|
|
|
|
|
|

Thursday 1 January 2009

En Kleine Kadotje van Oom Fanny Habibie

Kalau Allah SWT sudah ingin bersegera menjawab ‘doa rintihan’ kita, maka jarak lintas laut dan benua bukan hal yang mustahil bagi-Nya.

Seucap Nyata

Adalah seorang hamba Allah orang Indonesia nomor wahid di Negeri Belanda yang menelpon di cellphone-ku menjelang tengah malam buta waktu Indonesia bagian barat 3 (tiga) hari yang lalu.
Setengah hati kuangkat telpon yang deringnya mengganggu konsentrasi gelombang alpha dzikir panjangku diatas sajadah empuk sederhana dikamar tidur.

Ah! Private number lagi… cobaan apa lagi ini yang datang tak henti-henti menerorku sejak dua hari berselang? Kenapa justru ditengah malam buta disaat saya sedang ‘senang-senangnya’ bersenandung lirih untuk-Nya?
“Marissa… apa khabarnya?,” kata suara laki-laki diseberang sana dengan nada semangat. “Masya Allah… saya senang sekali dengan tulisan kamu,” sambungnya lagi.

Saya terkesiap: “Ups, tulisan yang mana dan dimana, dan dengan siapa ini?” Saya memang perlu meyakinkan diri ini bahwa saya memang menulis bagus dan mendapatkan apresiasi. Karena pemberitaan diberbagai media terkait dengan langkah jihadku belakangan ini malah lebih banyak yang kontra produktif terhadap perjuangan itu daripada positifnya sendiri.

“Tapi,… maaf, dengan siapa ini saya bicara Pak?,” tanyaku ulang.“Masya Allah, tidak ingat suara saya? Ini lho saya yang suka duduk disamping kamu kalau di BKSAP-DPR RI (Badan Kerjasana Antar Parlemen), dan yang paling sering memarahi kamu kalau langkah dan ucapanmu di DPR RI kemarin kurang pada tempatnya. Kalau kamu kerja bagus saya selalu katakan bagus, namun kalau tidak bagus saya juga selalu mengatakan apa adanya ke kamu. Masih belum ingat?” sambung suara tersebut kembali.Saya malah menjawab dengan lirih: ”Maafkan saya Pak…saya tidak ingat, karena selama saya bekerja di DPR RI sebagai wakil rakyat saya sering kali dimarahi orang,” jawabku jujur apa adanya. Terdengar tawa renyah diseberang lautan sana sebagai respon atas jawabanku.

Ah, saya masih terus menerka-nerka siapa gerangan sang Bapak ini. Namun beliau langsung menyebut namanya dan saya merasa sangat surprise! “Saya Oom Fanny… Fanny Habibie, ayahnya Ade. Saya telpon dari Amsterdam, Belanda” jelas sang pemilik suara. Dan Bapak Fanny Habibie adalah Duta Besar Indonesia untuk negeri Belanda pada periode Presiden SBY ini.“Allahu Akbar! Saya sangat senang masih diingat oleh Oom Fanny,” jawabku. Sejak di DPR RI dulu, saya memang selalu memanggilnya Oom bukan Bapak. Karena anak beliau yang lulusan Fakultas Film dari Chicago School of Film adalah teman diskusi saya didalam pembuatan film beberapa saat sepulang saya dari Amerika Serikat. Istri beliau baru saja meniggal dunia dan dimakamkan dekat dengan mertua Shahnaz adikku – Bapak Ramadhan KH – di Pemakaman Tanah Kusir, Jaksel. Ibu Miriam binti Supardi yang dikasihi Allah yang telah lebih dahulu kembali kepangkuan-Nya, yang malam ini sengaja kukirimkan doa khusus untuknya.

***

Sejujurnya sebelum telpon tadi berdering, saya baru saja mengadukan kepada-Nya perihal ‘nasib’ ujian terbuka Doktorku dari IPB Bogor yang terus menerus molor karena masalah biaya. Dari 11 (sebelas) langkah menuju seorang PhD. Alhamdulillah saya telah melalui 10 (sepuluh) langkah. Satu langkah yang selama tiga bulan terakhir tidak maju-maju karena berbagai kendala ini dan itu.

Jarang ada yang percaya bahwa orang seperti saya lebih sering berkendala dengan dana terkait dengan pendidikan, karena tanggung jawab menuju akhirat kami terkait dengan pendidikan anak-anak asuh kami juga memakan biaya tidak kecil.

