didominasi pimpinan asal sekelompok masyarakat ‘bergetah’ Indonesia yang lalu bermetamorfosa menjadi sesuatu yang sumir serta kontra produktif. Bahkan… pun, akhirnya terjadi juga pada seseorang yang dulunya saya pikir tidak mungkin kejadian (beyond my imagination), ketika seseorang dengan kompetensi bidang keislaman optimal setara Dr. Zulkieflimasyah, SE, MSc melakukannya. Namun empati serta doa saya tentunya untuk Akhi Zul – panggilan hormat saya untuk dia – karena walau bagaimanapun dia adalah salah seorang kader pemimpin negeri terbaik dari salah satu partai tengah-besar di Indonesia yang saya yakini tahu pasti cara meng-overcome the problem.

Maju terus Ya Akhi Zul… dirimu adalah calon pemimpin bangsa dimasa depan! Saudara sepupumu di Sumbawa Besar sana yang seusiamu sudah menjadi Gubernur dikampung halamannya sendiri. Kalau kemarin dirimu belum menjadi Gubernur di Banten karena dugaan kecurangan sistemik persis sama dengan yang tengah terjadi didalam proses Pilpres 2009 ini, mulai dari DPT palsu, penggembosan suara, penggelembungan suara, penghitungan tabulasi palsu, intimidasi, legalisasi money politics, KPUD dalam perintah tangan rezim status-quo, dan lain sebagainya (termasuk dugaan ijazah palsu oleh salah seorang kandidat dari rezim status-quo) – dimana kita semua yakin hal tersebut terjadi secara seragam dan hampir merata diseluruh Indonesia. Sebenarnya hari ini kita tinggal menunggu Sang Ratu Adil yang sebenarnya datang untuk memimpin Indonesia, yang kini dalam kacamataku telah menajdi sebuah negeri gagal! Sebuah wilayah kenegaraan yang dipimpin oleh dominasi gaya kepemimpinan ‘masyarakat bergetah.’ Asalkan kita – meminjam kata-katamu Akhi Zul sendiri – “don’t crack under the pressures.” Insya Allah Akhi Zul, dirimu akan menjadi salah satu pilar pemegang tongkat komando menejemen kewilayahan di Indonesia dimasa depan. Mungkin menunggu usiamu seumur usiaku hari ini, agar tak perlu lagi melalui ‘slip of the tongue’ seperti ‘the head-scarf case’ semacam kemarin itu-lah! (smile)… Insya Allah, just always go for the best as usual. I trust you!

Allahu Akbar!
Kita belum merdeka!

Read more!

Monday 6 July 2009

The Story of Miss Bella Fawzi

Sumber: http://miss-bellafawzi.blogspot.com


Berawal dari Buku Cergam Bilingual

Sejak kecil ibuku Marissa Haque rajin menjejali aku dan adikku – kami hanya berdua perempuan semua (Chikita Fawzi namanya) – dengan berbagai buku bilingual (dwi bahasa Indonesia-Inggris). Kebetulan disaat itu Ibu Icha (demikian nama panggilan kesayangan kami untuknya) sedang menyelesaikan pendidikan master pertamanya di Universitas Katolik Atmajaya Jaya dengan jurusan Psiko-linguistik dengan Kekhususan Bahasa Inggris untuk Pendidikan Anak-anak Cacat/Tuna-rungu. Disaat itu aku dan adikku sangat ingat bagaimana Ibu Icha menabung setiap sepuluhan ribu honor main film-nya serta menjadi model foto majalah serta iklan yang kemudian menjadi sisa anggaran belanja dapur rumah kami agar dapat membeli multi-vitamin dan minyak ikan Scotts Emoltion serta buku cergam dua bahasa. Seingatku pula, yang paling sering dibawa pulang buku-buku terbitan Mizan Publisher, Bandung. Bahkan ada tokoh kartun seekor kucing kecil cerdas dan jenaka bernama Si Mio yang tak pernah kulupakan coretan buah karya Kak Andi Yudha sang ilustratornya.

Puisi Awal Temuan Bunda Neno Warisman

Setiap pertemuan dengan banyak teman-temannya ada yang selalu kuingat dari Ibu Icha adalah selalu bercerita membanggakan salah seorang kawan karibnya yang bernama Neno Warisman – seorang aktivis pendidikan dunia anak yang sekaligus penyanyi terkenal itu. Ibu Icha selalu menyatakan bahwa tanpa temuan Bunda Neno atas puisi karyaku didalam serbet kertas untuk tamu itu disalah satu tong sampah kering didapur listriknya, Ibu Icha tidak mungkin dapat mengetahui bakat keberbahasaanku. Bahkan Ibu Icha selalu mendoakan agar disuatu saat setelah dewasa kelak aku mampu actual dibidang Seni Sastra dan Bahasa termasuk dunia ajar-mengajar terkait dengan languages. Secara bercana Ayah Ikang dan Mama Uttie sering ‘mengolok’ sayang agar kelak aku dapat kesempatan memenangkan hadiah Nobel dibidang Sastra untuk Indonesia…

