|
|
|
|
|
|

Wednesday 31 December 2008

Doa Cepat Sembuh untuk Rano Karno.

Rano Karno adalah Guru acting-ku yang Pertama. Pertama berpasangan difilm pertama saya berjudul “Kembang Semusim” dimana Mieke Widjaja dinobatkan pertama kali menjadi aktris terbaik FFI 1981 di Surabaya.

Dedikasi Rano Karno di Kabupaten Tangerang, Banten, 2008, membuatnya terserang sakit demam berdarah pasca penyeprotan anti nyamuk demam berdarah.

Rano adalah salah seorang artis / figur publik yang berhasil mulus menjadi seorang birokrat.

Kasihan Rano, semoga Dewi dapat terus merawat dan memberikan sentuhan kasih sehingga Rano segera dapat kerja seperti semula sebagai Wakil Bupati di Kabupaten Tangerang, Banten.

Totalitasnya didalam bekerja hampir selalu membuahkan kekaguman dari penggemarnya. Sampai diusia matang sekarangpun hampir pada setiap langkahnya Rano berhasil menerobos dinding penghalang.Kebanggan kami, doa ikhlas kami sekeluarga — Ikang, Icha, Bella, dan Kiki — untuk Uwak Rano Karno. Semoga cepat sembuh ya Ran? Bismillah…

Read more!

Tuesday 30 December 2008

Saya Tidak Membenci Ratu Atut Chosiyah

SAYA memaafkan apapun kejahatan/delik pidana yang telah dilakukan Ratu Atut Chosiyah kepada saya Marissa Haque Fawzi.

Namun kebohongan publik yang ‘diduga’ telah dilakukan terkait dengan pidana pendidikan / jaringan mafioso pendidikan, lalu kemudian mendapatkan posisi birokrasi oleh karena buah upaya delik pidana berjamaah (konspirasi) tersebut, maka urusan equality before the law (bahwa dihadapan hukum adalah sama) — Hans Kelsen — tanggung jawabnya bukan lagi sekedar pribadi antara Atut dengan saya semata.

Namun pertanggung jawaban moral serta spiritual harus Atut berikan kepada agamanya, kepada seluruh anak bangsa Indonesia dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Termasuk siapapun dia ‘oknum’ yang ‘diduga’ melindungi / mempetieskan laporan delik pidana pendidikan ini diwilayah ruang kerja POLRI — Polda Metro Jaya dan Bareskrim Mabes Polri.

Juga Universitas Borobudur dan Yayasan Borobudur yang mengeluarkan ijazah Sarjana Ekonomi yang hanya diselesaikan Ratu Atut Chosiyah hanya didalam jangka waktu 17 (tujuh belas) bulan saja — masuk Januari 2003 dan skripsi asli yang ditemukan oleh Kompol Asep Adisaputra, SH, MH dari Kanit 4 Kamneg 4 Polda Metro Jaya, terketik bulan Mei 2004.

Kekhawatiran saya sebagai pribadi yang menjunjung tinggi institusi pendidikan, terdapat oknum diwilayah Dikti, Diknas yang terlibat. Karena jenis kejahatan seperti ini tidak pernah tunggal dan berdiri sendiri, namun dilakukan secara beramai-ramai / kejahatan berjamaah / konspirasi. Besar harapan saya yang terakhir ini tidak terjadi. karena betapa hancurnya masa depan kita bangsa Indonesia, karena kejahatan / delik pidana yang justru dilakukan oleh soko guru yang digugu dan ditiru.

Walaupun langit akan runtuh, namun hukum harus wajib tetap ditegakkan.

Allahu Akbar! Merdeka!

Salam kasih,

Marissa Haque Fawzi.

Read more!

Tak Ada Dendam dan Tak Perlu Membalas

Memaafkan Berbagai Kedzoliman

‘Oknum’ Pro DPP-PDIP & Ratu Atut Chosiyah kepada Saya Sekeluarga Baik Melalui TV, Koran, maupun Internet.

Tak ada Dendam dan Tak Perlu Membalas

Saya faham, ditengah masyarakat ‘bergetah’ Indonesia, tidak mudah menerima perlakukan tidak seimbang, curang, manipulasi, serta konspirasi dominan dari oknum kelompok elit disekitar kita. Indonesia memang sebuah negeri demokrasi, namun kalau boleh jujur level/kelasnya baru sampai pada demokrasi prosedural — sangat jauh dari harapan demokrasi konstitusional dalam koridor ruh sebuah negara berdaulat penuh seperti yang diharapkan oleh para founding fathers kita disaat kemerdekaan Indonesia dideklarasikan. Diperlukan dukungan doa dan moral support yang berkelanjutan (terus menerus secara kontinyu dan stabil) diantara para penjujur keadilan negeri ini. Demi menuju Indonesia yang lebih bermartabat, semoga dalam tempo yang tidak terlalu lama lagi. Semoga,… amin.

Banalisasi - sebuah kejadian jahat yang berulang dan berkelanjutan sehingga dipercaya sebagai tidak jahat lagi - yang dilakukan oleh oknum atau beberapa oknum yang merupakan perpanjangan tangan oknumstatus quo Orde Baru belakangan ini, semakin hari semakin terasa menjadi-jadi. Padahal rakyat telah terpaksa mengakui bahwa didalam masa sepuluh tahun terakhir telah terjadi sebuah perubahan besar. Namun kiranya, reformasi Indonesia dianggap dianggap oleh sebagian besar rakyat Indonesia tidak berjalan sesuai dengan harapan.

Seberapa jauh perubahan positif telah dirasakan oleh rakyat seperti apa yang mereka propagandakan dalam iklan layar kaca dan internet? Sampai hari ini rasanya tidak pernah benar-benar ada yang melaporkan telah melakukan riset intensif terkait dengan masalah tersebut. Apakah dengan menjadi bagianblogger network kita dapat menyumbang pemikiran progresif dan mengubah situasi status quo ketinggalan zaman warisan masa lalu, menjadi lebih promising bagi masyarakat lebih luas secara merata dan berkeadilan? Sejujurnya saya merasakan benar adanya, bahwa e-diplomacy atau jejaring diplomasi cyber/dunia maya adalah diplomasi masa depan ummat manusia dimuka bumi ini. Kurang lebihnya seperti our wolrd’s ‘second life’-lah. Besar harapan saya bahwa dunia keluarga besar blogger Indonesia kedepannya dapat menjadi sebuah industri mumpuni berbasis inovasi dan kreativitas seperti yang selama ini secara pesat terjadi di Korea Selatan. Dan membawa KESEJUKAN bagi Indonesia dengan menjadi media alternatiftabbayun (klarifikasi) dalam koridor komunikasi diplomatik.

***


Marsha Chita Fawzi, Seniman ‘Mungil’ku yang Mature.Sekitar dua mingguan yang lalu, Kiki bungsuku ini menelpon Ikang suamiku sambil menangis. Our angel ini sangat jarang menangis. Kalaupun juga hal ini dilakukan, pasti ada hal mendesak yang membuat rasa keadilannya terganggu namun belum mampu melakukan pembelaan atas gangguan tersebut. Sejak kecil karakter Kiki adalah jenis anak mandiri yang sebagian besar kebutuhan hidupnya ia selesaikan sendiri sampai tuntas. Seingat saya, Kiki menangis bila sedang sakit (menjelang operasi usu buntu saat TK dulu) atau atau menjelang haid diawal kejadian pertama kali mendapatkan haid. Rupanya dikampus MMU(Malaysian Multimedia University) dimana jaringan internet sangat baik dengan kilobytes per secon-nya yang tinggi, teman-teman Kiki menemukan berita bullying yang ‘diduga’ dilakukan oleh jaringan pendukung para vandalists Ratu Atut Chosiyah dan beberapa oknum dari DPP PDIP baik yang berada di DPR RI maupun yang tugas di kantor pusat Lenteng Agung. Berita yang diproduksi ‘diduga’ dengan niat pembunuhan karakter seperti misalnya melalui ruang respon dibeberapa mediacyber nasional semisal dan lainnya. Secara khusus dapat dilihat sejumlah dialog liar dan ‘liar’ yang bertebaran dalam ruang chating/diskusi dua arah dalam maupun blogs pribadi yang abal-abal! Astaghfirullahaladziiim… Ampuni mereka semua ya Allah…kelihatannya mereka tidak tahu apa yang mereka sedang lakukan.