Singkat kata, pada akhirnya Oom Fanny menyatakan sangat senang dengan tulisanku terakhir di blogdetik.com ini yang berjudul “Tak Ada Dendam dan Tak Perlu Membalas.” Saya sangat surprise bahwa beliau begitu perhatiannya kepada tulisan sederhana ungkapan hati dicatatan harian terbuka ini. Namun saya juga sadar bahwa keluarga besar Habibie adalah keluarga intelektual yang dari dulu sudah sangat melek dunia ICT (Information Communication and technology) disaat sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum menyentuhnya.

Saya bercerita bahwa telpon Oom Fanny sebagai jawaban langsung dari Allah SWT ketika saya meminta jawaban ‘bantuan’ atas nasib ujian terbuka Doktorku yang sudah 4 (empat) bulan ini terkatung-katung. Sudah Doktor sih secara ‘ijab-kabul’, namun belum resmi karena belum ada muawiyah-nya (ramai-ramainya).

Saya bertanya terus kepada Oom Fanny, apa yang membuat beliau ter’ketuk hati’ untuk menelpon saya setelah saya tahu bahwa ketika beliau menelpon kenomor lama HP-ku tidak nyambung-nyambung. Lalu beliau secara berputar mencari nomor kontak saya melalui adik ibunya Gilang Ramadhan Bi’ Herna yang sesama Deplu dan pernah tinggal dan kerja di Belanda. Bi’ Herna kemudian bertanya ke Shahnaz. Setelah dapat, lalu kembali lagi menelpon balik Oom Fanny. Dan baru setelahnya tersambung kesaya. Oom Fanny mengatakan, kalau Allah sudah ingin menggerakkan hati seseorang walau jarah setengah perjalanan bumi dan terpisah ribuan mil samudra luas, kebaikan itu pasti akan bersegera datang.

Ya, Allahu Akbar! Saya teringat cerita The Al Chemist oleh Pablo Coelho, diceritakan bila kita meminta dengan hati bening kepada-Nya, maka seluruh isi dunia akan membantu sang peminta untuk mendapatkan apa yang didoakannya.

Oom Fanny spontan menyatakan ada dana halalnya yang harus dikeluarkan, dan itu akan diberikan langsung kerekening saya di BRI Senin besok ini. Dan masya Allah… jumlahnya persis seperti yang saya butuhkan yang saya pintakan kepada-Nya sampai dengan diwisuda bulan February 2009 nanti. Beliau hanya meminta jaminan kelulusan saya menjadi Doktor resmi sebelum tahun baru 2009.

Allahu Akbar! Jazakumullah khoir… Oom Fanny Habibie Kekasih Allah. Beliau yang juga sedang berduka karena kehilangan istri tercintanya, masih sempat memikirkan orang lain yang bukan siapa-siapanya ini dan mendoakan kesuksesan studi saya. Saya lalu meminta nama lengkap almarhumah istri beliau. Nama Ibu Miriam binti Supardi kemudian kukirimi doa paling dalam untuk ketenangan, kesejukan dialam kuburnya, dan menunggu saat tepat suatu masa nanti bersama-sama suaminya menuju Sang Kekasih Abadi dalam kondisi segalanya hanya yang terbaik dimata-Nya.

Didalam QS Ali Imran ayat 31 Allah SWT berfirman, dikatakan: “ Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikuti Aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyang.”

Allahu Akbar Oom Fanny… njenengan datang dikirim Allah untuk menjawab doa panjang saya kepada-Nya… Salam kasih saya buat Mas Ade dan istri manisnya yang pernah main di filmnya Mbak Nia Dinata, dan cium sayangku buat sang cucu mungil dirumah KBRI di Wassenar, Amsterdam sana. Sudah masuk musim dingin kelihatannya ya? Jaga kesehatan Oom, jangan lupa ’mencuri’ waktu untuk tetap cukup beristirahat. Indonesia membutuhkan anda, juga keluarga besar Habibie yang lain para Kekasih Allah. Mas Adrie Subono sedang sering bersama Ikang dirumahnya, dari pengajian bareng Aa’ Gym dan lainnya sampai bicara soal konsert musik bareng.Kami bangga dengan keluarga besar Habibie. Sesuai dengan makna nama tersebut didalam Bahasa Arab yang artinya Kekasih. Ya, Kekasih Allah… insya Allah demikian ya Oom Fanny.

Jazakumullah khoir sekali lagi atas kebaikan hatinya. Sukses selalu ditempat kerja di KBRI Kerajaan Belanda ya Oom? Dan insya Allah membawa nama bangsa kita kearah kerjasama bilateral yang lebih harum lagi.

We trust you…

God bless you!

No comments:

Post a Comment