|
|
|
|
|
|

Tuesday 30 June 2009

83 Tahun dalam Hidup Berkualitas: Ayah Mertua Marissa Haque Berpulang Hari Ini


Tiada hal yang paling membahagiakan dalam hidupku kecuali melihat wajah cinta dan kasih tersebar dimana-mana didalam keluarga kami. Baik keluarga intiku – hidup perkawinan Ikang Fawzi dan saya Marissa Haque – maupun keluarga besar suamiku dari saat masih lengkap dahulu sampai yang tersisa masih hidup sekarang ini. Namun ada yang sanga terasa ‘mewah’ ketika dalam setiap perjumpaan Ikang Fawzi suamiku memperlihatkan ekspresi cinta-kasih kepada ayahandanya semata wayang – kami menyebut beliau sebagai The Singing Ambassador Dato’ Fawzi Abdulrani.


Like fther like son, alhamdulillah… ni’mat yang tak pernah boleh lupa kusyukuri. Fabiayyi ala’i Robbi kumma tukadzdzibaan…

Ikang yang sangat mencintai Ayahnya karena Dato’ Fawzi sebagai ayah sejak kecil memang sangat memperhatikan keempat anak-anaknya dengan cinta-kasih. Mencari pasangan hidup memang tak salah bila disarikan oleh para leluhur kita untuk melihat dari sisi bibit-bebet-bobot. Bahkan ada pepatah yang mengatakan buah apel jatuh tak jauh dari pohonnya, diiringi rasa syukur yang tak pernah henti saya menjadi saksi hidup bahwa Ikang Fawzi suamiku semata wayang mencintai kedua anak-anaknya seperti apa yang telah didapatkannya sebagai cinta penuh tanpa pamrih dari kedua orang tuanya baik semasa sang ibunda tercinta masih hidup sampai sekarang ketika Dato’ Fawzi tinggal sendirian.

Cinta kasih tanpa pamrih adalah spirit kehidupan rumah tangga kami Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Jauh dari segala ukuran materi dan jebakan duniawi kami ingin merawat cinta dan kasih ini seumur hidup kami… selamanya… sampai kami mati kelak menuju Muara Abadi-Nya. Allahu Akbar!

Read more!

Monday 29 June 2009

Marissa Haque dan Pasar Tradisional: Pengakuan Mahasiswi Pasca IPB & UGM

Empatiku yang luar biasa kepada pasar tradisional ketika melihat data yang ada. Memang data ditanganku ini bukan yang paling terakhir, namun tahun 2007 bukanlah tahun yang terlalu lama telah lewat. Dimana sejumlah 4.707 pasar tradisional ditinggalkan pedagang karena kalah brrsaing dengan ritel modern dalam lokasi yang sama. Angka diatas tersebut adalah setara dengan besaran 35% dari total pasar tradisional diseluruh Indonesia. Percepatan pertumbuhan ritel modern didalam kurun waktu sangat singkat berhasil menggilas sumber pendapatan wong cilik pada lini akar rumput.

Data yang saya peroleh dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional menyatakan bahwa pada tahun 2007 jumlah total pedagang tradisional terdapat sebanyak 12.625.000 pedagang, namun pada akhir tahun 2008 tercatat tinggal 11.000.000 pedagang saja. Sehingga total dala jangka waktu hanya setahun, sebanyak 1.625.000 pedagang yang gulung tikar. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dan didalam kampanye Capres dan Cawapres 2009 ini hanya ada 1 (satu) saja pasangan yang menyentuh kepentingan perlingan pada kelompok ini dapat dibayangkan tak lama lagi sebagian besar dari mereka akan mati pelan-pelan seperti apa yang pernah dijelaskan didalam teori Darwin terkait dengan istilah proper to the fittest.