Rupanya Chikita my baby tidak terima Ibunya tercinta dijelek-jelekkan oleh mereka yang ‘diduga’ dilakukan secara by design dan serius oleh jejaring mereka tersebut diatas. Tulisan sederhana saya kali ini, hanya sekedar memberikan sedikit gambaran kepada saudara dan saudariku pengunjung dan yang pernah mengetahui sepak terjangku didalam membela dan keberpihakan terhadap rakyat Indonesia semisal di: termasuk juga di

Curhat terbuka saya kepada seluruh saudara dan saudari baruku melalui blognet media dimanapun anda berada, semoga menjadi gambaran selintas bahwa kami para figur publik yang telah dan sedang serius membela rakyat dan negara jauh dari pujian dan tepuk tangan meriah. Sangat berbeda ketika kami sedang berada diatas panggung atau layar kaca/perak. Bahwa perjalanan panjang menuju menjadi Kekasih Allah sangat sering turut melibatkan stabilitas emosional orang-orang terdekat kita dirumah/anggota keluarga/mereka yang paling kita cintai dan dekat dihati.

Menurut Marsha Chikita ku tercinta yang sangat mengetahui perjalanan panjang jihad ibunya untuk masyarakat Banten melalui Pilkada 2006 yang lalu, berita mengenai saya Marissa Haque pada`media-media yang muncul tersebut sebagian besar tidak ada yang benar-benar lengkap yang secara holistik menceritakan kebenaran apa adanya. Berita yang muncul menurut Kiki terpenggal-penggal, entah sengaja atau tidak sengaja. Sehingga informasi yang sampai lepada pembacanya dimanapun berada terkesan ‘compang-camping’ dan cenderung kontra produktif bagi langkah perjuangan jihad Banten saya — Ibunya Chikita ini.

Allahu Akbar, nak! Terimakasih banyak cintaku, atas keberpihakanmu kepada perjuangan panjang Ibumu untuk ranah Banten. Provinsi Banten adalah tanah leluhur nenek moyang Ayah Ikang dari pihak Mbah Yuya yang berasal dari Lebak, Banten. Ternyata kamu sudah semakin matang didalam menganalisa dan memajukan kritik nak. Ibu sangat bangga kepada perkembanganmu ini. Alhamdulillah Ya Rob…

I am okey nak, I am fine,” demikian jawabku melalui sarana komunikasi chatting di Yahoo Messanger beberapa hari yang lalu. Yahoo Messanger intrument ini benar-benar dapat memangkas biaya pulsa telpon Ikang dan saya disaat ingin mengecek keberadaan serta kondisi anak-anak kami dimanapun mereka berada. ”Duh! Alhamdulillah Chikita sayang putri kebanggan Ibu Icha dan Ayah Ikang. Banyak baca doa tolak bala ya nak? Kami berdua ditambah kak Bella setiap hari mendoakan keberhasilanmu didunia akademik dinegara tetangga Malaysia sana. Cepat pulang diakhir tahun nanti ya sayang? Tak sabar rasanya Ibu, Ayah, dan Kak Bella untuk segera memeluk dan menciummu nak.Bismillah sayang…

Keberuntungan Memiliki Suami Bijak dan Tenang Seperti Ikang.

Beruntung saya memiliki suami seperti Ikang yang tenang dan bijak. Apapun yang terjadi ia selalu mampu menjadi penyeimbang serta penyejuk raga bagi kami sekeluarga. Ditambah lagi Ikang mampu selalu bersenandung dan sering menyanyi bersama gitarelectricnya diruang musik keluarga dirumah kami di wilayah Bintaro, Tangerang Selatan. Dan motto kami sekeluarga adalah OUR FAMILY ALWAYS STICKS TOGETHER.

Sehingga bila saudara-saudariku pengunjung bog saya ini selalu melihat saya mampu tampil tegar didalam memperjuangkan prinsip MEMBINGKAI POLITIK DENGAN HUKUM dan MENJUJURKAN KEADILAN, alhamdulillah selain karena doa kepada Allah SWT yang tak pernah henti, juga karena saya memiliki seorang suami yang luar biasa memberikan dukungan total kepada seluruh aktivitas istrinya, juga kedua anak-anak yang sholehah serta baik prestasi akademiknya.

Ahamdulillah Ya Allah… inilah yang dinyatakan didalam QS. AR-Rahman yang didalamnya disebut berkali-kali: “Fabi ayyi ala i Robbi kumma tukadzdzibaannn…” Nikmat mana lagi yang akan kau dustakan hai manusia… Terimakasih banyak Ya Allah… terimakasih… terimakasih… terimakasih… Tidak ada lagi yang kupinta, kecuali selamatkan generasi penerus Indonesia ini Ya Allah. Anak-anakku Bella dan Kiki, serta seluruh anak-anak Indonesia lainnya diseluruh tanah air. Merekalah semuathe agent of change yang sejati dari bangsa ini. “Yes, CHANGE we believe in,” kata Presiden AS Obama.Orang-orang mulia berhati kesatria adalah mereka yang bersedia berjuang tanpa kenal pamrih dan lelah. Hidup perjuangannya selalu tajam dalam fokus yang terarah. Aspirasi hajat hidup orang banyak dari kelompokthe silent majority adalah nafas perjuangannya. Manusia pejuang dihargai atas apa yang telah dilakukannya, tidak memperdulikan berhasil atau belum berhasil. Karena itu hanyalah masalah berikutnya dan pernyataan resmi didalam kepala.

The best way to escape from a problem is to solve it! Jadi jangan pernah lari dari perjuangan, sekali kita menyatakan maju dalam sebuah perjuangan yang kita yakini kebenarannya serta bersandar hanya kepada-Nya.

Orang-orang mulia pilihan Allah teruji dan insya Allah yang mampu lulus dalam pertahanan hidup serta kehidupan yang bersandar hanya kepada Allah SWT semata. Kenapa tidak agar Indonesia tahun 2009 kedepan juga mampu menghasilkan ‘kemewahan’ perubahan yang sama seperti apa yang telah terjadi disebuah negara adidaya berjarakhalf way round the world Amerika Serikat baru-baru ini. Perubahan Indonesia, perubahan pemimpin Indonesia, untuk masa depan Indonesia yang lebih bermartabat. Insya Allah…

Bismillahi tawakal Allallaaahh… la haula wala quwwata illabillaaaah… Allahu Akbar! Merdeka!

Read more!

Saturday 27 December 2008

Pahlawan Kepemimpinan Muda Indonesia

SEJAK semalam disalah satu tv swasta Indonesia dan headline hari ini diharian Kompas, Gramedia Grup mengabarkan tentang makna dan proses menjadi seorang pahlawan. Tentulah klop dengan tanggal hari ini tertanggal 10 November yang dinyatakan secara nasional sebagai Hari Pahlawan Indonesia. Di tv swasta semalam tersebut, salah seorang pakar motivasi Indonesia Mario Teguh mengatakan bahwa setiap dari kita adalah pahlawan. Seorang pahlawan bukanlah yang selalu yang berada pada posisi paling depan dimedan pertempuran dan tewas duluan. Dia dapat berada dimanapun, kapanpun, serta dalam kondisi apapun. Jadi artinya kita semua tanpa terkecuali mampu untuk menjadi pahlawan dilingkungan dimana kita bertempat tinggal.
Pagi ini saya dan Ikang Fawzi suamiku diundang oleh salah seorang sahabat kami Eko Patrio untuk menjadi narasumber disalah satu acaranya berjudul “Dewa Dewi” yang berbentuk talkshow semi komedi namun selalu mampu menyelipi beberapa pesan sosial-ekonomi-hukum yang lumayan serius.

Eko Patrio sebagai produser sekaligus merangkap host pada acaranya di TPI ini yang alhamdulillah dengan kecerdasan khasnya, mampu mendongkrak nama serta partainya sehingga mampu muncul menjadi calon legislatif 2009 yang paling diinginkan kedua terbesar setelah Agung Laksono yang memang sampai hari ini adalah Ketua DPR RI. Alhamdulillahnya, posisi ketiga diraih oleh saya sendiri Marissa Haque Fawzi. Insya Allah, ini merupakan sumbangan terbesar pertama dari saya sebagai seorang kader baru bagi partai kedua yang baru saya masuki dalam setahun belakangan ini. Dari 21 buah nama yang pop-up (muncul), ternyata tersebut 10 buah nama yang berasal dari kelompok selebriti (disebut: artis) Indonesia.

Jagad perpolitikan nasional tercengang, sebagian besar masyarakat elit dan intelektual protes keras. Sebagian positif, namun tak kurang yang negatif.Bahkan seorang pakar komunikasi dari UI (Universitas Indonesia) yang juga salah seorang pemandu acara semi komedi-politik disalah satu tv swasta memberikan komentar minor akan kenyataan resmi dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) didepan mata ini.

Hanya satu-dua komentar yang muncul dimedia yang memberikan dukungan positif atas kehadiran entitas ‘alien’ kami ini. Salah satu dari komentar manis tersebut datang dari Dr. Andi Malarangeng salah seorang staf khusus / jubir Presiden RI. Ia mengatakan bahwa adalah hak para selebriti untuk hadir menjadi politisi, karena memang peluang terbuka bagi siapapun yang mampu dan memenuhi syarat.