Kuliah di FIB-Universitas Indonesia

Menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia adalah mimpi besarku saat duduk dibangku SMU Bhakti Mulia, Jakarta Selatan. Aku melihat Ayah Ikang Fawzi-ku tercinta sangat dibanggakan kedua orangtuanya disaat masih hidup karena sekeluarga besarnya sebagian besar alumni UI. Ayah Ikang sendiri adalah alumni FISIP-UI jurusan Administrasi Niaga, Uwak Ade Fawzi lulusan Fakultas Teknik Arsitektur-UI, dan Bi Didang adalah lulusan Fakultas Psikologi-UI, hanya Mama Uttie kakak tertua Ayah Ikang yang lulusan Akademi Sekretaris di Tokyo, Jepang disaat mereka tinggal di Negeri Sakura tersebut. Walau Mama Uttie Tangkau-Fawzi bukan lulusan UI, namun kemampuan Bahasa Jepang dan Perancis-nya luar biasa anggun serta lancar dimana sejak saat kecil aku selalu terpesona menyaksikannya. Ibu Icha menyatakannya sebagai eloquent begitu. Jadi bukan sekedar fluent semata. Tak ketinggalan tentunya faktor penentu dari Kakekku tercinta yang baru saja almarhum yang bernama Fawzi Abdulrani yang mantan Duta Besar Indonesia Berkuasa Penuh dizaman Presiden Soeharto. Dato’ Fawzi – demikian kami memanggilnya sayang – adalah inspirasiku pertama dan utama. Berbahasa dengan santun serta ‘berisi’ dengan gesture tubuh (semiotika) yang berkelas ditambah semantika yang advance menjadi tuntunan sampai aku lulus dari FIB-UI awal tahun ini. Walau Dato’ Fawzi telah tiada, namun spirit kemampuan diplomasi dan keberbahasaannya tertanam subur didalam diriku. Proses internalisasi kemampuan berbahasa tersebut aku rasakan sebagai sedikit kemewahan hidup titipan Allah didalam kehidupanku didunia ini. Terimakasih banyak Ya Allah…

Menjadi Ibu Guru PAUD

Atas jasa beberapa teman mantan finalis Abang-None Jaksel kemarin, aku mendapatkan kesempatan menjadi ibu guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau aku sering mengungkapkannya sebagai Early Child Education. Aku sangat menikmati peran pada target hidup anatarku ini. Memang menjadi Ibu Guru PAUD bukanlah target akhir hidupku nanti. Ada entry point lain yang ingin kujajaki, yaitu menjadi anchor atau pembawa acara ditelevisi. Karenanya sekarang ini aku sedang serius melakukan persiapan memasuki wilayah FISIP-UI dijurusan Komunikasi. Aku sangat ingin menjadi ahli komunikasi. Kata banyak orang kalau aku berbicara dalam Bahasa Inggris baik dan benar, termasuk juga Bahasa Mandarin-ku bahkan walau belum terlalu lancar sebenarnya.

Disaat mengajar menjadi Ibu Guru PAUD, kesabaranku benar-benar terasah. Awalnya aku agak bingung juga menghadapi alam pikir bawah sadar para batita tersebut (bawah tiga tahun). Mereka seakan memiliki dunia tersendiri yang mungkin kupikir sulit untuk ditembus. Namun semakin lama dengan bertambahnya jam terbangku mengajar, aku semakin enjoy dan teramat-sangat menikmati pekerjaan pada target antaraku ini. Rupanya kesenangan mengajar rakyat yang termarjinalkan semacam kelompok masyarakat diffable tunarungu dari Ibu Icha – bahkan saya sering mengikuti Ibu Icha saat Pilkada Banten kemarin dikampung Mbah Yuya-ku di Lebak dan Pandeglang, Banten mengajar masyarakat miskin yang memakan nasi aking dengan berdoa dalam Bahasa Indonesia-Arab-Inggris. Uniknya, dengan kesabaran tinggi para ‘murid’ Ibu Icha tersebut mampu menyerap apa yang diajarkannya walaupun santai kesannya sembari bercanda namun sebenarnya fokus dan serius.

Ibu Icha dan Ayah Ikang serta seluruh keluarga besar Fawzi dan Haque adalah sinar matahari pagiku… inspirasiku yang sangat luar biasa… selamanya… sampai hayat dikandung badan. Apa yang telah mereka wariskan padaku, hari ini aku wariskan ulang kepada para murid-murid kecil-ramai-menyenangkan ini. Kata Ibu Icha itulah bakti kita kepada ummat dan Indonesia. Terimaksih Ibu Icha… terimakasih Ayah Ikang… terimakasih Dato’ Fawzi Abdulrani yang selalu kucintai…

Ya Allah, alhamdulillahirrabilalamiiin…


Read more!