Ritel Masuk Desa Tasik dan Garut, Jabar

Penyebab yang signifikan membunuh para pedagang tradisional ini adlah ketika pasar ritel modern yang tadinya hanya berada dikota-kota besar kemudian merambah tak terkendali hingga masuk kedesa-desa. Sebagai contoh adalah wilayah Dapil Jabar 10 dan 11 ketika kampanye legislatifya ng baru lalu kemarin – sekitar Garut dan Tasikmalaya. Dikota Tasikmalaya yang memiliki luas 171 km2 sekarang ini telah berdiri 9 buah supermarket dan 13 minimarket, ditambah 1 buah hypermarket yang berlokasi didalam pusat belanja Maya Sari Plaza – sebelumnya adalah sebuah pasar tradisional. Ritel modern ini menawarkan harga jual yang jauh lebih murah serta suasana yang lebih nyaman kepada para pengunjungnya. Barang lebuh murah yang ditawarkan kepada pembeli biasanya berkisar sekitar consumer goods dan house holds dari tusuk gigi, peniti sampai barang elektronika. Beberapa diversivikasi usaha yang merupakan SBU (strategic business unit)dari peritel ini adalah juga memproduksi sendiri beberapa produk urusan rumah tangga, antara lain seperti: kecap, kertas tisu, dan lain sebagainya dengan memakai merek mereka sendiri yang mereka sebut sebagai private semisal yang telah diproduksi peritel asal Perancis Carrefour. Biasanya produk-produk yang diproduksi oleh peritel besar ini jatuhnya menjadi sangat murah karena mereka langsung berhubungan dengan produsen. Lama-lama mereka juga mengembangkan usaha menjadi principal, distributor sekaligus grosir. Sehingga semakin sempit dan tersingkirkan saja ruang gerak mereka yang bergerak dilini bawah terkait dengan ekonomi kerakyatan.

Kebijakan pemerintah yang meminggirkan keberadaan mereka ini, diperkuat dengan Permendag No. 53 Tahun 2008 berisi 28 buah pasal yang yang ditandatangani oleh Ibu Marie Pangestu pada tanggal 12 desember 2008, berisi pengaturan tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern. Besar harapan saya dan sebagian besar pengamat ekonomi kerakyatan agar para pasangan Capres dan Cawapres yang akan maju nanti ini ada yang dengan serius menyatakan keberpihakannya atas intervensi dari Negara kepada para pengusaha jaringan akar rumput ini demi pemerataan ekonomi berkelanjutan yang tidak sekedar mengejar growth atau pertumbuhan semata. Kalau toh ada yang meneriakkan kepentingan pemerataan baru terlihat pada iklan Bapak Prabowo Subianto semata, karena kebetulan Bapak Prabowo juga adalah Ketua dari Persatuan Pedagang Tradisonal ini. Namun begitu Pak Prabowo bergabung dengan Ibu Megawati, apakah cerita kedepannya masih akan sama? Ini adalah peluang sekaligus tantangan yang masih belum terlihat nyata digarap dengan serius oleh seluruh pasangan Capres yang tiga pasang ini tanpa terkecuali.

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

Read more!

Saturday 20 June 2009

Setelah Mematikan Lampu Dirumah Bunda Marissa dan Ayah Ikang: Bambang Ariyanto

Terharu biru hatiku membaca tulisan sederhana disalah satu blog anak asuhku ini. Tulisan tersebut adalah sebagai berikut:

Sumber:
http://anak-anakbundamarissa.blogspot.com/

Setelah Mematikan Seluruh Lampu Diruang Makan Bunda Marissa Haque dan Ayah Ikang Fawzi, saya memotret foto keluarga kedua orang tua asuhku Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Dalam foto yang menempel didinding dengan latar depan frame foto Bella dan Kiki sewaktu masih kecil-kecil membuat saya tercenung didalam hati. Kenapa ya dirumah saya tidak ada foto besar dengan gambar seluruh anggota keluarga saya lengkap?

Namun saya cukup senang sewaktu pernah diajak foto barenag sama Ayah Ikang saat kampanye di Lebak dan Pandeglang kemarin kampanye. Terimakasih banyak Ayah Ikang dan Bunda Marissa yang cantik. Semoga Allah SWT memberkahi kalian berdua dan berumur panjang.

Read more!