Ya benar, saya setuju dan memberikan apresiasi tinggi atas komentar positif tersebut. Karena sejujurnya, bahwa sang Presiden RI pun belakangan ini memasuki wilayah ruang selebritas di beberapa infotainment Indonesia.

Aha! Entah siapa konsultan medianya, karena yang jelas memang – diluar tugas konstitusional kenegaraan – langkah Presiden memasuki wilayah ‘remeh-temeh’ tersebut berdampak positif atas pelurusan berita gossip yang sempat menerpa sang Presiden. Semisal kelahiran cucu pertamanya yang dianggap dipaksakan melalui operasi secsio demi mengejar bersamaan dengan HUT proklamasi kemerdekaan Indonesia.Siang nanti saya diterima oleh Bambang Sulistomo anak Pahlawan Negara Bung Tomo asala Surabaya. Mas Bambang senior suamiku di FISIP-UI saat kuliah dulu, adalah salah seorang supporter utama saya selama berjihad menjujurkan keadilan dan membingkai politik dengan hukum didalam menegakkan keadilan Pilkada Banten 2006 yang sangat kaya akan kecurangan serta intimidasi itu. Bung Tomo, Ayah Mas Bambang baru saja diresmikan menjadi salah seorang pahlawan Negara kita. Pertanyaannya kemudian: “Why it takes so long?” kenapa lama sekali pengakuan menjadi pahlawan ini diberikan sebuah negara yang katanya merdeka dan berdaulat? Apa yang salah selama ini dengan negeri ini didalam mengapresiasi para pahlawannya? Walau sejauh yang saya tahu bagi keluarga Mas Bambang, diakui atau tidak soal kepahlawanan ayahnya, mereka menganggap dari dulu ayah mereka adalah seorang pahlawan sejati.Menurut Mario Teguh semalam, dikatakah bahwa seorang pahlawan sejati tidak perlu pengakuan dari orang lain. Ia bagaikan sebuah lilin yang rela meleleh demi memberikan penerangan pagi sekelilingnya. Nah, bagaimana dengan kita semua? Sejauh mana (to what extent) keikhlasan kita berbuat banyak atas kebaikan tanpa orang lain harus mengetahuinya?Tiba-tiba tangan saya tanpa sengaja membuka sebuah sms yang sengaja saya simpan untuk tetap menjaga ‘bara’ jihad perjuangan menjujurkan keadilan dan membingkai politik dengan hukum diranah Banten ini. Kiriman seorang wartawan perempuan yunior yang pernah saya kagumi kecerdasannya, lulusan sebuah univeritas bergengsi di Provinsi Jawa Timur. Saya memang mengirimkan lebih dulu sebuah sms undangan untuk hadir pada sidang pembuktian kasus ‘dugaan’ ijazah palsu Gubernur Banten disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 yang lalu di PN Tangerang, Banten.

Namun jawaban yang saya peroleh sangat mengagetkan karena sangat ketus dan menurut saya yang memiliki banyak sahabat para wartawan yang lebih senior, masya Allah… kurang berbudaya. Untungnya saya telah melaui perjuangan selama hampir 2 (dua) tahun dan telah melalui berbagai asam-manis-pahit perlakuan diskriminatif dari oknum media. Dan saya berhasil membuktikan kebenaran dari teori media massa The Framing Analysis yang mengatakan bahwa didalam era indutri media seperti sekarang ini, tidak ada media yang benar-benar seputih kapas. Semua media membawa misi dan visi sang pemilik/pemodal dibelakangnya. Semua menuju satu arah, yaitu growth only. Dalam koridor teori ekonomi pembangunan artinya adalah mengejar keuntungan setingi-tingginya, dan sebagian dari pelaku industi media terperosok dalam jebakan economic drive ini sehingga melupakan idealisme media sesungguhnya.Ikhlas dan sejujurnya, bahwa saya telah memamafkan sang wartawan perempuan yunior tersebut setelah dengan sangat ’sadis’ mengatakan kepada saya:”… saya tidak tertarik mengabarkan di media saya apa yang kamu lakukan karena kamu sudah kalah.Innalillahi… Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, sejujurnya sebagai manusia perempuan biasa saya sangat sedih atas dua kata dia yang terakhir, yaitu “sudah” dan “kalah.” Jawaban saya untuk dia semoga tidak mengecewakan almarhum ayah dan ibuku adalah sebagai berikut: “Hi mbak ‘…’ Bagi saya kekalahan itu hanyalah pernyataan didalam pikiran kita, tidak lebih. Terimakasih banyak atas balasan smsnya, namun tidak akan mempengaruhi jihad saya didalam menjujurkan keadilan dan membingkai politik dengan hukum. Kegagalan hanyalah kemenangan yang tertunda. Juga menang adalah kemampuan mengalahkan diri sendiri. Saya akan tetap apa adanya dengan perjuangan saya ini, karena saya yakin Allah SWT selalu bersama langkah kanan saya – being blessed by God the Almighty, Allah SWT. Bismillaaaah… Salam kasih, Marissa.” Demikian kurang lebih isi sms saya dengan upaya nada bersahabat dan tidak ingin terpancing emosi.

Namun setelahnya lalu muncul didalam benak saya sebuah pertanyaan selanjutnya yaitu: “Apakah saya ingin dikatakan pahlawan dengan perjuangan melelahkan di Propinsi Banten ini?”

Masya Allah… hari ini dan seterusnya kedepan, saya harus meyakinkan diri saya sendiri, bahwa sebagai menantunya wong Banten saya hanya melakukannya hanya karena Allah SWT semata, untuk menjadi Kekasih-Nya. Tidak lebih dan tidak kurang, insya Allah demikian sejujurnya saya ungkapkan.

Allahu Akbar, merdeka!

Dr. Hj. Marissa Haque Fawzi, SH, MHum.

Read more!

Possitive Deviant Dharma Pongrekun

Possitive Deviant
Dharma Pongrekun

Tidak banyak polisi didunia yang baik, termasuk juga di Indonesia.

Seringkali secara sambil bercanda saya mengatakan kepada beberapa teman polisi yang dekat dihati bahwa yang baik itu hanya patung polisi dan polisi tidur. Polisi tidurpun seringkali membuat susah pengemudi mobil maupun motor.
Hari ini tanggal 26 Desember 2008, saat dimana saya baru mampu berdiri seimbang dan bengkak mata akibat terus menerus menangis mulai sirna serta energi untuk menulis muncul lagi. Sudah lama rasanya saya tidak menangis sesegukan seperti itu, dimana selama dua hari berturut-turut airmata keluar berhamburan bagai tak terbendung. Penyebabnya tak lain adalah karena dua kejadian ‘luar biasa’ menyangkut penegakan hukum di Indonesia yang ingin saya bagi dengan anda semua. Dalam tulisan ini saya akan memulainya dengan kisah AKBP. Drs. Dharma Pongrekun, MM, MH.

Sore hari sekitar Pk 17.00 pada tanggal 24 Desember 2008 yang baru saja berlalu, menjelang malam misa dimana ummat Kristiani bersiap-siap menjalani Ibadah Misanya dalam keheningan malam. Mas Dharma (AKBP Drs. Dharma Pongrekun, MM, MH) mendapatkan surat pemecatannya sebagai Wakil Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Saat itu rasa berdosa luar biasa langsung menyergap dilubuk-jantung hatiku yang paling dalam. Seorang polisi baik, yang sedang berusaha menjujurkan keadilan ditempatnya bekerja harus mendapatkan penghentian kerja ‘hanya’ karena berusaha membantu jihad Bantenku.

Awal perkenalan dengan Mas Dharma dimulai dengan ketidak sengajaan, ketika saya bersama 14 orang tim lawyer yang baru yang dipimpin oleh Bang Sahara Pangaribuan, SH, mencoba mengendap-endap menjebak Kompol Joko Purwadi, SH, MH diruang kerjanya di Kanit 5, Kamneg 4, Polda Metro Jaya, yang selama 9 bulan sejak pelaporan pertama saya terkait dengan dugaan penggunaan ijazah aspal Ratu Atut Chosiyah, SE pada saat mengikuti Pilkada Banten 2006 tidak pernah terlihat batang hidungnya, tidak ada komunikasi SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) tahu-tahu SP3 (Surat Pemberitahuan Pemberhentian Perkara) keluar! Masya Allah… innalillahi wa innailahi rojiuuunnn…. Rupanya lengkingan suara teriakan saya yang sangat keras yang saya tujukan kepada Kompol Joko Purwadi tersebut terdengar disepanjang selasar Reskrimum. Hal itu membuat Mas Dharma melompat dari ruang kerjanya yang sedang secara bersamaan mengurus kasus Marcella Zalianti dan Lia Eden, dan mendatangi saya yang sedang protes sangat keras atas kinerja buruk oknum Polri di Polda Metro Jaya.