Sukses Wirausaha TKWI di Hongkong bersama DD Republika: Marisa Haque

Kesibukan dari waktu ke waktu seakan tidak bisa dihentikan. Mulai dari sebagai artis, guru bahasa inggris anak cacat dan masih seambrek aktifitas lainnya ditengah tugasnya sebagai ibu rumah tangga tidak membuat surut untuk tetap datang menghadiri undangan ke Hongkong bertatap muka dengan BMI dalam rangka pekan investasi usaha persembahan dari dompet dhaufa. Namun Marissa grace Haque tidak kenal lelah. Pasangan artis Drs. Ahmad Zulfikar Fawzi tetap cerah ditengah panasnya terik matahari saat tampil di panggung sebagai MC acara pekan investasi wirasusaha, Akad (18/5) kemarin. Begitu juga dengan penampilan Ikang Fawzi nama panggilan dari Ahmad Zulfikar Fawzi tampil memukau dengan petikan gitarnya yang di bawa langsung dari tanah air, dapat menyemarakkan suasana meskipun lagu yang dibawakan, lagu lama.

Konon kabarnya, wanita yang lahir pada tanggal 20 Juni 1962 dan menyukai warna kalem ini juga ikut pencalonan Gubenur di kota Banten. Dengan aktifitasnya yang padat masih ada rasa semangat akan kepeduliannya terhadap anak-anak cacat. Buktinya, dia turun tangan menjadi guru bahasa inggris. Tentunya bertujuan untuk mencetak anak bangsa yang pintar meskipun cacat jasmaninya.

Ibunda dari Isabella Muliawati Fawzi ( anak ke-1 ) atau Bella dan Marsya Cikita Eawzi ( anak ke-2 ) atau Kiki mempunyai rahasia tersendiri untuk menjaga keharmonisan rumah tangganya. Rumah tangga pasti ada pertengkaran kecil, karena memang itu bumbunya. Begitu juga yang terjadi pasangan artis Marissa dan Ikang, lalu bagaimana sikap Marissa disaat suaminya sedang marah atau ngambek? Dia akan meminta maaf lebih dahulu, kalau tetap marah bersikap berlagak begok, lalu sambil merayu supaya segera reda marahnya, katanya saat itu.

Merintis sebagai seniman atau artis tidak semulus yang dibayangkan, cobaan pasti ada. Marissa merintis kariernya sejak masih duduk SMA kelas 2, saat itu dia ikut seni tari di sanggar Guruh Sukarno Putra lalu mendapat tawaran sebagai model majalah kartini dan disulap actual padahal masih bau kencur, kemudian juga menjadi model majalah madona dan baru ada tawaran untuk main film. Artis yang sejajarnya adalah Mariyam Belina, Kristin Hakim, Yeni Gusman dan lain-lainnya.

Meskipun dari pihak Bapak menghalanginya, karena merasa malu, dengan kedudukannya sebagai penjabat pertamina lalu mempunyai anak aktif seniman. Tidak membuat surut keinginannya, meskipun harus diam-diam. Dan akhirnya, setelah berhasil bisa memberi mobil dan camera sendiri, bapaknya mendukung, terpenting dapat membagi waktu dan dapat membedakan mana yang didahulukan.

Setelah lulus SMA malanjutkan kuliah, saat itu diterima di fakultas hokum dan kedokteran, akhirnya memilih fakultas hokum. Disaat semester empat cuti karena mengejar piala citra. Sebab, dengan berhasilnya meraih piala citra akan mengubah potensinya sebagai artis semakin tinggi, setelah itu kembali melanjutkan kuliah hingga lulus dengan gelar S1.