Singkat kata, akhirnya Mas Dharma memenuhi permintaan saya agar dilakukan GELAR PERKARA hari itu juga terhadap kebenaran isu SP3 dugaan DELIK PIDANA ijazah aspal (asli tapi palsu) Ratu Atut Chosiyah, SE. Hasil yang ditemukan saat itu juga membuat bulu kuduk saya berdiri. Karena ternyata dugaan kami bahwa Atut menyelesaikan kuliah S1 nya selama 17 bulan, pada gelar perkara pertama pada tanggal 22 Desember 2008 tersebut benar-benar membuka mata saya karena ditemukan bukti lain secara ‘telanjang’ bahwa Atut hanya kuliah 8 bulan belaka! Innalillahi wa innailaihi rojiuuunnn… Delik pidana yang melibatkan Ratut Atut Chosiyah, SE tersebut senyatanya lebih mengerikan dari perkiraan saya dan tim lawyer selama ini.

Hal ini belum termasuk kejahatan abuse of power yang dilakukan Atut sejak awal mengikuti pencalonan kandidat Gubenrnur Banten 2006. bahwa sesungguhnya Atut adalah seorang CARE TAKER bukan INCUMBENT, karena Atut adalah Plt atau Pelaksana Tugas Sementara. Atut menabrak dengan sangat sadar dan terencana UU 32/2004 jo PP 6/2005 jo PP 17/2005 jo PP 25/2007 jo Kep KPUD Banten 2005 jo Azas-azas Pemerintahan yang Baik, mengatakan SEORANG PENJABAT DILARANG IKUT PILKADA. Sehingga selama 2 tahun masa saya memperjuangan menjujurkan keadilan dan membingkai politik dengan hukum atas Pilkada Banten 2006 yang penuh dengan intrik, manipulasi, serta gratifikasi tersebut.Jasa Mas Dharma didalam langkah perjuanganku soal Banten ini adalah MELAKUKAN GELAR PERKARA HARI ITU JUGA. Sehingga dari sana saya dan tim lawyers melihat dengan mata kepala sendiri, menyaksikan adanya desain konspirasi licik dan terencana didalam mempeti-eskan urusan delik pidana dugaan ijazah aspal (asli tapi palsu) Atut sampai dengan menggulirkan isu SP3 kepada publik melalui konfrensi pers oleh Atut dan O.C. Kaligis pengacara kroni Soeharto disebuah hotel di Jakarta. Kepada seluruh media yang datang dalam konfrensi tersebut Kligis dan atut mengatakan sudah 7 kali upaya Marissa gagal. Hhhmm… memang KEUANGAN ATUT MAHA KUASA. Seluruh gugatan saya melaui sidang Perdata dan TUN ( yang terakhir ini masih saya pending agar tidak perlu buru-buru diputus estela seorang makelar kasus meminta uang sukses pada saya) diberi hasil N.O (Niet Onvanklikverklaard). Sebagai anak bangsa yang patuh azas hukum, pernyataan ini membuat saya tidak habis geleng-geleng kepala. Karena N.O (Niet Onvanklikverklaard) artinya selama saya memperkarakan keabsahan Atut dianggap selalu salah kamar dan salah pintu.

Awal Januari 2009 besok ini saya akan melakukan gugatan sengketa kewenangan Pilkada Banten 2006 ke MK (Mahkamah Konstitusi), karena kejorokan mafia peradilan Indonesia sampai hari ini masih sangat menjadi-jadi. O.C. Kaligis sendiri sebagai pengacara keluarga besar Soeharto pernah beberapa kali kalah didalam menjalankan pembelaannya semisal kegagalan membela Arthalita dan Jaksa Urip terkait dengan kasus pidana gratifikasi BLBI kemarin ini. Jadi sangat mungkin dalam menangani urusan delik pidana Atut ini Kaligis bisa gagal. Insya Allah demikian adanya, semoga…

Ciri-ciri dari kelompok rezim sisa Orde Baru yang selama ini terekam dalam ingatan publik adalah: pembungkaman HAM, pemutarbalikan fakta, penekanan dari kekuatan/kekuasaan militer TNI/POLRI, dominasi praktek mafia peradilan, dll. Dan mengacu kepada apa yang dilakukan kelompok ini pada perjuanganku adalah contoh sebagai berikut:

1. Didatanginya saya dirumah Bintaro oleh seorang Intel dari Kabag Intelkam Mabes Polri bernama panggilan Mas AKBP Baron (orang Sunda) yang dengan serius meminta saya berhenti didalam perjuangan untuk Banten dengan alasan takut karir Ikang suamiku didalam pencalegan menjadi terganggu.
2. Laporan saya sebagai masyarakat awam/umum yang memiliki citizen law suit, terkait dugaan penggunaan ijazah aspal (asli tapi palsu) Atut disaat mengikuti Pilkada Banten 2006 yang lalu dilama-lamakan (buying time). Sehingga sang penjahat yang sangat keras diduga melakukan delik pidana tersebut keburu ancang-ancang untuk menyempurnakan kejahatannya. Dan proses berlama-lama ini tidak dilakukan sendirian melainkan konspirasi berjamaah.
3. Kebenaran materil diabaikan, dan mereka berupaya membuat kesimpulan sendiri dengan mengedepankan argumen eksklusif kroni mereka dengan penguasaan berbagai macam dan bentuk media serta penggiringan opini publik seperti contoh klipin dibawah ini pada sebuah koran lokal di Banten yang diduga sudah ’terbeli’ dengan berbagai macam iklan dari pihak Gubernuran Banten.
4. Biasanya mereka bersembunyi dibawah “menunggu izin presiden” / FORUM PREVILEGIATUM agar tidak tersentuh jeratan hukum. Nah didalam kasus Atut, Mas Dharma Pongrekun berjasa luar biasa karena saya jadi tahu bahwa didalam kenyataannya SP3 atut adalah abal-abal alias tidak sah! Karena untuk mengeluarkan sebuah SP3 harus melalui kurang lebihnya antara lain:

1) Memiliki Laplabkrim (laporan Laboratorium Kriminal)

2) Bahan dugaan kejahatan yang dianggap asli maupun palsu minimal ada dalam bentuk photo copy didalam pengarsipannya

3) Telah siap kapanpun juga dengan slight dengan overhead projector dalam penjelasan didalam power pointsDari kesemua hal tersebut diatas tidak ada pada hasil kerja Kompol joko Purwadi, SH, MH sang Kanit 5, Kamneg 4, Polda Metro Jaya. Jadi dengan kata lain bahwa SP3 Atut adalah BODONG! Dan kebodongan tersebut dibuat oleh oknum Polri sendiri di Polda Metro Jaya selama ini. Ibarat istilah jeruk makan jeruk begitu…

Saya tak berkendak mengatakan seluruh anggota Polri nakal dan jahat, sama sekali tidak. Karena diantara sekelompok oknum Polri ‘bergetah’ tersebut dua-tiga orang dari mereka merupaka positive deviant alias yang bekerja sangat baik, cepat, dan benar. Salah satunya adalah AKBP Drs. Dharma Pongrekun, MM, MH ini.Besok tertanggal 27 Desember 2008, seharusnya oleh Mas Dharma dan tim Kanit 5, Kamneg 4 Polda Metro Jaya dilakukan GELAR PERKARA KEDUA atas kasus dugaan ijazah palsu Atut. Namun karena Mas Dharma telah dipecat / dimutasi oleh atasannya di Polda Metro Jaya, maka rencana mulia menjujurkan keadilan ini menjadi turut tertunda. Saya mempunyai firasat sangat kuat, bahwa Mas Dharma dipecat / dimutasi oleh atasannya bukan semata karena kasus Marcella Zalianti, tapi karena masalah Atut dan bukti SP3 yang bodong tersebut!

Karena kita semua mahfum bahwa akan ada yang ‘terbakar jenggot’nya di Polda Metro Jaya karena saya dan orang luar lainnya mengetahui kebenaran ‘telanjang’ dari permainan busuk oknum Polri di Polda Metro Jaya terkait dengan laporan dugaan ijazah aspal AtutBesar harapan saya anda semua pembaca esei saya ini dapat mendoakan langkah perjuangan saya didalam membingkai politik dengan hukum serta menjujurkan keadilan yang senyatanya sangat berat dan tidak pernah sederhana ini.

Juga doa ikhlas untuk saudara kita Mas Dharma Pongrekun agar mendapatkan tempat mutasi yang baik bagi karir kepolisiannya, teman-teman dekat lebih banyak dan lebih berkualitas yang ‘chemistry’ berjuangnya sama seirama dalam menjalankan fungsi optimal POLRI sebagai pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat Indonesia.