Dengan segudang jadwal kesehariannya, selain kuliah. Marissa tetap mengembangkan potensinya sebagai artis bintang film, foto model dan masih banyak lagi acara-acara yang akan menyita waktunya. Seperti yang terlihat, banyak acara TV yang menampilkan dirinya sebagai bintang. Sesibuk apapun dia harus tetap berpenampilan prima dan fres, karena itu sudah menjadi tuntunan sebagai seniman yang sudah dikenal oleh masyarakat.
“Saya sangat salut dengan BMI Hongkong, karena disela kesibukannya masih membuat sebuah kelopok-kelompok untuk berekpresi,” sebait kalimat Marissa saat mengungkapkan rasa harunya dengan perkembangan BMI yang ada di Hongkong. Bahkan juga memberikan lampu hijau bagi BMI yang ingin mengundangnya kembali untuk mengisi traning cara membangun pribadian yang kuat dan cerdas dalam mengatasi situasi dan lingkungan.
Perempuan yang kini terjun di dunia politik ini tetap waspada tentang makanan halal dan haram saat pergi ke luar negri. Seperti yang diutarakan saat bersama Iqro, bahwa saat pergi ke Amerika, dia akan makan direstauran yang tidak ada menu masakan binatang babi. Lebih kongkritnya dia akan masuk ke rumah makan yang berbau Islam.
Begitu juga dengan tanggung jawab terhadap kedua putrinya yang kini juga mengikuti jejak Ikang Fawsi dalam dunia music. Dia akan selalu berkomunikasi meskipun jauh, dengan cara telepon, kirim SMS atau langsung melalui internet. Alasanya, supaya kedekatan antara orang tua dan anak-anak tetap terjaga dengan harmonis. Marissa sanggat mengharapkan kepada semua BMI untuk sering-sering berkomunikasi dengan anak dan suami untuk menjaga kelanggengan rumah tangga.

Keinginan untuk memberikan suatu traning kepada BMI tentang pengembangan diri sangatlah besar. Tapi, harapannya tidak ditempat terbuka dan tidak banyak pesertanya, karena supaya ilmu yang akan diberikan dapat terserap dengan baik. Sehingga wanita-wanita pejuang devisa menjadi pejuang yang kuat dan cerdas. Seperti halnya dengan tepak terjangnya yang pernah menjadi anggota PDIP, DPR-RI, dan masih banyak lagi sederet partai yang pernah diikuti. Selamat untuk Mbak Icha nama panggilannya, semoga sukses selalu memperjuangkan kepentingan rakyat.

Percakapan antara Marissa dan Tim Iqro :
Iqro : Assallamu’alaikum…..
M. Marissa : Walaikum salam…..
Iqro : M. Marissa, bisa cerita sedikit perjalanannya meniti karier?
M. Marissa : Saya meniti karier sejak kelas dua SMA, saat itu ikut seni tari di Guruh Sukarno Putra lalu dipilih menjadi model majalah kartini, madona, dan menjadi bintang film. Yah, akhirnya sampai sekarang ini.
Iqro : Ada tidak cobaan atau kendala selama perjalanan karier, M. Marissa?
M. Marissa : Itu pasti ada. Kendalanya dari bapak, dia merasa malu. Karena bapak sebagai penjabat pertamina, jadi merasa malu dengan anaknya yang lebih suka sebagai seniman. Tapi, saya tetap nekat walaupun dengan cara diam-diam. setelah saya bisa membeli mobil, camera merk kodac dan saya baik-baik saja, akhirnya hatinya luluh dan memperbolehkannya.
Iqro : Lalu bagaimana cara mengatur waktu antara sekolah dan kuliah, kok dua-duanya dapat berjalan dengan baik?
M. Marissa : Yah, semua itu tergantung pada diri sendiri mana yang harus diutamakan. Dan yang pasti mana terbaik buat masa depannya ya itu yang diutamakan dulu baru yang lainnya.
Iqro : Bisa berikan contohnya dalam perjalanan karier M. Marissa?
M. Marissa : Begini saat itu, ada pemilihan piala citra dan bersamaan kuliah semester empat. Lalu saya libur kuliah dulu demi piala citra, sebab bila saya dapat meraih piala citra, kualitas saya di perfilman semakin kuat dan masalah harga potensi semakin mahal.
Iqro : Dengan kesibukan yang seambrek, bagaimana cara mengawasi anak supaya tidak terpengaruh dengan acara televise?
M. Marissa : Saya selalu berkomunikasi dengan anak-anak melalui telepon atau SMS. Yah, supaya tidak terpengaruh TV, biasakan dengan kegitan-kegitan Pramuka tokondo atau yang lainnya asalkan positif dan dapat membangun potensinya.
Iqro : Bagaimana cara menjaga rumah tangga tetap harmonis tidak seperti artis lainnya yang suka kawin cerai?
M. Marissa : Saya bila melihat suami marah atau ngambek, saya akan minta maaf lebih dulu, kalau dia tetap marah berlagak bego aja sambil deketin dengan rayuan, pasti deh I eng.. he he he…
Iqro : Ngomong-ngomong sekarang aktif terjun dalam dunia politik, apa alasan utama dengan aktifitas baru ini?
M. Marissa : Karena sudah waktunya aja saya terjun ke dunia politik.
Iqro : Menurut M. Marissa bagaimana dengan halal haram makanan bila tinggal di Negara orang yang non Islam?
M. Marissa : wah, ini memang godaan yang sangat berat sekali. Yah, diadakan aja komunitas sendiri tentang rumah makan, supaya halalnya makanan tetap terjamin. Seperti saya dulu saat pergi ke Amerika, saya akan makan di restoran Islam juga atau restaurant yang tidak memasak makanan haram.
Iqro : Bagaimana pendapat M. Marissa tentang BMI yang ada di Hongkong ini?
M. Marissa : Saya sangat salut dan bangga dengan kebersamaan BMI di Hongkong karena di sela kesibukannya sebagai pekerja rumah tangga, masih bisa meluangkan waktu untuk membuat komunitas positif untuk membangun potensinya dengan ketrampilan untuk bekal bila sudah pulang ke tanah air.
Iqro : Apa saran M. Marissa, untuk teman-teman pembaca iqro yang ada di Hongkong?
M. Marissa : Saran saya, supaya teman-teman menabung, dan gali ilmu ketrampilan yang ada di Hongkong untuk bekal nanti bila sudah pulang ke tanah air. Yah, seperti acara tadi, disarankan menabung untuk masa depan.
Iqro : Cukup sekian wawancaranya, saya Tim iqro mengucapkan terima kasih waktu yang sudah diberikan kepada kami. Semoga M. Marissa semakin sukses dan lenggeng rumah tangganya. Wasalam wr wb…
M. Marissa : Sama-sama. Iqro semoga semakin sukses selalu. Walaikum salam…