Allahu Akbar, kita belum merdeka!

Read more!

Friday 26 December 2008

Kopi dan Kenangan

Marissa’s Story
Photography by Fernandez Hutagalung

Hari ini, hari Minggu. Masih suasana liburan Lebaran 14.. Hijriah. Hari-hari terakhir sebelum aku akan kembali ditenggelamkan oleh segudang target kehidupan dan masa depan. Termenung aku duduk di Musholaku. Semilir bau tanah basah bekas hujan semalam. Bunga Kembang Sepatu merah tua seakan menyapa selamat pagi untukku yang sedang enggan mandi pagi. Kupandangi kursi tua yang kududuki, warisan ibuku. Kuraba sarung jok dibawah kimono katun yang kupakai. Rasanya baru saja kuganti seminggu sebelum lebaran, tapi entah kenapa getaran kuno dari kursi tua ini selalu melambungkanku pada suatu masa kebersamaan yang hangat. Masa-masa yang terekam kuat dibawah sadarku. Orang-orang yang dekat dihati, yang telah pergi sebanyak satu generasi. Ayah Ibuku, dan keluarga besar Ibuku yang aku kasihi. Masih teringat dibenak saat kecil kami berempat—Shahnaz adikku yang terkecil belum lagi lahir—Mama, Papa, Soraya, dan aku berlibur dari pelosok kabupaten kecil di Plaju-Baguskuning, Palembang tempat ayahku bekerja sebagai karyawan Pertamina, menuju kota Bondowoso, Jawa Timur kampung masa kecil almarhumah Ibuku.

Sepanjang perjalanan dengan memakai pesawat Fokker F28, yang sudah sangat terasa mewah saat itu, kami pergi terlebih dahulu menuju Jakarta, kemudian transit melalui Surabaya diteruskan perjalanan melalui darat melewati daerah Pasir Putih, baru setelah itu tiba di Bondowoso, Jawa Timur. Kami menginap dirumah besar orang Belanda istri kedua sepupu Eyang Putriku. Karena tak memiliki anak dari perkawinannya, beliau menganggap Ibuku dan semua sepupunya sebagai anaknya sendiri. Perjalanan ini menjadi istimewa, karena tak lama setelah liburan kami, Oma Belanda itu meninggal dunia.

Ada benang merah yang membuat aku flash back kepada masa lalu. Tekstur kursi tua yang aku duduki warisan almarhumah ibuku dari rumah Belanda di Bondowoso dan aroma kopi tubruk dari cangkir yang aku gengam. Aroma ini sangat mirip dengan rekaman masa lalu bawah sadarku. Aroma yang memanggil-manggil. Ah,…wangi kopi! Bagaimana mungkin aku mengacuhkan keberadaan kopi, karena sejak diperkenalkannya di Bondowoso saat aku kecil, aku selalu ingin tahu lebih jauh. Bukan hanya karena suka akan rasa dan aromanya, akan tetapi kepada hikayat cerita yang melengkapinya. Membawa aku berkelana jauh dimasa ratusan tahun dibelakang. Oma Belanda ini sangat faham sejarah dunia, beliau juga sangat tahu nama-nama jenis kopi yang ditanam serta dibudidayakan disekitar rumah besarnya. Ya, beliau dan suaminya yang orang Jawa Timur adalah pemilik lahan luas perkebunan kopi Bondowoso saat itu.

Masih teringat bagaimana aku sambil terkantuk duduk bersandar dibahunya, mendengar dengan seksama cerita-cerita memikat. Diceritakan bahwa biji kopi yang terbaik dari Bondowoso adalah yang sudah dimakan Musang, yang keluar bersama kotorannya. Saat itu biji kopi juga bisa didapatkan dari berbagai perkebunan lain ditanah air. Antara lain dari Aceh, Medan, Toraja, Timor, juga daerah tetangganya di Jawa Timur, Jember. Biji-biji kopi yang merah tua itu disimpan dalam karung goni digudang selama lima sampai tujuh tahunan. Biji- biji tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahai selama minimal tujuh jam. Setelah itu ditumbuk, disangrai, setelahnya digiling. Wah, bahagianya aku dapat membayangkan seluruh proses produksinya. Bahan informasi awal inilah yang membuat aku hari ini bersiap- siap “pulang kampung” ke Bondowoso, bernostalgia tentang keberadaan lingkungan perkebunan kopi tersebut terutama melihat kondisinya setelah terkena landreform beberapa belas tahun yang lalu, serta melihat kemungkinan membuat film dokumenter tentang Kopi Arabika asal Jawa Timur.

Cerita sang Oma semakin memikatku, apalagi setelah diperkaya oleh hikayat perdagangan yang dilakukan orang-orang Belanda di Nusantara sebelum sang Oma lahir, kerjasama yang didasarkan secara berat sebelah oleh Kompeni, orang-orang bumi putra yang merebut kembali kekuasaan tanah ulayat milik adat, serta percintaan “terlarang” nya dengan Eyang Kakung yang tidak utuh kuserap karena faktor usia. Kuingat Soraya sudah asyik terlelap dikasur lebar, dikaki Oma Belanda bersama para sepupu yang lain.

Sang Oma juga membagi resep, beliau mengatakan bahwa baginya usaha kopi sangat kaya seni. Seluruh proses produksi—diluar pembudidayaan kebun—dipegangnya sendiri. Ia berprinsip menjual kopi yang harus fresh. “Cara” baginya adalah sangat penting, jumlah bukan bidikan pertama. Setiap kesalahan berproses adalah proses belajar itu sendiri, kata beliau. Kata-kata ini juga yang selalu terekam dibawah sadarku, bahwa sebuah proses belajar tidak ada yang instant. Hasil akhir biarkan menjadi misteri, yang penting adalah menikmati proses belajarnya. Karena belajar itu asyik. Harus proaktif mendatangi beberapa pakar, tidak malu untuk bertanya, serta menjalin silaturahmi berkala kepada siapa saja yang bermurah hati untuk membagi ilmunya—karena menurut beliau didunia ini tidak banyak orang ikhlas yang tulus mau berbagi ilmu pada sesama.

Dan detik ini, aku lupa bahwa aku belum menyiapkan sarapan apapun untuk keluargaku. Bik Inah pembantu yang sudah ikut puluhan tahun di dalam keluargaku masih pulang kampung, belum balik lagi. Jadi sebenarnya inilah saat yang paling tepat bagiku untuk mengekspresikan rasa cinta pada keluarga melalui perut. Salah satunya adalah dengan menuangkan kopi dalam cangkir-cangkir keramik biru kesayangan. Yang sedikit besar untuk Ikang suamiku, sementara ukuran sedang untuk Mertuaku. Anak-anakku menyukai rasa kopi didalam campuran Mocca Cream dalam mug besar. Aku ingin meneruskan kebiasaan berdiskusi ringan dengan mereka semua dimeja makan. Tentang apa saja. Tentang headline dikoran hari ini, tentang Politik, Ekonomi, atau Sosial dan Budaya. Bila diskusi tidak nyambung, tidak mengapa. Aku ingin menciptakan suasana cerdas dimeja makan. Juga penting membina kebiasaan mengutarakan pendapat dengan cara yang santun dan terasah. Mertuaku yang mantan Diplomat Karir biasanya menjadi mentor informal. Sehingga Kopi bagiku bukan sekedar minuman belaka, tetapi juga adalah perekat tali emosi didalam keluarga.

Sementara itu diluar rumah, aku sering sekali memilih Coffee House atau Coffee Lounge sebagai meeting point walau sekedar social chat demi menyambung silaturahmi. Lebih serius lagi sering pula menjadi tempat membina relationship dengan relasi bisnis.

Kopi memang selalu menarik. Semenarik harumnya yang selalu membuat orang mau tidak mau—walau sekedar hanya untuk menghirup aroma— menyita minimal satu atau dua detik untuk menikmatinya.

Aroma Kopi, bagiku adalah aroma cerdas dan elegant.

(marissahaque@bali-marissa.com), December 02, 2003.

Read more!

Thursday 25 December 2008

Salam Kasih

Assalamualaikum wr, wb, … Salam sejahtera bagi kita semua,
Saudara dan saudariku terkasih setanah air, apa khabarnya? Semoga semuanya baik-baik saja ya? Salam perkenalan dari saya Marissa Haque. Saya ingin memiliki banyak sahabat baru dari kelompok pecinta dunia blog se Indonesia dan bilamana memungkinkan juga dari ranah internasional.