Read more!

Monday 15 June 2009

Marisa Haque Hadir di “Bandung Islamic Book Fair 2009”

Bandung, 17-04-2009

SEJAK saya duduk di bangku SD, saya sudah “kenal” Marissa. Tentu saja Marissa tidak mengenali saya. Sebab, saya hanya penonton misbar di THR (Tempat Hiburan Rakyat) Panjalu, yang setiap malam Minggu memutar film. Itulah satu-satunya hiburan rakyat di Panjalu pada tahun 1980-an. Karcisnya Rp 350,-. Dan untuk mendapatkan uang Rp 350,- itu susahnya bukan main. Akhirnya hampir setiap malam Minggu, saya terpaksa harus “norobos” ke jalan ilegal untuk masuk THR. Atau sekali-kali bersembunyi di kolong panggung sejak jam 17.00 WIB. Soalnya jam segitu, THR masih dibuka, bebas untuk lalu-lalang. Biasanya setelah Magrib, barulah THR ditutup, dan hanya yang bisa membeli karcis yang diperbolehkan masuk THR. Tentu, dikejar-kejar hansip merupakan santapan biasa di malam Minggu.

Salahsatu film yang dibintangi Marisa Haque adalah “Tinggal Landas Buat Kekasih”. Meski usia saya terbilang masih anak ingusan, tetapi saya benar-benar menikmati film tersebut. Bahkan berawal dari nonton film “Tinggal Landas Buat Kekasih”, saya pun mulai bercinta dengan seorang gadis Pabuaran, yang usianya dua tahun lebih tua dari saya. Saat itu, saya masih duduk di bangku SD. Sedangkan pacar saya sudah duduk di bangku SMP… J

Potongan gambar Marissa Haque banyak tertempel di kamar saya. Selain menutupi bilik rumah yang carang, sekaligus saya pun menyukai poto-poto tersebut. Wajar kan, anak-anak suka memajang poto sama artis idolanya. Dulu, saya menyebut namanya dengan “Marissa Hakue”. Tapi kakak saya ngasih tahu, dibacanya cukup “Haq” saja, jangan “Hakue”.



Read more!

Wednesday 10 June 2009

Mengingat Kematian: Marissa Haque

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Meninggal dunia adalah takdir setiap manusia tanpa terkecuali. Termasuk saya, Papa dan Mamaku tercinta, Oma dan Opaku terkasih, serta Ibu Mertuaku tersayang… juga kelak Suamiku, serta anak-anakku, calon mantu-mantuku, calon cucu-cucuku, dan seterusnya. Terpekur aku didepan makam keluarga di Pemakaman Karet, Jakarta pusat. Betapa semakin kusadari hidup yang kita jalani ini sangatlah singkat adanya. Bagaimana kita membuatnya terisi penuh dengan hidup bertanggung jawab dengan kualitas tinggi dimata-Nya semata. Mamaku R.Ay. Mieke Soeharijah meninggal pada usia 54 tahun, Ibu (Ratu) Setia Nurul Muliawati meninggal dunia pada usia 53 tahun, dan hari ini saya telah berusia 46 tahun… menjelang 47 tahun. Bila diasumsikan ambang batas usiaku didunia seperti Mama dan Ibu Yuya, maka sisa hidupku tinggalah sekitar 6-7 tahun lagi. Maka sudah cukup berbuat banyakkah diri ini kepada hidup dan kehidupan yang telah dititipkan-Nya untukku selama ini? Cukupkan iman dan Islamku selama ini? Sudahkan aku masuk kedalam jajaran Kekasih-Nya serta termasuk golongan ummat yang paling bertaqwa? Menyadari puluhan bahkan mungkin ratusan dosa-dosa yang telah secara sadar maupun tidak sadar aku lakukan selama ini, betapa takutnya menghadapi ujung hari kita didunia menuju kehidupan sesungguhnya kelak di’sana’? Ya Rob… ya Allah… fabbi ayyi ala’I Robbi kumma tukazzibaan… ni’mat mana lagi yang hendak engkau dustakan hai manusia?


Mama dan Papaku tercinta dimakamkan pada satu lubang yang sama. Cinta mereka abadi selamanya, itulah sumpah setia mereka untuk sehidup dan semati dalam suka dan duka, didunia serta diakhirat. Keabadian cinta mereka rupanya menurun dari Opa dan Omaku dari pihak Papa. Oma Charlotte Louis Poittier adalah Ibu dari Ayahku, terlahir sebagai seorang perempuan Belanda-Perancis dari garis penginjil soleh Kristen Katolik - menjadi seorang Catholic Nun sebelum di tahbis (di-bai’at). Sehingga masih memungkinkan ‘boleh’ jatuh cinta pada pria India tampan yang kebetulan beragama Islam. Omaku saat itu mendapat tugas/misi dari kelompok penginjilnya untuk wilayah Jawa Timur dengan basis di kota Surabaya.

Kakek India-ku bernama Siraj Ul Haque, seorang politisi sekaligus akuntan dari Konjen India untuk Surabaya, Jawa Timur yang berasal dari kota Lucknow, Provinsi Uttar Pradesh, India (utara). Sebuah provinsi didominasi masyarakat Muslim India dari kerajaan Mughal - Taj Mahal. Omaku berusia sangat panjang, dan meninggal diusia 82 tahun. Saat mudanya sangat cantik, dalam fotonya berwajah khas Belanda-Perancis dengan kecenderungan bundar bening dilengkapi warna kornea mata biru muda. Kakekku berwajah ganteng seperti bintang film India Syahrukh Khan - aktor film box office ‘’Kuch Kuch Hotahei” - yang memiliki nazar untuk mengawini perempuan Nasaroh dan menjadi penyebar Islam di Indonesia. Konon khabarnya, Omaku memang sering menanyakan konsep Trinitas dan ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan Allah Yang Ahad. Rupanya ‘witing trisno jalaran soko kulino’, Omaku mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sekaligus mendapatkan suami bagi kehidupan baru Islamnya. Sebagai seorang mu’alaf Omaku mendapatkan bimbingan langsung dari suaminya. Sampai meninggalnya diusia 82 tahun - Oma Lotte panggilan sayang kami para cucunya - merupakan contoh nyata kami terkait seorang Muslimah mencari keimanan sampai ujung dunia. Hobinya menyulam, menjahit, berkebun, dan membaca buku berbahasa Belanda dan Perancis menurun secara sporadis kepada anak-cucunya. Ada yang hanya menyukai salah satunya saja, ada yang memiliki bakat dan minat gabungan diantara beberapa kemampuan diatas. Ada yang paling kusenangi adalah cerita bagaimana masyarakat Belanda sejak 1602 VOC datang ke Indonesia, mereka ‘keep coming’ ke Hindia Belanda karena kekayaan alam negeri ini. Oma juga pernah satu saat menyatakan bahwa Indonesia saat belau hidup dulu itu sudah mulai menjelma menjadi VIC (Verenige Indische Company), jadi bukan semata Verenige Oost Indische Company atau VOC. Karena beliau merasakan sangat dominasi para ‘Londo Blangkon‘ terhadap bangsanya sendiri diduga tidak lebih baik dari orang-orang Belanda dimasa lalu kepada golongan Bumi Putera (de inlander)!