Saya ingin berbagi ilmu, pengalaman, bahkan dengan segala kerendahan hati termasuk sedikit nasehat spiritual kepada anda semua. Wa bil khusus yang terkait dengan SDALH (sumberdaya alam dan lingkungan hidup) yang terkait dengan isu pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Bagaimana kita sebagai warga negara Indonesia berusaha menyikapinya secara bijak, baik dan benar. Karena hari ini, kita menyaksikan kebangkrutan ekonomi kapitalistik akibat upaya sub-prime mortgage (’ternak’ uang/dengan cara memberikan tunjangan kepemilikan rumah bagi kelompok ‘duafa’ di AS yang menjaminkan resiko yang mungkin ditimbulkannya kepada beberapa pihak lainnya sehingga sulit ditelusuri lagi jejak entitas/wujud/thing barang jaminan real/nyatanya).

Indonesia sebagai Negara berkembang/dunia ketiga mau tidak mau hari ini mulai merasakan imbas negatifnya. Sebagai sebuah negara dengan penduduk Muslim terbesar pertama didunia, Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim sekitar 85% dari total jumlah 220 juta orang penduduk. Selama ini tidak pernah terlihat memiliki keberpihakan kepada keseimbangan kebijakan ekonomi-sosial-ekologi yang berbasis kepada sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Seluruh kebijakan Indonesia berbasis kepada economic growth (pertumbuhan ekonomi) semata.

Kita harus bangkit dengan sistem ekonomi milik kita sendiri. Sebuah sistem yang tumbuh dan berkembang sejatinya dekat dengan kepercayaan mayoritas penduduknya. Berupa salah satunya adalah intervensi dari negara atas keterjaminan pemerataan kesejahteraan bagi rakyatnya — (the Islamic way/the middle path/the third way) yang bukan sekedar mengejar segala sesuatu hanya berbasis kepada growth/pertumbuhan semata.

Inilah kritik saya terhadap teori ekonomi pembangunan yang dianut oleh Indonesia selama 6 (enam) periode pergantian Presiden RI sampai dengan sekarang. Dengan kekhususan kritik saya terhadap teori Trilogi Pembangunan pemerintahan SBY & JK — pro poor - pro growth - pro job. Melengkapinya dengan yang keempat sebagai Kwartologi Pembangunan yang pro kepada SDALH (pro environment).

Banyak yang belum tahu bahwa perjanjian Indonesia dengan IMF telah dimulai sejak saat Bung Karno selesai berpidato yang sangat berapi-api dengan mengatakan: “Go to hell with your aid America.”
Dan tak lama setelahnya sejarah mencatat dan kita semua tahu, bahwa atas tekanan faktor eksternalitas tak terkendali – The Washington Concensus (Rais, UGM, 2008) – Bung Karno secara terpaksa membuat 3 (tiga) buah Kepres terakhirnya sebelum masanya tiba meletakkan jabatan/dipenjara-rumahkan. Ketiga Kepres tersebut adalah Kepres 7, 8, dan 9 Tahun 1966 (Bashwir, UGM, 2008).

Saya hanya berpikir bahwa rasanya kini atas izin Allah SWT, kita sebagai sebuah bangsa dari negara yang bernama Indonesia dengan cara diplomatic way yang cantik dapat benar-benar bangkit memperjuangkan kembali kedaulatan sejati (souvereignity)-nya menjadi seutuhnya berada dipihak kita sendiri sebagai bangsa yang berdaulat. Karena kedaulat sejati yang terdiri atas: dari - oleh - untuk rakyat Indonesia.

Allahu Akbar! Merdeka!

Salam kasih, Marissa Haque Fawzi.

Read more!

Guru Sufiku dari Tanjung, Kalimantan Selatan

DI dalam berproses menjadi seorang muslimah yang lebih baik dari hari kehari, saya memiliki beberapa pembimbing spiritual dan mengikuti dua aliran tarekoh - Tarekat Sadziliyah dan Tarekat Naqsabandi Haqqani. Dari beberapa yang mendampingi saya secara intens terdapat seorang dari Kalimantan Selatan yang bernama Ustad Ahmad Jaro asal Tanjung, Kalsel. Dalam tulisan kali ini saya ingin bercerita tentang Ustad Jaro yang dihari Raya Idul Adha ini sedang berada di Arafah berwukuf bersama pululan juta muslimin dan muslimat dari seluruh dunia.

Terakhir saya menemuinya di airport Cengkareng dalam perjalan pulang beliau ke Tanjung, Kalsel bersama seorang Polisi yang sekaligus menjadi ketua Yayasan Hasbunallah di Tanjung, yang biasa saya panggil Mas Tri. Saya masih sedang bercanda dan tertawa ria bersama Mas Tri dan dua orang polisi lainnya temannya dibandara, ketika Ustad Jaro mengatakan gantungan ditas hitam besarku yang ada bandulan berlogo Mabes Polri lucu juga melekat dengan baju gamis kaosku yang berwarna hitam. “Nggak matching ya Pak ustad?” tanyaku ringan. Ustad Jaro menjawab tak kalah ringan bercandaku dengan mengatakan bahwa kelihatannya saya suatu saat tak lama lagi bisa juga menyandang Brigjenpol namun ’tituler’ (sejenis honoris causa dalam civitas academica). Maka meledaklah tawaku sejadi-jadinya, karena memang saya merasa benar-benar ‘lucu’ dan sangat menyenangkanmursyid (guru) tasawufku yang satu ini. Karena memang sejujurnya sedari remaja saya menyenangi martial art dan mempunyai sifat sedikit tomboy. Memang tidak terlalu banyak orang mengetahuinya, bahwa saya pernah menguasai kungfu dan silat. Dahulu kala konon diceritakan bahwa tendangan kaki saya seperti ‘angin.’ Dan pernah membayangkan memasuki dunia pendidikan militer di angkatan udara (karena saya suka bunji jumping dan terbang layang) atau menjadi Polwan (polisi wanita). Tapi itukan dulu, duluuuuu… sekali!

DI dalam berproses menjadi seorang muslimah yang lebih baik dari hari kehari, saya memiliki beberapa pembimbing spiritual dan mengikuti dua aliran tarekoh - Tarekat Sadziliyah dan Tarekat Naqsabandi Haqqani. Dari beberapa yang mendampingi saya secara intens terdapat seorang dari Kalimantan Selatan yang bernama Ustad Ahmad Jaro asal Tanjung, Kalsel. Dalam tulisan kali ini saya ingin bercerita tentang Ustad Jaro yang dihari Raya Idul Adha ini sedang berada di Arafah berwukuf bersama pululan juta muslimin dan muslimat dari seluruh dunia.

Terakhir saya menemuinya di airport Cengkareng dalam perjalan pulang beliau ke Tanjung, Kalsel bersama seorang Polisi yang sekaligus menjadi ketua Yayasan Hasbunallah di Tanjung, yang biasa saya panggil Mas Tri. Saya masih sedang bercanda dan tertawa ria bersama Mas Tri dan dua orang polisi lainnya temannya dibandara, ketika Ustad Jaro mengatakan gantungan ditas hitam besarku yang ada bandulan berlogo Mabes Polri lucu juga melekat dengan baju gamis kaosku yang berwarna hitam. “Nggak matching ya Pak ustad?” tanyaku ringan. Ustad Jaro menjawab tak kalah ringan bercandaku dengan mengatakan bahwa kelihatannya saya suatu saat tak lama lagi bisa juga menyandang Brigjenpol namun ‘tituler’ (sejenis honoris causa dalam civitas academica). Maka meledaklah tawaku sejadi-jadinya, karena memang saya merasa benar-benar ‘lucu’ dan sangat menyenangkanmursyid (guru) tasawufku yang satu ini. Karena memang sejujurnya sedari remaja saya menyenangi martial art dan mempunyai sifat sedikit tomboy. Memang tidak terlalu banyak orang mengetahuinya, bahwa saya pernah menguasai kungfu dan silat. Dahulu kala konon diceritakan bahwa tendangan kaki saya seperti ‘angin.’ Dan pernah membayangkan memasuki dunia pendidikan militer di angkatan udara (karena saya suka bunji jumping dan terbang layang) atau menjadi Polwan (polisi wanita). Tapi itukan dulu, duluuuuu… sekali!

Hari ini saya sedang merasa sangat sedih dan prihatin melihat kondisi POLRI dengan menejemen yang semakin buruk serta mengulang banyak kesalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi seperti dimasa Orde Baru yang lalu. Lihatlah bagaimana oknum komandan Polri memerintahkan anak buahnya masuk kekampus Unas (Universitas Nasional) dan memukuli mahasiswa yang sedang unjuk rasa namun dihalaman dalam kampus! Juga bagaimana Habib Riziq dijebak pada unjuk rasa anti gerakan Ahmadiyah dilapangan Monas yang lalu. Innalillahi wa inna ilaihi rojiuuunnn…

Ganti Kapolri adalah uji kehandalan Presiden SBY didalam memilih salah satu unsur pembantunya. Apakah Bambang Hendarso memang diprediksi dan diposisikan untuk menjadi sahabat/mitra masyarakat, atau malah menjadi alat pembungkam masyarakat seperti kerjadian sepuluh tahun yang lalu dimasa rezim Orde Baru? Kenapa Rieke Dyah Pitaloka sahabat artisku yang sekolahan itu harus ditangkap dan di’polisikan’? Rieke kan hanya mengekspresikan ketidakadilan elit pemerintah didalam membimbing rakyat menuju jalan yang baik dan benar, yang adil dan seimbang tidak tebang pilih dalam proses hukum? Apalagi sekarang ini dia sedang hamil anak pertama yang telah lama ditunggu-tunggu.