Ibuku sendiri mama Mieke - R.Ay. Mieke Soeharijah berasal dari Jawa Timur - tepatnya dari Madura. Memiliki trah bangsawan Tjakraningrat, dan cucu dari seorang Kyai karismatik salah satu pendiri Nahdatul Ulama bernama Kyai Cholil - konon diceritakan sebagai salah seorang ‘guru’ Ayahanda dari mantan Presiden Gus Dur, KH Hasyim Ashari.

Papa dan Mamaku bertemu di Jawa Timur… yah, mereka berdua besar dan berakar dari Jawa Timur. Keduanya memiliki karakter terbuka dan mudah bergaul, sehingga memiliki banyak kawan. Insya Allah amal ibadah mereka para nenek moyangku dapat menurun kepada semangat berjuang bagi hidup dan kehidupanku didunia sekarang ini dalam melakukan banyak hal kebaikan membela agama Allah. Saya yakini sepenuh hati, kalau kita membela agama Allah, maka dunia akan menyertai kita. Namun kalau kita hanya mengejar dunia, maka kita hanya sekedar mendapatkan dunia semata namun minus akhirat.

Islam memang telah menjadi agama pilihan keluarga kami, dan seluruh dari kami-kami ini masih terus sedang berproses menjadi ummat yang lebih baik lagi dari generasi sebelum kami. Saya pribadi tengah terus mempelajari apa makna dari bersabar didalam berjihad didalam Jalan-Nya. Gugatan kami melalui Mahkamah Konsitusi (MK) akan diputus minggu depan. Senin kemarin ini telah ada putusan bagi dispute (sengketa) suara DPD. Banyak yang meramalkan bahwa gugatan kami akan dikabulkan MK. Namun sebagai warga Negara Indonesia yang telah merasakan ratusan bahkan ribuan kekecewaan atas penegakan hukum dinegeri ini, tidak ingin berharap banyak! Demi Allah saya Marissa Grace Haque dan suamiku Ikang Fawzi tidak ingin berharap banyak, karena tidak ingin kecewa. Insya Allah kalau toh berhasil akan kami anggap sebagai bonus kehidupan atas segala upaya sosial-politik yang telah kami jalankan selama ini. Bahkan Ikang dan saya telah memaafkan puluhan kampanye gelap via internet yang kami duga telah lama dilakukan oleh yang ‘diduga’ tim media Ratu Atut Chosiyah yang bermarkas di kantor RBB (Rakyat Banten Bersatu) di Tangerang yang dipimpin oleh salah seorang adik ipar Atut yang kemarin gagal bertarung melawan Rano Karno dan pasangannya. Biarlah mereka semua tertawa lebar hari ini, namun kami yakini dunia tidak pernah berhenti berputar. Hukum Allah melalui ‘ion-ion’ alam semesta ini merekam semua dugaan tindak kejahatan mereka. Hari ini kami memang sedang dibawah, namun terasa sekali bahwa secara perlahan roda sedang merangkak naik… Bismillaaaah… insya Allah memang benar demikian adanya.

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!


Read more!

Tuesday 9 June 2009

Jeritan Pedagang Pasar Tradisional: Marissa Haque

Empatiku yang luar biasa kepada pasar tradisional ketika melihat data yang ada. Memang data ditanganku ini bukan yang paling terakhir, namun tahun 2007 bukanlah tahun yang terlalu lama telah lewat. Dimana sejumlah 4.707 pasar tradisional ditinggalkan pedagang karena kalah brrsaing dengan ritel modern dalam lokasi yang sama. Angka diatas tersebut adalah setara dengan besaran 35% dari total pasar tradisional diseluruh Indonesia. Percepatan pertumbuhan ritel modern didalam kurun waktu sangat singkat berhasil menggilas sumber pendapatan wong cilik pada lini akar rumput.

Data yang saya peroleh dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional menyatakan bahwa pada tahun 2007 jumlah total pedagang tradisional terdapat sebanyak 12.625.000 pedagang, namun pada akhir tahun 2008 tercatat tinggal 11.000.000 pedagang saja. Sehingga total dala jangka waktu hanya setahun, sebanyak 1.625.000 pedagang yang gulung tikar. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dan didalam kampanye Capres dan Cawapres 2009 ini hanya ada 1 (satu) saja pasangan yang menyentuh kepentingan perlingan pada kelompok ini dapat dibayangkan tak lama lagi sebagian besar dari mereka akan mati pelan-pelan seperti apa yang pernah dijelaskan didalam teori Darwin terkait dengan istilah proper to the fittest.

Ritel Masuk Desa Tasik dan Garut, Jabar

Penyebab yang signifikan membunuh para pedagang tradisional ini adlah ketika pasar ritel modern yang tadinya hanya berada dikota-kota besar kemudian merambah tak terkendali hingga masuk kedesa-desa. Sebagai contoh adalah wilayah Dapil Jabar 10 dan 11 ketika kampanye legislatifya ng baru lalu kemarin – sekitar Garut dan Tasikmalaya. Dikota Tasikmalaya yang memiliki luas 171 km2 sekarang ini telah berdiri 9 buah supermarket dan 13 minimarket, ditambah 1 buah hypermarket yang berlokasi ddialam pusat belanja Maya Sari Plaza – sebelumnya adalah sebuah pasar tradisional. Ritel modern ini menawarkan harga jual yang jauh lebih murah serta suasana yang lebih nyaman kepada para pengunjungnya. Barang lebuh murah yang ditawarkan kepada pembeli biasanya berkisar sekitar consumer goods dan house holds dari tusuk gigi, peniti sampai barang elektronika. Beberapa diversivikasi usaha yang merupakan SBU (strategic business unit) dari peritel ini adalah juga memproduksi sendiri beberapa produk urusan rumah tangga, antara lain seperti: kecap, kertas tisu, dan lain sebagainya dengan memakai merek mereka sendiri yang mereka sebut sebagai private label semisal yang telah diproduksi peritel asal Perancis Carrefour. Biasanya produk-produk yang diproduksi oleh peritel besar ini jatuhnya menjadi sangat murah karena mereka langsung berhubungan dengan produsen. Lama-lama mereka juga mengembangkan usaha menjadi principal, distributor sekaligus grosir. Sehingga semakin sempit dan tersingkirkan saja ruang gerak mereka yang bergerak dilini bawah terkait dengan ekonomi kerakyatan.

Kebijakan pemerintah yang meminggirkan keberadaan mereka ini, diperkuat dengan Permendag No. 53 Tahun 2008 berisi 28 buah pasal yang yang ditandatangani oleh Ibu Marie Pangestu pada tanggal 12 desember 2008, berisi pengaturan tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern. Besar harapan saya dan sebagian besar pengamat ekonomi kerakyatan agar para pasangan Capres dan Cawapres yang akan maju nanti ini ada yang dengan serius menyatakan keberpihakannya atas intervensi dari Negara kepada para pengusaha jaringan akar rumput ini demi pemerataan ekonomi berkelanjutan yang tidak sekedar mengejar growth atau pertumbuhan semata. Kalau toh ada yang meneriakkan kepentingan pemerataan baru terlihat pada iklan Bapak Prabowo Subianto semata, karena kebetulan Bapak Prabowo juga adalah Ketua dari Persatuan Pedagang Tradisonal ini. Namun begitu Pak Prabowo bergabung dengan Ibu Megawati, apakah cerita kedepannya masih akan sama? Ini adalah peluang sekaligus tantangan yang masih belum terlihat nyata digarap dengan serius oleh seluruh pasangan Capres yang tiga pasang ini tanpa terkecuali.

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

Read more!