Saya ingin memanjatkan doa selamat bagi NKRI agar selamat meniti perjalanan setapak dipenghujung tahun 2008 yang penuh duka ini. Wajah teduh Ustad Jaro membayang didalam doa panjang bagi para tabi-tabi-tabi-tabi-tabi-tabi’in tersebut… Allahu Akbar, kita belum merdeka!

Hari ini saya sedang merasa sangat sedih dan prihatin melihat kondisi POLRI dengan menejemen yang semakin buruk serta mengulang banyak kesalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi seperti dimasa Orde Baru yang lalu. Lihatlah bagaimana oknum komandan Polri memerintahkan anak buahnya masuk kekampus Unas (Universitas Nasional) dan memukuli mahasiswa yang sedang unjuk rasa namun dihalaman dalam kampus! Juga bagaimana Habib Riziq dijebak pada unjuk rasa anti gerakan Ahmadiyah dilapangan Monas yang lalu. Innalillahi wa inna ilaihi rojiuuunnn…

Ganti Kapolri adalah uji kehandalan Presiden SBY didalam memilih salah satu unsur pembantunya. Apakah Bambang Hendarso memang diprediksi dan diposisikan untuk menjadi sahabat/mitra masyarakat, atau malah menjadi alat pembungkam masyarakat seperti kerjadian sepuluh tahun yang lalu dimasa rezim Orde Baru? Kenapa Rieke Dyah Pitaloka sahabat artisku yang sekolahan itu harus ditangkap dan di’polisikan’? Rieke kan hanya mengekspresikan ketidakadilan elit pemerintah didalam membimbing rakyat menuju jalan yang baik dan benar, yang adil dan seimbang tidak tebang pilih dalam proses hukum? Apalagi sekarang ini dia sedang hamil anak pertama yang telah lama ditunggu-tunggu.

Saya ingin memanjatkan doa selamat bagi NKRI agar selamat meniti perjalanan setapak dipenghujung tahun 2008 yang penuh duka ini. Wajah teduh Ustad Jaro membayang didalam doa panjang bagi para tabi-tabi-tabi-tabi-tabi-tabi’in tersebut… Allahu Akbar, kita belum merdeka!

Read more!

Monday 15 December 2008

Aminah

Oleh: Marissa Haque Fawzi
Diterbitkan oleh PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999

Aminah adalah seorang gadis kecil berjilbab. Ia hidup didaerah kumuh yang berdebu ditepi pantai Sampur, Jakarta.

Rumah-rumah disana terbuat dari papan dan kardus bekas. Sampah menggunung. Kaleng-kaleng bekas yang sudah berkarat bertebaran disana-sini. Dicelah-celah jendela, jemuran-jemuran bergantungan menunggu kering. Sebagian lagi bergantungan diatas tali-tali yang terbentang.

Aminah tinggal bersama ibunya. Setiap hari setelah selesai sholat Subuh, mereka menerima cucian yang dititipkan oleh keluarga-keluarga kaya dari luar lingkungan mereka. Sehabis menjemur semua pakaian tersebut, Aminah pergi bermain-main kepantai didekat rumahnya. Biasanya ia bermain diantara karang-karang diatas pasir. Terkadang beberpa anak kecil lainnya bermain bersamanya. Pada kesempatan lain, ia lebih suka sendirian. Berdiam diri memandang gelombang pasang yang berkejaran menerpa karang. Dibiarkannya desir angin memainkan ujung-ujung jilbabnya.

Malam harinya Aminah berjualan kembang. Aminah mengelompokkan kembang tersebut sesuai warnanya; mulai dari warna merah muda, jingga, putih, dan ungu. Bersama Halimah sahabatnya mereka menjual bunga-bunga tersebut dijalan dekat lampu merah. Disana banyak anak-anak sebayanya bermain-main.

Malam itu tak ada bulan. Bintangpun enggan menampakka dirinya. Langit hitam pekat tertutup awan. Walaupun malam terasa panas, kedua anak itu menggigil kedinginan sampai ketulang sumsum.

Aminah dan Halimah berjalan menjajakan kembangnya. Mereka sampai disebuah jalan yang penuh dengan lampu beraneka warna. Hingar binger kendaraan bermotor dan orang-orang yang berlalu lalang.

Tercium bau garam laut bercampur bau polusi yang berasal dari knalpot kendaraan-kendaraan bermotor yang bunyinya memekakkan telinga.

Aminah dan Halimah berjalan dianata mobil-mobil. Menawarkan kembang kepada para pengendara. Ketika bunyi klakson nyaring menyentak, Aminah dan Halimah buru-buru menyingkir.

Seorang wanita tertarik membeli lima tangkai kembang. Aminah dan Halimah tidak dapat menatap wajahnya, karena hanya tangannya saja yang terjulur keluar melalui celah jendela mobil. Wanita itu memberikan uang lima ribu rupiah.

Ketika lampu berubah warna menjadi hijau, mereka berdua kembali duduk sambil menatap kendaraan-kendaraan yang melaju kencang. Lampu-lampu jalan yang bersinar sangat terang, membuat bayangan pohon disekitarnya menjadi semakin dalam. Angin laut bertiup sepoi-sepoi. Udara makin dingin. Malam semakin larut.

Tiba-tiba terdengar bunyi tangisan keras yang menimpali bunyi kendaraan yang berlalu lalang. Aminah tahu siapa yang menangis. Segera didatanginya suara itu.

Seorang anak lelaki menggeliat diatas pangkuan ibunya. Sang ibu menepuk-nepuk punggung sang bocah sambil bersenandung lirih sampai sang bocah tertidur.

Aminah melihat kacang rebus jualan si ibu masih menggunung, belum laku. Ah, kasihan sekali. “Apa khabar Aminah? Banyak laku jualanmu?”, sapa ibu penjual kacang rebus itu. Namanya Ibu Rimpi. “Baru sedikit,” jawab aminah.

“Anakku ini menangis terus sepanjang hari. Tapi kami tak dapat pulang dulu krtumah kalau belum dapat uang. Lihat jualanku hari ini masih sangat banyak tersisa.” Senyum ibu Rimpi terlihat sangat getir sembari menatap wajah-wajah cilik dihadapannya yang manis, jujur, dan polos serta mempunyai kulit yang halus, mata yang bening, dan senyum yang tanpa beban.

Tiba-tiba anak lelakinya menangis lagi. Maka tahulah Aminah dan Halimah bahwa anak lelaki tersebut kelaparan dan kedinginan.

Dengan uang lima ribu rupiah hasil penjualan mereka malam itu, Aminah dan Halimah bergegas membeli makanan dan minuman hangat di sebuah warung dipinggir jalan dekat tempat mereka mangkal. Uang sebanyak itu cukup untuk membeli empat gelas teh manis dan lima potong pisang rebus. “Ah, betapa mahalnya harga makana sekarang ini,” gumam Aminah.

Aminah dan Halimah membawakan makanan dan minuman itu ketempat Ibu Rimpi dan anakknya. Mereka berempat melahapnya dengan nikmat.

Tiba-tiba Aminah merasakan perutnya sakit bukan alang kepalang. “Ya Allah…apa yang terjadi dengan diriku ini?”, gumamnya. Halimah, Ibu Rimpi dan anak lelakinyapun terlihat kesakitan. Mereka semua limbung dan jatuh ketanah.

Tiba-tiba dunia terasa semakin kelam dari malam sesungguhnya. Aminah tak mampu lagi bernafas. Namun ia masih berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya. Dalam lemahnya ia berdoa: “La ilaha Illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzalimiin.” Yang artinya ‘Maha suci Engkau, Maha Mulia Engkau, hamba ini seorang aniaya’ (doa Nabi Yunus ketika diperut ikan Paus). Tidak ada tempat lain untuk berlindung serta memohon pertolongan kecuali kepada Nya.

Aminah keracunan makanan. Semua terjadi akibat pabrik-pabrik yang tak bertanggung jawab membuang limbah di Teluk Jakarta, dilokasi Aminah didaerah Sampur. Lalat-lalat berterbangan diparit-parit dan jamban-jamban dekat rumahnya. Menghinggapi makanan dan minuman yang dibelinya, meninggalkan racun dan kotorannya disana.

“Ya Allah setelah Ayahku meninggal karena TBC dua tahun yang lalu, bagaimana nanti nasib ibuku? Siapa nanti yang akan membantunya menyucikan pakaian? Bagaimana nanti dengan nasib Halimah, Ibu Rimpi dan anaknya…?” tangis Aminah.

Tiba-tiba tercium bau semerbak, wangi sekali. Langit kelam tiba-tiba menjadi terang. “Apa yang terjadi? Dimanakah aku?” Aminah kebingungan. “Apa yang harus aku lakukan?”
Desir ombak terdengar. Semakin lama semakin keras. Kaki-kaki mungil Aminah serasa menginjak air laut ditepi pantai. Anginpun seakan membisikkan sesuatu ditelinganya.

Aminahpun teringat akan kembang yang masih digenggamnya. Dipandanginya sesaat, sampai tiba-tiba terbersit sesuatu didalam pikirannya. Dilemparkannya kembang-kembang itu dilangit.

Langit pekat berganti terang, cahaya putih bersinar, membuat bintang-bintang tampak terang benderang. Aminah melihat orang-orang berhenti bercakap-cakap. Tak ada lagi deru kendaraan yang membisingkan. Wajah orang-orang terlihat bersih dan bersinar, menebar senyum dimana-mana. Betapa tenteram, betapa indah.

Perlahan Aminah berjalan meyusuri tepian pantai, pulang kerumah. Sendirian, terlepas dari kerumunan orang banyak. Mengikuti arah sinar, nun didepan sana. Samar-samar terlihat bayangan ayahnya. Tapi Aminah merasa tak pasti. Ia terus membaca shalawat. Mengayuhkan kaki kecilnya, ia ingin menemui ibunya dirumah.

Aminah terus berjalan dibawah kaki langit yang penuh rahasia. Ditatapnya taburan cahaya yang bersinar. Bintang-bintang nun jauh disana adalah miliknya.

Read more!

Sunday 14 December 2008

Fathu Makkah untuk Kasus Banten

(Bercermin Cara Rasulullah Muhammad SAW)
Bahagia rasanya berkawan akrab dengan para penggiat masjid Salman di ITB dan sebagian besar keluarga besar Parmusi (Persatuan Muslimin Indonesia)/PPP di Jawa Barat.


***


Saya sebagai seorang muslimah yang lahir sebagai Islam namun tidak pernah dibesarkan dipesantren, walau secara keturunan dari pihak ibu berdarah NU tulen, dan cicit dari Kyai Kholil Bangkalan, Madura dan Pangeran Benowo, sebagai sosok produk metropolitan saya merasa masih ada ruang ’kosong keislaman’ yang harus segera diisi dalam tempo singkat sebelum ajal datang mendahului. Beberapa saat yang lalu malam hari sembari minum es moccacino distasiun/pangkalan Travel Cipaganti kota Bandung bersama Menik asistenku dan Pak Suwardi Bapak PPP-ku, adalah Mas Harry Maksoem saudara Islam-ku seorang wartawan ekonomi syariah sebuah koran Islam di Jakarta-Bandung bercerita mengenai periode Fathu Makkah Rasulullah Muhammad SAW. Sebuah periode dimana Rasulullah berdiplomasi dengan approach dan metodologi yang sangat khas terkait dengan kondisi diri beliau dan kelompoknya yang teraliansi serta termajinlaisasikan diantara dominasi masyarakat Mekkah jahiliyah saat itu. Periode tersebut adalah periode sebelum kisah gemilang Rasulullah di Madinah al Munawaroh belum tiba.

Mas Harry merasa concern dengan perjuangan/jihad saya di Banten terkait dengan ditemukannya 112 (seratus dua belas) alat bukti (NOVUMs) dugaan ijazah palsu Ratu Atut Chosiyah, namun saya justru yang mendapat tekanan dari sana sini – baik dari pihak oknum POLRI sampai dengan keputussan Hakim PN Tangerang yang sangat aneh bin ajaib dimana pidana dijadikan perdata — terjadi pemutarbalikan fakta lapangan didalamnya oleh tangan-tangan pengikut aliran ’Keuangan yang Maha Kuasa.’

***


Yaumul Marhamah dari kisah saya kali ini adalah bagaimana kita mampu bersikap tidak memusuhi walaupun dimusuhi. Kemenangan untuk tidak membenci orang yang memerangi kita dengan jalan dzolim dan munkar. Bila terpaksa membela diri karena kita memiliki argumen kebenaran, dan terpaksa meladeni peperangan-bela diri-atau persaingan, namun menurut Cak Nun (2008) didalam bukunya ”Jejak Tinju Pak Kyai” memang dilakukan karena ’dipaksa’ oleh sebab TIDAK DIBERI FORMULA DIALEKTIKA YANG LAIN. Sehingga ketika kita melakukannya kita menyadari sepenuhnya bahwa segalanya dilaksanakan dalam koridor kasih sayang kemanusiaan dan kemakhlukan belaka. Tidak lebih! Kalau perjuangan belum berhasil, kita harus menyadari baru berapa lama kita memulai upaya perjuangan tersebut. Karena Rasulullah Muhammad SAW melakukannya di Mekkah selama masa 13 (tiga belas) tahun. Tiga belas tahun masa ’injury time’ dimana ketidakfahaman publik, sinisme massal, fitnah serta pemutarbalikan fakta, dan lain sebagainya. Namun, berkat keimanan serta kesabaran yang tawadlu dimasa-masa sulit itu, didapatkan bonus dari masa perjuangan lama tersebut. yaitu 180 (seratus delapan puluh) sahabat sejati dalam iman Islam berkualitas mumpuni. Mereka adalah para pecinta Allah sejati yang maju mempertaruhkan segalanya untuk kebenaran Allah SWT – God’s Law. Nah saya kan baru berjuang selama 2 (dua) tahun belaka? Namun bila menghitung lama masa setelah periode reformasi, maka tinggal ditambah 9 (sembilan) tahun saja lagi. Itulah perjuangan menegakkan harga diri negara Indonesia berbasis Hukum Positif yang konstitusional yang sampai dengan hari ini belum sempurna kita capai kecuali hukum semu prosedural belaka.

***


Ketika Rasulullah pada akhirnya menang dalam perjuangannya, terkait dengan konteks kekinian Indonesia (exizting condition,) kita kaum beriman diajarkan oleh Rasulullah untuk tidak menikmati secara berlebihan apalagi merayakannya. Karena sejatinya, didalam Islam kemenangan adalah mengalahkan diri sendiri. Maka ia tak disebut Yaumul Fath, atau hari kemenangan namun hari kasih sayang karena bukan kemenangan atas kekalahan musuh atau kelompok musuh. Peristiwa Fathu Makkah diabadikan Allah SWT didalam QS Al-Fath, perkenan dan proklamasi kemenangan fathan mubina, kemenangan sangat nyata. Didalam proklamasi disana dipaparkanka usulan pemaafan atas dosa-dosa para pejuang murni, dosa lalu maupun pada masa kiki, klausula penyempurnaan ni’mat, termasuk klausula pertolongan besar allah SWT atas masalah mereka semua saat itu.

***

Saya Marissa Haque Fawzi bukan siapa-siapa, dan tidak ingin menjadi yang lain kecuali menjadi Kekasih-Nya semata. Sembari menjalankan peran sebagai istri dari Ikang Fawzi dan Ibu dari Bella dan Kiki yang semakin beranjak dewasa, saya mensyukuri setiap jengkal titipan Allah didalam kehidupan sementara saya didunia ini. Batas usia Rasulullah adalah 63 tahun. Ibuku asal Madura, Jawa Timur (almarhumah) meninggal diusia 53 tahun, Ibu Ikang asal Lebak, Banten (almarhumah) meninggal diusia 54 tahun. Hari ini saya sudah berusia 46 tahun. Apabila memakai ratio usia hidup para perempuan didalam keluar Ikang-saya, maka jejak langkah saya didunia tinggal 7 – 8 tahunan lagi. Sebagai manusia yang mempunyai kebiasaan menghitung-hitung, maka dalam sisa usia yang seperti itu berapa banyak lagi pahala yang dapat kita kumpulkan untuk membasuh seluruh dosa-dosa yang telah kita perbuat dimasa lalu baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja? Mampukah disisa hidup kita tersebut kita tetap hidup dengan keihklasan tinggi agar siklus keberkahan selalu ada bersama kita? Walau sebaik-baik kita berupaya tidak perlu kita pikirkan apakah kita akan mendapatkan pahala besar-kecil-atau bahkan tidak berpahala sama sekali. Asalkan Allah SWT ridho kepada kita, langkah kanan kita insya Allah akan terkayuh selamat menuju ujung jembatan sirotholmustaqin. Amiiin….

***


Read more!